TMA! 39

7.7K 937 82
                                    

Malam sudah cukup larut saat Arcy turun di tepian hutan, sopir angkutan umum yang mengantarnya ke sana turun dari kursi depan mobil, membantu Arcy menurunkan barang-barang yang dibawanya.

"Kau yakin turun di sini, anak muda?" tanya pria bertubuh gempal di samping Arcy, sorot lampu mobil yang dibiarkan menyala menjadi satu-satunya cahaya di gelap malam itu. Arcy tersenyum kecil sembari mengangguk, dua tas yang dibawanya sudah turun ke tanah, yang tersisa hanya sebuah tas besar.

"Aku memang bukan asli orang sini, tapi setahuku, rumah terakhir di Desa ini sudah lewat sangat jauh, kita sekarang berada di hutan---”

"Aku tahu ..." Ucap Arcy memotong ucapan pria di sampingnya, mereka mengeluarkan tas besar dari dalam mobil, "aku berencana mendirikan sebuah Villa disini, beberapa temanku ada di dalam, katanya di kaki gunung ini ada lokasi bagus ... Aku tak sabar, jadi aku menyusul mereka sekarang."

Pria paruh baya di samping Arcy sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum, "begitu ... Haha, pantas saja!"  responsnya, "omong-omong, tas ini berat sekali, apa isinya?" sambungnya saat tas besar yang dibawa Arcy sudah mendarat di tanah.

Arcy terdiam, ia menatap pria di depannya dengan lekat, "... Dengan tas sebesar itu, bukankah akan muat jika kau menaruh seseorang di dalamnya?" tanya pria itu kemudian.

Arcy tak langsung menjawab, ia mengangguk kecil, "kau mau melihat isinya?" Arcy ikut mengajukan pertanyaan, "aku tidak keberatan jika kau membukanya."

Pria itu tertawa, memecah kesunyian malam, "aku hanya bergurau ... Ya sudah, kalau begitu aku pergi anak muda. Jika kau perlu angkutan untuk pulang, hubungi saja aku." Pria itu mengeluarkan selembar kartu nama dari saku depan kemeja yang dipakainya. Arcy menyambutnya dengan diam, berselang beberapa detik ia tersenyum miring, "baiklah ..." Jawabnya.

TMA!

Sebuah ketukan pelan mendarat di pintu kamar yang ditempati Lily, gadis yang setengah berbaring di atas ranjang itu mengarahkan matanya kearah pintu, terdapat Luke dengan segelas air putih di tangannya.

"... Masuklah," ucap Lily mempersilakan.

Luke berjalan masuk, meletakkan gelas berisi air putih di atas laci.

"Di mana temanmu?" tanya Lily kemudian, Luke tak langsung menjawab, ia menatap Lily, "teman, maksudmu Thomas?"

"Ya, pria itu ..." Lily menjangkau gelas yang di bawa Luke, menenggak airnya hingga tersisa setengah, "lalu kenapa kalian masih di sini?"

Sempat hening beberapa saat sebelum Luke menjawab, "... Itu, Arcy meminta kami untuk tetap di sini sampai kakimu benar-benar pulih, kalau Thomas dia sedang di dapur, memasak bubur untukmu," jawab Luke, Lily tak lagi merespons setelah mendengar perkataan Luke.

"... Kalau begitu, aku permisi---"

"Tunggu!" tahan Lily, matanya bergerak naik untuk menatap wajah Luke, "kenapa kau sangat mematuhi perkataan Arcy? apa yang kau dan temanmu dapat untuk itu semua?" Lily berekspresi dingin. Mendengar pertanyaan Lily, Luke tersenyum miring, "lalu kau bagaimana? apa yang kau dapat dari menyukai Arcy?" ucapnya membalikkan pertanyaan, setelahnya Luke menghela nafas dalam, pria itu memasukkan kedua tangannya ke kantong celana.

"Jujur saja, aku dan Thomas mendapat banyak uang dari Arcy ... Tapi akhir-akhir ini aku menemukan alasan lain kenapa aku mau mengikutinya sampai akhir, aku dan Arcy berasal dari Desa yang sama, kami juga berteman sejak kecil. Di banding sekarang, dulu Arcy adalah anak yang sangat menyenangkan. Dia anak yang baik, hanya saja, dia selalu berada dalam lingkungan yang tidak tepat. Aku tahu, hubungan kami dan Arcy tidak lebih dari sekedar pelanggan dan penjual jasad manusia, kau pun jelas mengetahui itu, tapi ... Untuk pertanyaanmu barusan, bukankah kau sudah tahu alasannya?" Luke menjeda kalimatnya selama beberapa saat.

