Kaki panjang seorang pemuda melangkah masuk ke dalam sebuah rumah mewah yang sangat megah. Seragam yang pemuda itu pakai terlihat acak-acakan, rambutnya berantakan, dan ada beberapa noda darah yang berserakan di seragam yang dia pakai.
Hal tersebut mengundang perhatian seorang gadis dengan rambut terurai yang baru saja keluar dari dalam ruangan. Gadis itu berhenti untuk menatap sosok Algian yang terlihat sedikit kacau.
"Tawuran di cabang RT mana lagi, nih?" Sindir gadis yang memegang gelas berisi air putih tersebut.
Algian meliriknya, "RT dua." Jawabnya ngasal.
Gadis itu terkekeh tidak habis pikir, "enggak capek apa bawa luka tiap pulang?"
"Biasa aja."
"Tumben pulang ke sini? Kangen sama gue, ya?"
Algian menghampiri gadis manis yang terus mengoceh itu, dia menjitak kepalanya membuat gadis tersebut meringis. "Kangen ngejitak lo sih, sebenernya."
"Ini kepala aset berharga gue! Enggak boleh di jitak gitu aja, tau!"
Algian hanya terkekeh, dia pun meninggalkannya begitu saja. Lalu dia masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di rumah untuk mengambil sesuatu.
Setelah mendapatkan barang yang dicarinya, Algian pun kembali berjalan ke luar, membuat gadis manis tadi yang saat ini sudah ada di ruang televisi menolehkan kepala.
"Itu enggak mau di obati dulu apa, bang?" Tanyanya.
"Enggak perlu."
Gadis yang ada di ruang televisi itu mendecih sebal, "sok kuat amat anak bujang."
"Gue pergi. Jangan kangen." Seru Algian sambil melambaikan tangannya. Dia pun berjalan lurus menuju pintu utama rumah.
•••
Algian memasuki sebuah rumah minimalist berlantai satu. Rumah itu tidak semewah dan semegah rumah yang sebelumnya Algian kunjungi, tetapi rumah peninggalan almarhum Ibunya itu menciptakan sebuah kenyamanan dan juga kehangatan.
Rumah yang terletak jauh dari hiruk pikuknya jalan perkotaan ini merupakan tempat yang paling Algian sukai. Sehingga tempat ini dijadikan sebagai tempat pulang setelah rumahnya yang tadi.
Selain itu, rumah ini dijadikan sebagai markas untuk teman-temannya Algian. Sehingga dia tidak tinggal sendirian di rumah yang cukup besar ini.
"Mandi dulu aja, Al. Nanti gue obatin." Kata Sam yang sudah memakai pakaian santai.
"Kalian abis berrantem sama siapa?" Pemuda yang rambut hitamnya sedikit gondrong bertanya.
"Al, harusnya lo ke rumah sakit, enggak sih? Itu kepala lo berdarah, anjir!" Timpal seorang pemuda bertopi.
Algian melangkahkan kakinya ke arah salah satu kamar yang terletak di pinggir dapur, dia mengabaikan perkataan dan pertanyaan ketiga sahabatnya yang saat ini sedang berada di ruang tengah.
Pemuda berambut gondrong bernama Dimas Zayeno yang sedang memakan kuaci sembari duduk lesehan di depan sofa, mendengus sembari memejamkan matanya. "Si Algian itu, manusia robot bukan, sih?"
"Enggak tau, gue juga bingung." Pemuda bertopi yang sedang bermain game di komputer pojok ruangan menyahut. Dia adalah Ruanfa Arvelion.
"Kayanya kita harus bangun klinik di samping rumah ini." Celetuk Anfa tiba-tiba. Pemuda bertopi itu memutar tubuh untuk menatap kedua sahabatnya. "Ide gue bagus 'kan? Sekalian buat nambah-nambah penghasilan kita, tuh." Kata Anfa lagi terlihat bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...