"WHAT THE F—"Lanta membekap mulut Abiana yang hendak menjerit dengan lantangnya. Dengan cepat, Lanta pun membawa Abiana untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Berisik, Abi! Tetangga nanti ngamuk!" Peringat Lanta ketika mereka berdua kini sudah berada di ruang tengah rumahnya Lanta.
Abiana membalikan badannya, dia menatap Lanta dengan shock. "Lo abis ngapain Lanta?! Lo dikejar setan?! Di mana?!" Tanyanya heboh, dia menatap Lanta tidak percaya.
Lagipula Abiana tidak shock bagaimana? Saat ini dia melihat sosok sahabatnya yang sangat urak-urakan.
Baru kali ini Abiana melihat Lanta pulang sekolah dengan keadaan yang kacau begini. Seragamnya yang dibaluti oleh jaket itu mencuat keluar, beberapa kancing atasnya terbuka, menampilkan sedikit dadanya, lalu celana di bagian lututnya sedikit robek, kemudian rambut pemuda itu sangat berantakan, belum lagi wajahnya yang di penuhi oleh bercak darah dan ada sedikit luka lebam.
Untuk pertama kalinya Abiana melihat Lanta dengan keadaan yang seperti ini.
"Lo abis ngapain Lanta gue tanya?" Abiana menarik lengan Lanta, membawa pemuda itu ke sofa kemudian menghempaskan tubuh pemuda itu ke sana.
Kini Abiana berdiri di depan Lanta, matanya menatap Lanta serius.
Lanta balik menatapnya, "gue abis perang." Jawabnya sambil melepaskan jaket berwarna hitamnya.
"PERANG DIMANA?!"
"Abi, mending lo bantu gue obatin luka gue dulu. Sambil ngobatin, nanti gue cerita." Kata Lanta menenangkan, karena Abiana terlihat sudah emosi, sahabatnya itu bahkan seperti ingin memakan orang.
Menghela napas untuk menetralkan rasa khawatir dan emosinya, akhirnya Abiana pun berbalik untuk pergi mengambil obat-obatan.
Menghabiskan waktu selama lima menit, Abiana kembali lagi sambil membawa sebaskom air hangat, handuk, obat merah, perban, dan juga beberapa plester.
Namun Abiana tertegun ketika melihat Lanta yang sudah melepaskan baju seragamnya, kini dia bertelanjang dada. Sehingga tubuhnya yang sedikit kurus, namun atletis itu terpampang dengan jelas. Lalu Abiana terpaku pada luka lebam yang ada di perut pemuda tersebut, membuat gadis itu mendengus sambil mendudukan badannya di samping Lanta.
Akhirnya dalam diam. Abiana pun membersihkan bercak-bercak darah yang menodai wajahnya Lanta, setelah itu dia memberikan obat merah pada beberapa luka goresan yang terlihat.
Sesekali Lanta meringis karena merasa perih.
"Lo abis dilecehin apa gimana?" Tanya Abiana dengan lempengnya, "lukanya ampe ke perut-perut segala." Sambungnya membuat Lanta melotot.
"Mulut lo bisa di filter gak? Sembarangan aja kalau ngomong!" Protes Lanta, "luka ini tuh gara-gara gue di tendang." Tunjuk pemuda itu pada luka lebam di perutnya.
"Lanta, ini pertama kalinya lo kayak gini. Lo abis perang sama siapa? Dan kenapa?" Tanya Abiana lagi.
Akhirnya Lanta pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya satu jam yang lalu kepada Abiana. Selama itu pula emosi Abiana naik turun ketika mendengar ceritanya.
"JADI SI SANTO YANG NYERET LO JADI KAYAK GINI?!" Teriak Abiana yang sudah sangat emosi, "EMANG YA BOCAH TENGIK ITU HOBINYA BAWA MASALAH, PAKE NGELIBATIN LO SEGALA LAGI!!"
"Abi, jangan teriak-teriak! Kalau di grebek warga 'kan nggak enak!" Tegur Lanta lagi.
Jari-jari Abiana meremas handuk basah dengan kuat, dia sepertinya marah sekali.
"Jangan cuman Santo yang disalahin, karena kali ini bukan dia yang mukulin gue. Tapi anak-anak dari SMA Gerhana." Kata Lanta lagi memperjelas, "gue nggak nyangka kalau gue bakal terseret ke dalam kejadian kayak gini. Bahkan gue..." Lanta tidak melanjutkan perkataannya, dia memilih untuk menyandarkan kepala dan punggungnya pada sandaran sofa.
