TMA! 30

9.5K 1K 128
                                    

Langit berwana kelabu, angin dingin yang bertiup menusuk kulit seorang anak laki-laki, ia berdiri di antara rumput ilalang. Menyaksikan dari jauh kedua orangtuanya di hakimi oleh warga Desa.

Di dekapan anak laki-laki itu terdapat seorang anak yang lebih kecil yang matanya ia tutup menggunakan telapak tangan, kedua pupil matanya membesar saat dari tempatnya berada ia bisa menangkap kalau kepala ayahnya di tebas beberapa kali, hingga pria itu tumbang.

"Cari anaknya! jangan biarkan keluarga kanibal ini tersisa satupun!"

Dengan cepat anak laki-laki itu menggendong adiknya lalu berlari menjauh. Mereka masuk ke dalam hutan, "Arcy, apa yang terjadi?!" anak yang berada dalam pelukannya itu mengajukan pertanyaan, namun anak laki-laki bernama Arcy tak menjawab, ia terus berlari menjauh dengan nafasnya yang memburu sampai akhirnya mereka tiba di tepian sungai, Arcy menghentikan langkah lalu menurunkan adiknya.

"... Oris, minumlah, kita akan berlari lebih jauh. Aku tidak kenal lagi daerah setelah sungai ini, jadi mungkin hanya ini kesempatanmu untuk minum."

Arcy memetik selembar daun, melipatnya kemudian mengisi daun itu dengan air sungai, "ini,"

Oris tak merespons, mata abunya seolah menyatu dengan awan disiang hari mendung tersebut, "aku tidak haus, yang minum harusnya kau, Arcy ... Kau yang tampak lelah."

"Kau serius?" tanya Arcy memastikan. Tak ada jawaban dari Oris, ia hanya mengangguk pelan, "apa ayah mati?" lanjutnya kemudian, Arcy tak langsung menjawab, ia menatap wajah Oris lekat, dengan wajahnya yang tampak putus asa, "ya, beberapa warga membunuh ayah dan ibu ..."

"Apa itu sebabnya sekarang kita lari?" Oris kecil kembali mengajukan pertanyaan.

"Hm, karena kalau tidak lari. Tak ada orang lain yang akan membalaskan kematian ayah dan ibu, hanya kita berdua yang tersisa ..." Jawab Arcy, ia tersenyum kecil, "sekarang ayo, kita harus segera meninggalkan Desa."

Oris terpaku di tempatnya berdiri, "tapi kenapa kematian harus di balas? bukankah itu sudah takdir, Arcy?"

"Yang seperti itu, bukan takdir namanya Oris. Kita akan membalas kematian ayah, bagaimana pun caranya."

TMA!

Arcy membuka matanya secara tiba-tiba, ia tertidur dengan posisi duduk di atas sofa, keadaan di ruangan yang ditempatinya sepi, tak ada lagi sosok Thomas maupun Luke. Ia membawa pandangannya ke arah pintu depan, diluar masih gelap.

Arcy menghela nafas saat mengetahui posisinya sekarang, "sia-sia ..." Gumamnya pelan. Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju pintu keluar, sinar dari lampu bangunan Kota tampak seperti titik-titik yang bertebaran, hiruk pikuk tak lagi seberisik tadi. Malam menjadi sedikit lebih tenang.

Tanpa mengatakan sepatah katapun lagi, Arcy memasuki mobilnya. Ia membawa mobil itu kembali ke tempat dimana ia mengurung Lily.

TMA!

Hening.

Keadaan di ruang tengah rumah Kei begitu canggung. Warren menghela nafas, "mereka tidak mengerti apa yang kita bicarakan, percuma saja!" ucapnya gusar.

"Mereka memakai bahasa latin ... Darimana sebenarnya Arcy mendapat orang-orang ini?" Kei memijit pelipisnya, "apa sebaiknya kita lapor pada ayah saja?"

"Tidak, jangan. Ayah memihak Arcy ..." Jawab Warren serius.

"Memihak Arcy? darimana kau tahu?"

"Aku tahu saja," jawab Warren langsung, "bagaimana gadis itu? kau sudah menanyainya?" lanjut Warren pada kalimatnya, Kei merenggangkan tubuh, "tidak, Lily tidak menjawab pertanyaanku, dia terus mengatakan ingin pulang kerumah Arcy ... Aku tidak tahu apa yang ada di kepalanya, tapi gadis itu tampak sudah jatuh hati pada Arcy," jelas Kei.