"Saat melihatnya entah kenapa kau berpikir supaya kau bisa menghiburnya, matanya yang terlihat kosong itu, seolah memberitahumu kalau dia benar-benar kesepian, walau hanya sekali, kau ingin mengatakan padanya kalau kau tidak ingin berpisah darinya, bukan begitu, Lily?"

Lily tak menjawab, ia terus memperhatikan wajah Luke, namun tatapannya berubah kosong.

"Aku tidak bisa mengelak kalau berurusan bersama Arcy, berarti aku juga sudah mempertaruhkan nyawaku. Sedikit saja salah bicara, maka pria sinting itu akan menarik pistol yang entah dia sembunyikan di mana, sama sepertimu ... Aku dan Thomas juga punya luka tembak di beberapa bagian tubuh kami, namun dia tidak pernah menembak di bagian yang akan membuat kita mati, kan?” Luke tersenyum, "terlepas dari semua perbuatan kejinya, dia orang baik, kan Lily?" Luke tersenyum, "... Aku permisi, panggil saja aku jika perlu sesuatu." Luke membawa kakinya pergi, namun baru memijak lantai beberapa langkah, ucapan Lily kembali menahan langkahnya.

"Apa kau ingin aku lekas sembuh?" tanya Lily.

"Ya, tentu ... Semakin cepat maka semakin baik, aku punya keluarga jadi---"

"Bawa aku pada Arcy ..." Ucap Lily memotong jawaban Luke.

TMA!


Hari sudah menjelang pagi saat Arcy tiba di kaki gunung, gerimis kecil turun di sana, pria yang menggendong sebuah tas besar itu menegadahkan kepalanya ke langit, menatap langit yang terus meneteskan air dalam skala kecil.

"... Hujan seperti hari itu Oris," gumam Arcy pelan. Ia melanjutkan langkahnya, hari sudah terang sepenuhnya saat Arcy menghentikan langkah untuk yang kedua kali, ia melepas tas dari punggungnya di atas rumput yang tumbuh sesak. Dengan sedikit membungkuk, Arcy membuka tas tersebut, wajah Oris menyambutnya.

"Kita pulang, Oris ..." Ucap Arcy seraya menatap wajah Oris dengan lekat, berlalu beberapa menit sebelum akhirnya Arcy menggerakkan kepalanya ke arah kiri, "Ibu, kami pulang, maaf tidak pernah berkunjung selama ini ..." Lanjutnya lalu berdiri, Arcy membuka salah satu tas kecil miliknya, mengeluarkan sebuah pisau dari dalam sana. Lalu mulai memotong rumput yang tumbuh tebal di atas makam ibunya.

Untuk waktu yang lama, Arcy terus bungkam. Gerimis yang turun pagi itu berhasil membuat rambutnya basah, satu persatu kenangan masa kecilnya terputar, "apa ibu tahu? selama 6 tahun aku dan Oris hidup bagai di Neraka ibu, begitu ibu meninggal. Ayah langsung menikahi seorang gadis," Arcy tersenyum paksa, "saat melakukan sebuah kesalahan kecil, Ayah akan memukuliku sampai tubuhku rasanya remuk," ucap Arcy dengan nada yang samar. Kedua tangannya terus memotong-motong rumput yang tumbuh di atas gundukan tanah tersebut.

"Kenapa ibu menikahi orang seperti ayah, hm?"

Gerakan tangan Arcy berhenti bergerak saat wajah Lily tiba-tiba menyesak masuk ke dalam kepalanya, selama beberapa detik Arcy mematung, sebelum akhirnya tersenyum miring.

"... Ibu, maaf jika ibu tersinggung, tapi aku kemari hanya untuk mengantar Oris. Setelah ini, aku akan pergi lagi, ada seorang gadis yang membuatku hampir gila, ibu."

TMA!

"Memangnya kita tahu di mana Arcy? kita mau membawanya kemana, Luke. Apa kau gila?"

Kei menyenderkan tubuhnya di samping pintu dapur, mendengarkan pembicaraan antara Luke dan Thomas.

”aku tahu, tapi Thom ... Kalau saja kita tidak menuruti perkataannya lalu dia berbuat sesuatu yang berbahaya, bagaimana? kau mungkin tidak apa-apa, tapi aku punya anak dan Istri."

Thomas menghela nafas frustasi, "... Baiklah, lalu kita mau kemana?"

Luke tak jadi menjawab saat dirinya menemukan Kei yang muncul di pintu, pria itu tersenyum tipis, "maaf, aku tidak bermaksud untuk menguping pembicaraan kalian berdua, tapi ... Apa boleh aku ikut?"

THAT MAN ARCY!
To be continue  ...

Wah, ga nyangka aku hiatus setahun :v

THAT MAN ARCY! ✔ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang