EPOCH ~ 29

148 13 0
                                    

Eltham terus menyeka keringat Arhskyla yang sejak tadi mengalir dengan sapu tangan yang ia minta dari salah satu perawat. Arhskyla mengalami guncangan hebat hingga kehilangan kesadaran nya, bahkan dalam keadaan tertidur pun dia masih gelisah. Seperti mengalami mimpi buruk.

Eltham menghentikan kegiatan nya saat kelopak mata Arhskyla perlahan terbuka menampilkan netra coklat terang indahnya. Arhskyla mengerjapkan matanya berkali-kali, dia menatap Eltham dengan lelehan air mata yang mulai mengalir.

"Eltham.... Te-ternyata bukan mimpi ya... Ares," Arhskyla tercekat, dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya.

"Minum dulu." Eltham menyodorkan segelas air putih yang tersedia di nakas samping brankar Arhskyla terbaring. Eltham membantu nya duduk untuk minum, Arhskyla meneguk hingga habis setengah.

"Mau ketemu Ares?" tanya Eltham setelah meletakan gelas kembali.

"Ares beneran ninggalin gue?" Keputusasaan menyelimuti netra indahnya.

Eltham menangkup wajah Arhskyla, kedua ibu jarinya mengusap lembut pipi basah Arhskyla. Dia menggeleng perlahan, "lo harus kuat Arhskyla."

Arhskyla memejamkan matanya erat, dia berusaha menenangkan hati dan pikirannya. Setelahnya Arhskyla kembali menatap Eltham, ia menggenggam kedua tangan Eltham yang masih mengusap wajahnya, "antar gue El, antar gue ke ruangan Ares."

***

Eltham memberikan waktu pada Arhskyla untuk menumpahkan semua perasaanya pada saudara kembarnya. Dari balik kaca pintu, ia bisa melihat jika cewek yang jarang menunjukkan ekspresi di wajahnya tengah menangis dengan sambil menggenggam erat tangan saudara.

Untuk kedua kalinya Eltham bertemu dengan titik rapuh Arhskyla. Meski keyakinan untuk tetap disisi nya semakin kuat, tapi tetap saja Eltham tidak suka melihatnya, dia seperti ikut merasakan semua rasa sakit yang Arhskyla rasakan.

Andai saja bisa, Eltham ingin memilih melihat tawa Arhskyla terlebih dahulu, dari pada harus melihat luka serta ketakutan yang telah lama Arhskyla pendam terlebih dahulu.

Eltham menghela nafasnya gusar, perasaan benar-benar tidak karuan melihat Arhskyla yang terus menumpahkan air matanya. Dia ingin masuk kedalam, lalu memeluk tubuh rapuh Arhskyla dengan erat sampai air mata itu surut dari mata indahnya.

'Drtttt drtt'

Ponsel di saku celananya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Eltham mengalihkan pandangannya dari Arhskyla ke ponselnya, menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, setelah itu dia menerima panggilan Ardianta.

"Iya kenapa?"

"Masih di rumah sakit?" Tanya suara di sebrang sana.

"Hm."

"Dia baik-baik aja?"

Eltham melirik sekilas Arhskyla yang masih menangis di dalam sana. "Mungkin."

"Gue harap gak ada lagi hal buruk yang bakal terjadi." Dalam hati Eltham mengamini perkataan Ardianta. "Oh iya, gue sama Andini udah urus surat izin pulang duluan lo dan Arhskyla."

"Thanks ya." Eltham memejamkan matanya yang terasa sedikit pusing. "Mungkin besok juga gue sama Arhskyla gak bakal masuk."

"Oke nanti gue bikinin lagi surat izin kalian."

"Gak perlu Ar, gue bisa telepon langsung ke yang punya sekolah."

Terdengar suara kekehan di sebrang sana. "Gue hampir lupa kalau lo cucu yang punya sekolah."

"Lagi jam kosong?"

"Kelas elite mana mungkin ada jam kosong, gue lagi di toilet."

EPOCH ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang