Lagu berjudul Cruel Summer yang di bawakan oleh Taylor Swift mengalun cukup kencang dari dalam rumah.
Alis Algian terangkat karena ada suara seseorang juga yang sedang bernyanyi. Algian yang sudah memasuki rumah menoleh ke sana kemari untuk mencari sumber suara, mata runcingnya kemudian menoleh ke halaman belakang, di sana dia melihat bayangan seseorang yang sedang menari.
Akhirnya pemuda yang masih memakai seragam batik SMA Yudistra itu berjalan ke arah pintu kaca yang menghubungkan rumah dengan halaman belakang.
Ternyata di luar sana ada Firsa yang sedang menyiram tanaman sambil bernyanyi mengikuti lirik lagu dari Taylor Swift tersebut. Gadis itu juga sesekali menari mengikuti alunan musiknya, membuat selang air yang dia pegang terkadang bergerak ke sana kemari.
Algian mengulum senyum, dia bersandar di pintu, melipat kedua tangannya di depan dada dan memperhatikan Firsa yang asik dengan dunianya sendiri.
Sampai akhirnya Firsa yang berbalik tak sengaja bertatapan dengan Algian, dan saat itu juga selang air yang Firsa pegang terarah kepada Algian membuat Algian menghalangi wajah karena terkejut.
Algian mengusap wajahnya yang terkena air, "gue bukan tanaman, woy! Ngapain lo siram?"
"Biar otaknya tumbuh!" Seru Firsa kesal, dia kembali menyiram tanamannya tanpa dosa.
Padahal Algian sudah setengah basah karena ulahnya. Namun meskipun begitu, Algian tertawa. Dia pun menghampiri adiknya itu.
"Asik banget kayaknya." Celetuk Algian.
"Apa? Mau gue siram lagi, bang?"
"Jangan lah!"
Firsa berjalan menjauh, dia mematikan lagu, lalu kembali menyiram tanamannya. Beberapa dari tanaman ada yang berbunga membuat taman yang cukup luas itu terlihat sedikit berwarna-warni.
Kaki Algian berjalan mendekati Firsa, "Sa," panggilnya.
"Hm?" Firsa menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.
Algian menunduk, melihat keran yang terhubung ke selang air yang saat ini Firsa pegang. Tangan Algian pun mematikan kerannya, membuat Firsa terdiam lalu menoleh penuh tanya.
"Maaf."
Sudah lama Algian ingin mengatakan itu kepada Firsa. Namun dia selalu tidak mempunyai kesempatan untuk mengatakannya—tidak, lebih tepatnya Algian tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan itu kepada adiknya.
"Maaf?"
"Gue minta maaf." Ulang Algian.
Firsa terdiam, dia menatap Algian yang juga sedang menatapnya. Firsa dan Algian sama-sama mempunyai mata yang cukup runcing, bentuk wajah mereka juga hampir sama. Terlihat jelas sekali jika mereka mempunyai hubungan sedarah.
"Nggak, harusnya gue yang minta maaf. Maaf karena gue egois,"
"Lo nggak egois. Justru gue yang nggak tahu diri. Gue minta maaf tentang semuanya. Maaf karena selama ini gue belum bisa jadi abang yang baik buat lo, maaf karena gue belum bisa bikin lo bahagia, maaf karena gue, lo sering dapet tekanan dari ayah, maaf karena gue, lo banyak menderita. Gue bener-bener minta maaf." Algian berkata dengan lirih, dia menatap Firsa dengan sendu. "Maaf, karena sejak mama pergi, seharusnya gue selalu ada buat lo. Tapi justru gue malah pergi dan sembunyi. Gue malah menutup diri, padahal lo ada di sini, sendirian, dan lo lebih menderita."
Algian merasa sesak, dia teringat akan kelakuannya dulu yang sangat tidak memedulikan Firsa. Saat ibunya meninggal, Algian memilih pergi dari rumah Ayahnya ini, dan dia tinggal di rumah peninggalan ibunya. Padahal saat itu Firsa juga sama-sama mengalami masa sulit, tetapi dia ditinggal sendirian di rumah ini bersama sang ayah yang sering mengalami kesibukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...