"Padahal dari dulu gue selalu menghindari masalah yang kayak gini. Gue pengen hidup tenang dan damai. Tapi akhir-akhir ini ketenangan gue jadi terganggu." Kata Lanta lagi, dia menutup wajahnya menggunakan telapak tangan dengan frustasi.
Abiana yang melihat itu menghela napasnya. Dia kemudian menyimpan handuk yang sempat di remasnya ke dalam baskom kembali.
"Lanta, gue bersyukur lo nggak terluka parah. Tapi jujur aja, gue marah banget liat keadaan lo hampir babak belur kayak gini." Ucap Abiana dengan suara yang lebih pelan dari sebelumnya. "Kalau dipikir-pikir, lo jadi terlibat karena lo dengan tidak beruntungnya selalu ada di sekitar orang bermasalah di waktu yang nggak tepat."
"Menurut gue, lo harus menghindari mereka semua. Kalau bisa jangan deket-deket sama mereka gimana pun keadaannya." Kata Abiana dengan serius.
Lanta masih bertahan pada posisinya, tetapi dia mendengarkan setiap perkataan yang Abiana ucapkan.
"Gue pengen balik ke masa tenang gue lagi! Gue cuman pengen fokus sama study gue!" Seru Lanta, dia menegakan badannya. "Kalau gini terus, apa gue harus pindah sekolah aja?!" Lanjutnya seolah tercerahkan.
Mendengar perkataan tersebut, Abiana yang duduk di samping Lanta tiba-tiba saja menjambak rambut pemuda itu dengan geram, "berani-beraninya lo punya pikiran pengen pindah sekolah dan ninggalin gue!"
"Lo juga ikutan pindah sama gue lah!"
"Nggak semudah itu Galanta!"
"Kalau soal biaya biar gue yang ngurusnya! Nyogok sekolah lama biar ngelepasin kita terus nyogok sekolah baru buat nerima kita, itu gampang!"
"Lo kalau kayak gini serem, anjir!"
"Kenapa? Lo nggak mau pindah sekolah bareng gue? Tenang aja, biar gue yang bilang dan minta izin sama bunda lo, itu juga perkara muda—aduh!"
Lanta meringis karena Abiana menjitak kepalanya.
"Kenapa lo malah ngejitak gue, sih?!" Protes Lanta kesal.
"Biar kewarasan lo balik!" Balas Abiana tak kalah sebal, "lo harus tenang dulu. Jangan asal ngambil keputusan. Mungkin sekarang rumit buat lo, karena lo udah terlibat sama berandalan. Tapi mau gimana lagi? Lo nggak bisa menghindar, lo nggak bisa kabur gitu aja. Kalau lo kabur, lo bakal disebut pecundang!" Seru Abiana.
Lanta mengepalkan kedua tangannya, dia bangkit berdiri, "gue emang pecundang! Karena dari dulu gue selalu berusaha buat ngehindarin masalah. Tapi asal lo tahu, masalah itu bukan gue pemicunya, jadi kenapa harus gue yang menyelesaikannya?"
Mendengar balasan Lanta membuat Abiana mengatupkan bibirnya. Dia jadi merasa bersalah karena sudah mengatakan hal itu seenaknya. Sekarang Abiana terlihat menyesal, dia hendak meraih tangan Lanta namun pemuda, itu keburu berjalan meninggalkannya.
"Lanta, gue—"
"Makasih udah bantuin gue. Mending lo pulang aja, besok lo harus sekolah." Balas Lanta yang mulai menghilang karena dia masuk ke dalam kamarnya.
Kini hanya Abiana sendirian yang ada di ruang tengah rumah Lanta. Padahal awalnya Abiana hanya ingin menunggu Lanta di depan rumahnya dan mengajak pemuda itu untuk makan bersama, tetapi keadaannya jadi kacau seperti ini.
Tubuh Abiana terasa lemas, dia mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu tanpa sengaja, Abiana pun melihat seragam putih milik Lanta yang tergeletak.
Ada yang menarik perhatiannya, sehingga Abiana mengambil seragam itu lalu melebarkannya, mata Abiana membulat ketika melihat ada banyak noda darah di bagian punggungnya. Dengan tangan bergetar, Abiana pun menoleh ke arah sandaran sofa yang sebelumnya Lanta tempati.
Dan benar saja, di sandaran sofa berwarna abu-abu itu terdapat sebuah noda basah yang terlihat baru, ketika Abiana menyentuhnya, ternyata itu adalah sebuah noda merah yang ternyata adalah darah.
•••
Jangan lupa vomment!!
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...