EPOCH ~ 13

204 10 3
                                    

Arhskyla diam seribu bahasa sejak menginjakkan kaki di lantai rumah sakit. Dia masih memeluk Adista yang menangis tergugu dengan erat, matanya terus tertuju pada ruang operasi—-

Sampai akhir Arehsky tidak datang juga kepengadilan agama, meski begitu orang tuanya tetap resmi bercerai dalam satu kali sidang dengan damai, tanpa ada perselisihan harta maupun hak asuh anak. Namun sepulang dari pengadilan, ia mendapatkan telpon yang berhasil mengguncang dirinya, yaitu Arehsky mengalami kecelakaan lalulintas dan harus segera mendapatkan penanganan operasi.

—- Arhskyla yakin Arehsky akan baik-baik saja, jadi ia tidak perlu membuang air matanya. Saudara nya tidak mungkin meninggalkan mereka tanpa pamit, dia telah berjanji akan selalu bersama. Arehsky pasti akan menepati janjinya.

"Ma, Ares pasti baik-baik aja. Dia gak mungkin ninggalin kita, Ares udah janji sama aku untuk selalu ada buat kita," kata Arhskyla dengan lembut, ia mengusap punggung rapuh sang mama.

Suara langkah kaki beberapa orang mendekat membuat perhatian Arhskyla teralihkan. Dia menguarai pelukan dan menyambut kedatangan tiga orang itu dengan dingin.

Adista menggenggam erat tangan putrinya, tatapannya terlihat takut jika ketiga orang itu akan membawa Arhskyla pergi darinya.

"Kalian ngapain kesini, gak jadi liburan? Semalam Ares nunjukin insta story anak baru papa yang mau ngerayain kebersamaan kalian," sarkas Arhskyla, dia tetap mempertahankan wajah datarnya.

Dinathama langsung memberikan tatapan tajamnya pada Nayla, anak tirinya. "Gak akan ada perayaan apapun," balasnya tegas.

"Syukurlah berarti kalian masih punya malu."

"Sayang...." pangil Adista memperingati agar Arhskyla tidak melewati batas.

"Gak apa-apa ma, lagi pula aku sekarang cuman anak mama. Sejak detik dimana mama resmi bercerai, sejak saat itu pula aku dan Ares resmi jadi anak yatim."

"Arhskyla!" Dinathama memanggil namanya dengan bentakan.

"Ini di rumah sakit, jangan berisik!"  Arhskyla mengingatkan.

Rahang Dinathama mengeras, dia berusaha menahan amarahnya. Bagaimana pun Arhskyla adalah anak kesayangannya, dia tidak mau ada kebencian diantaranya. "Sejak kapan kamu mulai jadi kurang ajar sama papa?"

"Sejak wanita itu datang ke rumah kita, sejak kita gak lagi tinggal serumah! Selama ini aku diam, tapi bukan berarti aku menerima segala hal yang sudah kalian perbuat di belakang mama." Tanpa berusaha melepaskan genggaman Adista, Arhskyla bangkit dari duduknya. Dia kembali mengungkapkan unek-uneknya, "aku benci papa yang udah nyakitin mama sedalam itu, aku benci papa yang buang kami demi mereka, aku benci papa yang gak pernah berusaha memperbaiki kerusakan yang papa buat, aku benci kalian." Arhskyla mengusap wajahnya kasar sebelum ada setitikpun air mata yang jatuh. "Dan aku juga benci sama diri sendiri yang gak bisa ngelakuin apapun untuk membalas perbuatan kalian!"

*#*#*#*

Eltham menghentikan permainannya, dia mengedarkan pandangannya kesekitar. Jam pelajaran pertama telah berbunyi duapuluh menit lalu, tapi tidak sedikit pula siswa yang masih belalu-lalang sambil mencuri-curi pandang pada Arhskyla yang tengah mendribble bola basket. Ayolah Eltham tidak bodoh, dia bisa mengartikan dengan jelas pandangan mendamba mereka pada Arhskyla.

Eltham melangkah mendekati guru olahraga nya yang tengah membimbing cewek-cewek teman sekelasnya. "Pak kenapa kita gak olahraga di GOR aja sih?"

Heri—- guru olahraga, mengalihkan pandangannya pada Eltham, "bapak kan tadi sudah bilang, hari ini GOR sedang ada pengecekan rutin kelayakan. Mau gak mau kita harus pakai lapangan umum."

EPOCH ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang