Algian melemparkan tas sekolahnya ke atas sofa, kemudian dia duduk sambil menghela napas panjang. Pemuda yang masih memakai seragam sekolah dengan logo SMA Yudistra itu memandangi seisi rumah luasnya yang terasa sangat sepi. Lalu mata runcingnya tersebut memandangi sebuah lemari kaca berukuran cukup besar yang di dalamnya terdapat beberapa piala, medali, dan piagam penghargaan.
Lemari kaca itu rata-rata diisi oleh prestasi sang adik yaitu Azriella Firsa. Saat dulu, Algian juga sering menyumbang beberapa medali dan piagam penghargaan di sana, tetapi untuk sekarang dia tidak pernah menyentuh atau bahkan membuka dan memasukan sebuah penghargaan ke dalam lemari kaca itu lagi.
Kali ini, terdapat banyak nama Firsa di berbagai piagam penghargaan yang terpajang di sana.
Azriella Firsa sangat menyukai belajar dan berkutat dengan buku-buku bacaan, sehingga sering mengikuti berbagai perlombaan dan mendapatkan kemenangan, berbeda halnya dengan Algian Firseron yang tidak menyukai hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran dan tidak suka mengikuti berbagai perlombaan.
Sudah beberapa kali sang ayah menyuruh Algian untuk rajin belajar dan mendapatkan banyak prestasi seperti adiknya, namun Algian tidak pernah menuruti permintaannya.
Hobi Algian hanyalah berkelahi dan balapan. Pemuda itu benar-benar keluar dari batas yang keluarga Sananta tetapkan.
Giran Sananta merupakan salah satu pemilik stasiun televisi yang ada di Indonesia. Ia terkenal akan kedisiplinan, ketegasan, kepintaran, kecerdasan dan juga kekuatannya karena merupakan mantan atlet MMA.
Hal dari Giran yang menurun kepada Algian hanyalah ketegasan dan kekuatan. Sedangkan kecerdasan dan kepintaran menurun kepada adiknya, Firsa.
Saat Algian masih kecil, pemuda itu sudah dilatih agar bisa menguasai bela diri, dan bidang yang Algian pilih adalah taekwondo. Tentu saja Algian saat itu terus berlatih dan berlatih, sampai akhirnya ia mampu untuk mengikuti berbagai kejuaraan.
Saat itu Algian selalu mendapatkan kemenangan. Dan hal tersebut membawa sebuah kebanggaan bagi Algian dan juga Giran. Namun sayangnya hal itu tidak berlangsung lama.
Suatu ketika, Algian bertanding dengan seseorang yang membuat dirinya kalah telak. Sejak saat itu, Algian benar-benar merasa terpukul karena tidak dapat memenangkan pertandingan seperti biasanya.
Ia benar-benar dikalahkan dan juga dipermalukan.
Algian yang awalnya dipenuhi dukungan, kini mulai tersingkirkan.
Ayahnya sangat kecewa, benar-benar kecewa karena Algian tidak dapat memberikan hal yang ayahnya harapkan.
Sejak saat itulah Algian mulai tidak berselera untuk menekuni bidang yang telah membawa nama besarnya. Ia pun mendapatkan berbagai omelan dan juga tuntutan dari sang ayah.
Giran yang merupakan orang terpandang merasa dipermalukan karena anaknya tidak bisa membawa kemenangan. Dan hubungan Giran dengan Algian pun mulai merenggang. Perlahan-lahan Giran mulai lebih memperhatikan anak keduanya yang juga sama-sama berprestasi, namun di bidang pelajaran. Sedangkan Algian mulai jarang diperhatikan, seolah-olah Algian tidak lagi di harapkan.
Untung saja pada saat itu Algian masih memiliki seorang ibu yang selalu mendukungnya. Sehingga Algian tidak terlalu merasa tertekan meskipun ayahnya tidak memberikan perhatian kepadanya.
Sampai akhirnya ketika sang ibu meninggal, hubungan ayah dan anak itu semakin merenggang, dan mereka bahkan semakin jarang bertemu serta jarang berkomunikasi.
"Bang Al!"
Lamunan Algian buyar, pemuda itu menoleh dan mendapati Firsa yang baru saja datang sambil membawa segelas minuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...