Arhskyla makin manis, makin cantik, makin menawan, makin banyak berekspresi pula. Meski sampai sekarang Eltham masih belum mendengar tawa nya, setidaknya dia bisa melihat senyum tipis di bibir cewek itu.
Sekarang cewek itu tidak lagi menolak saat dia mengantar jemput nya. Hubungan mereka semakin maju ke arah yang Eltham harapkan. Dan mengenai pembalasan dendam yang pernah mereka bicarakan, Arhskyla belum mengatakan apapun lagi tentang kelanjutan nya.
Eltham yang baru saja dari toilet, kembali masuk ke kelasnya. Dia melangkah ke tempat duduknya dengan kerutan samar di antara kedua alisnya.
"Arhskyla kemana?" tanya nya pada Ardianta setelah duduk di kursinya.
"Di panggil guru." Bukan Ardianta yang menjawab melainkan Andini.
"Ngapain?"
"Paling bahas Pensi tahunan."
Eltham mengagguk dan kembali bertanya, "kapan sih acaranya?"
"Dua mingguan lagi."
"Selain Arhskyla, di kelas ini biasanya nampilin apa lagi?"
Andini mendengus, sambil melipat tangannya di dada dia menoleh pada Eltham. "Gak ada, dan jangan pernah berharap akan ada kekompakan di kelas ini."
"Serius gak ada?" Andini mengagguk sebagai jawaban, Eltham menoleh pada Ardianta dan cowok itupun ikut mengangguk membenarkan. "Wah betapa gak asik nya masa sekolah kalian. Udah mah kelas selalu sepi, acara tahunan pun gak pernah berperan aktif."
Andini melirik sinis pada Eltham, dia merasa tersinggung mendengar nya. "Buat apa senang-senang sesaat kalau masa depan gak terjamin."
Eltham menggeleng dengan lagak dramatis, "nilai gak akan menentukan kesuksesan seseorang."
"Kebodohan yang gak akan bikin lo sukses."
"Jadi maksud lo berperan aktif dalam event-event sekolah adalah hal yang bodoh?"
"Iya!" Andini mengagguk mantap. "Lebih baik belajar daripada ngikutin hal-hal kaya gitu yang sama aja buang-buang waktu dan tenaga."
"Arhskyla bodoh berarti."
Andini mendelik padanya, "kecuali Arhskyla! Gue yakin dia sebenarnya gak mau dan terpaksa ikutan karena semua anggota ekskul musik gak ada yang sehebat dia!"
"Jangan sok tahu, lo kan gak bisa baca pikiran orang." Eltham menyinggung kan senyumnya saat melihat Arhskyla masuk ke kelas.
Senyum yang Andini artikan sebagai ejekan padanya, dia belum sadar jika orang yang tengah mereka bicarakan ada di belakangnya. "Gue gak sok tahu! Gue memang kenal betul Arhskyla orangnya kaya gimana."
"Gue yang cinta betul sama Arhskyla ngalah aja dah." Eltham mengatakannya dengan nada bicara seperti ngobrol biasa, tapi perkataannya berhasil merubah suasana kelas.
Kelas yang sebelumnya sepi kini menjadi hening, Arhskyla bahkan mematung beberapa saat di tempatnya. Andini? Jangan ditanya, cewek itu tentunya terlihat syok dengan mulut terbuka.
"Gila lo!" Seru Andini ngeri, dia memang tahu Eltham memiliki perasaan lebih pada Arhskyla, tapi dia tidak pernah menyangka Eltham akan mengatakannya se blak-blakan itu.
"Harap di jaga perkataannya, gue sehat 100%. Yakali orang gila bisa masuk lima besar rangking paralel," timpal Eltham tidak suka. Dia memang tidak pernah suka jika ada orang yang mengatakan hal tidak baik padanya, kata nenek nya perkataan adalah do'a. Apalagi Andini berseru kencang yang pasti di dengar orang-orang, dan otak mereka secara tidak sadar akan mengulang perkataan yang di dengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH ✓
Teen FictionTentang Eltham yang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Semuanya berawal dari rasa penasaran Eltham pada gadis bermata indah yang menggagalkan percobaan bunuh diri sepupu nya. Memenuhi rasa penasarannya Eltham nekad pindah sekolah, dia memanfaatkan s...