TMA! 17

11.6K 1.3K 185
                                    

Hembusan angin yang meliuk-liukkan dedaunan pohon disiang itu juga terlihat ingin membawa rambut abu milik Arcylic pergi. Ia berdiri didepan teras rumahnya sambil menatap kosong halaman, sudah beberapa hari ia kehilangan minat akan membuat patung dan menggelar pelelangan patungnya hanya karena bertemu Malik beberapa hari yang lalu.

"Arcy?" suara langkah kaki terdengar mendekati Arcylic, ia tak menoleh juga sama sekali tak menjawab.

"Kau tidak pergi?" tanya Lily setelah berada di samping tubuh Arcylic, ia mendongak kesamping untuk menatap wajah Arcylic, memperhatikan Arcylic yang perlahan menoleh dirinya.

"Pergi kemana?" tanya Arcylic, mata abunya bersinar kala tak sengaja sinar matahari menerpanya langsung, Lily tersenyum kecil, "entahlah, tapi biasanya kan, kau selalu pergi." Arcylic tak menjawab, ia terdiam selama beberapa detik sambil terus menatap wajah Lily, "jadi, kau mau aku pergi?"

Lekas Lily menggeleng, "tidak! aku lebih suka jika kau tidak pergi, aku jadi tidak kesepian," tukas Lily, mendengar jawabannya tak membuat Arcylic mengeluarkan ekspresi apapun, "lebih tepatnya, kau menyukaiku, bukan?" ucap pria itu tanpa ekspresi apapun, "jantungmu selalu berdebar saat aku tatap dari dekat seperti ini, kan?" Arcylic menggeser posisinya agar lebih dekat dengan Lily.

"T,tidak, aku tidak menyukaimu!" ucap Lily spontan, wajahnya yang merah jelas mengatakan kalau dia berbohong.

"Begitu ... Sayang sekali, padahal aku menyukaimu." Arcylic kembali menarik kakinya, kembali berdiri ditempat semula lalu kembali menatap ke depan.

"Apa kau bilang?" tanya Lily setengah tak percaya.

"Aku bilang, aku menyukaimu ..." Ulang Arcylic begitu saja, meski Lily yakin perkataan itu hanya omong kosong, tapi tetap saja dadanya berhasil berdebar, "tapi kau tidak menyukaiku, aku jadi tidak senang." Sambung Arcylic pada kalimatnya.

"S,suka, a,aku juga s,suka padamu, Arcy ..." Lily segera berlari masuk kedalam setelah ia selesai mengatakan hal tersebut, gadis itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Arcylic yang melihat hal itu hanya tersenyum simpul, "manisnya ..." gumamnya pelan. Tak berselang lama, mata Arcylic bergerak untuk menatap mobil yang bergerak menuju letak rumahnya, ia menghela nafas malas beberapa detik kemudian.

Arcylic masih berdiri ditempatnya berdiri, menunggu kedatangan mobil tersebut. Wajah Damian segera menjadi pusat pandangannya saat pintu mobil itu terbuka, pria paruh baya berbadan gemuk yang menggunakan jas hitam sedikit ketat itu mengulum senyum yang membuat Arcylic muak.

"Selamat siang Arcy ..." Ucapnya seraya berjalan mendekat, Arcylic tak menjawab, ia hanya menatap Damian dengan tatapan lekat.

"Kau sudah baca surat yang aku titipkan pada Lily?" lanjutnya setelah dekat.

"Sudah," jawab Arcylic singkat. Damian kembali tertawa kecil, "kalau begitu, kenapa kau tidak pergi menemuiku semalam?"

"Aku lupa." Jawab Arcylic.

Damian masih dengan tawanya, "itu terdengar bukan seperti dirimu, Arcylic."

Arcylic tak langsung menjawab, ia menatap Damian dengan tatapan yang tak bisa diartikan, "aku benar-benar lupa, lagipula semalam hujan."

Damian terkekeh, "ya, ya ... Kau benar, aku tidak menyalahkanmu akan hal itu," ucapnya, Damian sempat menghela nafas sebelum ia melanjutkan perkataannya, "kalau begitu sekarang, dimana Lily? aku bawa uangnya, jadi kau tak perlu jauh-jauh ke Kota."

Arcylic terdiam, sebuah senyum aneh mengukir dibibirnya, "kapan aku bilang kau boleh membawa Lily bersamamu, Damian?"

Mendengar pertanyaan Arcylic membuat tawa Damian berhenti, wajahnya membeku dengan ekspresi tersenyum memamerkan gigi-giginya, "apa katamu, Arcy?"

THAT MAN ARCY! ✔ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang