"Pipimu kenapa merah begitu, Lan?"
Kaki Lanta berhenti melangkah kala sang Mama yang sedang duduk di kursi ruang tengah itu bertanya.
Pemuda tinggi tak berisi itu kemudian menyalami tangan sang Mama dengan lesu. "Kejedug meja." Bohongnya sambil melepas tas sekolahnya.
Dia pun menjatuhkan beban tubuhnya di sofa samping sang Mama.
Sakura—nama dari Ibunya Lanta itu menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Ia pun kemudian melanjutkan aktivitas membaca majalah yang sebelumnya tertunda.
Lanta bergeming di tempatnya. Pemuda bersurai hitam menoleh ke arah sang Mama dengan pupil mata yang membesar. Kemudian tiba-tiba saja dia berlutut tepat di depan kakinya Sakura.
Tentu saja Sakura terkejut dengan kelakuan anak semata wayangnya itu.
"Ma, Lanta mau pindah sekolah." Pinta Lanta dengan ekspresi yang tegas namun tersirat jika dia sedang memelas.
Sebuah geplakan mendarat di kepalanya Lanta. Pelakunya adalah sang Papa yang baru saja tiba.
Pak Gaga duduk di samping istrinya. Membuat Lanta yang masih bertahan di posisinya mendengus kesal.
Sejak kapan Pak Gaga yang sebelumnya bertugas di Sumatera itu pulang? Lanta kira Ayahnya itu sangat betah di sana sampai melupakan rumah.
"Kenapa mau pindah?" Tanya Pak Gaga dengan suara beratnya.
Pasangan suami istri yang merupakan orangtua dari Galanta Angkasa itu menatap anaknya yang saat ini berlutut di depan kakinya Sakura. Mereka menatap sang anak dengan tatapan tanya.
"Lanta enggak cocok sekolah di Yudistra." Dustanya.
Padahal Lanta meminta pindah itu karena dia tidak mau menghadapi berandalan sekolah yang bernama Algian. Benar-benar, mental Lanta belum siap jika harus berhadapan terus dengan pemuda keturunan setan tersebut.
Bisa-bisa dia akan menderita jika hidup berdampingan dengan Algian di sekolahan.
Memang sih, pada awalnya dia baik-baik saja karena tidak pernah mengusik Algian. Tetapi kejadian tadi siang itu, benar-benar menjadi sebuah peringatan jika hidup Lanta tidak akan tenang seperti sebelumnya.
"Enggak cocok apanya? Kamu dari pertama masuk ke SMA itu udah jadi murid terpintar di satu sekolahan, loh." Puji Sakura. "Apanya yang enggak cocok coba?" Tanyanya sambil menoleh ke arah Pak Gaga yang saat ini sedang merangkulnya.
Lanta berdecak pelan. Pemuda itu menatap kedua orangtuanya dengan kesal. Mereka tidak tahu, SMA Yudistra itu aslinya seperti apa.
"Lagian kalian kenapa masukin Lanta ke sekolah itu? Udah tahu itu bukan sekolah favorit sama bukan sekolah negeri. Lanta itu pinter, harusnya masuk sekolah negeri yang favorit!" Protes Lanta dengan emosi, membuat Pak Gaga langsung menjitak kepala anak tunggalnya tersebut.
Pak Gaga memelototinya, membuat Lanta memalingkan wajahnya. Dia memilih untuk menatap Sakura dari pada menatap Pak Gaga yang terlihat galak.
"Mama sama Papa itu sengaja masukin kamu ke SMA Yudistra. Alasannya karena itu sekolah baru, orang pinternya juga masih sedikit. Nah, karena kamu pinter, itu jadi kesempatan emas kamu untuk berada di posisi pertama. Dan terbukti 'kan? Kamu peringkat pertama di angkatan? Ikut lomba kesana-sini dan mendapat juara juga." Papar Sakura terdengar masuk akal.
"Coba kalau kamu masuk ke sekolah negeri terfavorit. Emang mental kamu siap gitu bersaing sama orang-orang yang lebih pinter dari kamu? Mama enggak mau bikin kamu stress dan bikin pasien Mama nambah, Lanta." Lanjut Sakura.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...