"Kau yakin ucapannya bukan karena dia takut akan dibunuh Arcy?" Warren kembali mengajukan pertanyaan.

Kei menggeleng, "aku yakin, mata Lily tidak menunjukkan ketakutan, dia hanya cemas."

"Gadis yang aneh ..." Gumam Warren, "apa kita pulangkan saja?"

TMA!

Hari sudah pagi saat Arcy tiba di kediamannya, tangan kanan pria itu menenteng sebuah plastik berisi makanan. Ia menuruni tangga yang menghubungkan basement dan rumahnya, namun saat sudah sampai di koridor ruang bawah tanah, langkahnya terhenti kala melihat pintu yang selalu ia kunci menggunakan gembok besar sudah terbuka, selama beberapa detik, Arcy terdiam di tempatnya sambil terus menatap pintu tersebut sebelum akhirnya masuk ke dalam.

Lagi-lagi, ia menghentikan langkah saat melihat tak ada orang lain selain Lily di dalam sana.

Hening. Lily tak membuka mulut begitu pula Arcy, pandangan mereka bertemu namun tanpa mengucap sepatah katapun, "A,Arcy?" ucap Lily akhirnya, kalimat sapaan yang terdengar ragu miliknya berhasil membuat Arcy menggerakkan langkah untuk menemui dirinya, "kenapa kau tidak ikut pergi?" tanya Arcy setelah dekat.

Lily tak langsung menjawab, ia terus menatap wajah Arcy yang terus menatapnya sedari tadi, "hm, Lily?"

Lily menggeleng pelan, "aku, aku tidak ingin pergi. Aku ingin bersamamu, Arcy ..."

Keadaan kembali hening, Arcy tak menjawab perkataan Lily, beberapa detik kemudian, ia menjatuhkan makanan yang terdapat di tangan kanannya, "kau ini, sebenarnya polos atau bodoh, Lily?" tanya Arcy dengan nada pelan, namun jelas Lily dapat mendengarnya, "kau ingin bersama pria pengidap MPD?" seringai seram menghiasi wajah Arcy.

"M,MPD?" Lily sedikit memundurkan langkahnya, meski saat ini mereka terhalang pintu kerangkeng, namun Lily merasakan takut yang teramat pada ekspresi Arcy sekarang, ekspresi yang belum pernah dilihatnya dari seorang Arcy.

"Multiple personality disorder, aku menderita kepribadian ganda."

Lily tak menjawab, ia menatap wajah Arcy selama beberapa detik sebelum mengeluarkan kalimat, "me, memangnya kenapa kalau kau punya dua kepribadian? aku tidak apa-ap---"

"Bodoh! aku ini pembunuh! aku membunuh orang untuk aku jadikan patung, mayat-mayat yang bersamamu dalam truk itu aku yang membelinya, dan aku bisa saja membunuhmu jika aku---"

"Aku sudah tahu, Arcy ... Malik sudah memberitahuku, tidak masalah, itu semua tidak masalah, bahkan jika kau membunuhku, itu juga tidak masalah ..." Mata Lily berkaca, ia tersenyum, "aku sudah terlanjur menyukaimu Arcy, jadi mau kau monster sekalipun, itu takkan jadi masalah."

Arcy menekuk alisnya marag, "kau ..." Ucapnya sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Sinting!" lanjutnya lalu berpaling, dengan cepat Arcy meninggalkan ruangan tempat Lily berada, Lily yang melihat hal itu meluruh duduk, "mo,monster ..." Gumamnya kemudian.

TMA!

Sebuah ruangan merah yang dimasuki Arcy terdapat banyak sekali foto miliknya yang di gantung, semua ekspresi dalam foto itu hampir sama, datar tanpa air muka.

Ia kemudian menghadap tembok, terdapat ratusan foto yang ditempel di tembok tersebut, sebagian besar fotonya disilang menggunakan spidol. Kecuali foto Lily, dan enam foto pria termasuk foto Thomas, Luke dan Vale.

"Mana mungkin kau pantas bersamaku, Lily, sedangkan kedua orangtuamu sudah membunuh ayah dan ibuku, mana bisa kau bersamaku, tidak bisa Lily, kau ... Kau akan aku pastikan mati," gumam Arcy, ia menarik foto Lily yang sempat di potretnya dulu.

THAT MAN ARCY!
To be continue ...

Hah, gimana, gimana Ar?

THAT MAN ARCY! ✔ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang