EPOCH ~ 36

153 11 0
                                    

Akhirnya acara yang paling ditunggu-tunggu oleh kebanyakan murid-murid SMA De Hoogste tiba juga. Banyak sekali stand penjual makanan, dan souvernir. Tidak sembarang orang bisa masuk ke lingkungan sekolah karena harus membeli tiket terlebih dahulu itupun dengan jumlah terbatas.

Acara itu di mulai sejak jam tiga sore sampai jam sepuluh malam.

Cowok dengan tinggi menjulang itu berhasil menarik perhatian orang-orang, meski penampilan nya jauh dari kata rapih dengan almamater sekolah yang dia sampirkan di bahunya, baju di keluarkan tanpa dasi, hal itu malah menambah aura kegantengannya dengan kesan nakal tidak di buat-buat.

Sambil membawa sebuah handycam untuk mengabadikan momen pensi, dia melangkah menyusuri setiap stand yang menurutnya menarik. Andai saja sebelumnya dia tidak sakit, mungkin dia juga memborong jajanan yang menggoda indra penciumannya.

"Eltham!" Seseorang memanggil namanya keras, dia menoleh ke sumber suara.

"Gila rame bener! Dari tadi gue cariin lo akhirnya ketemu juga," gerutu temannya dengan dengusan samar.

"Baru aja pisan sebentar, lo udah kangen aja." Eltham mengedipkan matanya genit pada Ardianta.

"Plis lah gue homophobia!" Ardianta bergidik ngeri.

Eltham tertawa, "jadi ada urusan apa lo nyariin gue?"

"Sepuluh menit lagi konsernya di mulai, lo kok malah anteng-anteng aja___" belum sempat Ardianta meyelesaikan kalimat nya, Eltham sudah lebih dulu mengambil langkah seribu menuju gedung olahraga dimana dia akan mengabaikan penampilan Arhskyla melalui handycam nya.

Sesuai janjinya Eltham harus berada di barisan terdepan.

****


"Kuat gak yah sampai semuanya selesai?" Arhskyla bertanya pada pantulan wajahnya sendiri di cermin kamar mandi. "Kuat lah, untung gue pake gaun merah. Kebetulan banget."

Dia menyalakan keran wastafel agar cairan itu larut ke pipa pembuangan, dirasa cukup dia mematikan kembali.

Arhskyla lalu mengambil tissue untuk mengeringkan tangannya. Dia membuat bulatan pada bekas tissue nya, sebelum akhirnya membuang ke tempat sampah yang berada di bawah wastafel. "Bagus deh kalau kaya gini, setidaknya gue gak nambah dosa karena fitnah."

Dengan langkah sedikit terhuyung Arhskyla keluar dari kamar mandi. Untung saja keadaan di sekitarnya tidak terlalu ramai.

Perlahan tapi pasti dia berjalan ke arah pintu belakang gedung olahraga, Arhskyla harus stand by di belakang panggung karena sebentar lagi waktunya tampil di panggung. Dia akan membawakan sebuah lagu sambil memainkan piano.

Pintu yang hendak dia buka telah lebih dulu di tarik seseorang dari dalam. Arhskyla bisa melihat dengan jelas kelegaan di wajah orang tersebut. "Baru aja gue mau keluar nyariin lo."

Arhskyla masuk ke dalam setelah  Rizwan—- seksi acara, bergeser memberi jalan. "Stand by di tangga dekat tangga yah, lima menit lagi giliran lo."

Setelah mendapatkan anggukan, Rizwan melenggang pergi dengan kesibukannya yang lain. Arhskyla mendudukkan dirinya di kursi yang tak jauh dari tangga panggung yang Rizwan maksud.

Musik tarian daerah semakin lama semakin mengecil sampai akhirnya berhenti, suara riuh tepuk tangan terdengar setelah nya, itu artinya penampilan mereka telah usai. Selanjutnya giliran Arhskyla naik ke atas panggung.

Tubuhnya terasa lemas saat bangkit dari duduknya. Begitu namanya di panggil, Arhskyla menyinggung kan senyum tipis untuk menguatkan dirinya sendiri, setelahnya dia baru menaiki anak tangga.

EPOCH ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang