Keesokan harinya Lanta dipaksa agar tidak masuk sekolah oleh Abiana. Sahabatnya itu menyuruh Lanta untuk beristirahat di rumah saja dan dilarang pergi kemana-mana.
Pagi tadi, saat Abiana sudah rapi dengan seragam sekolahnya, dia datang ke rumah Lanta dan mencegah pemuda itu yang hendak bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
"Pokoknya, hari ini lo istirahat aja! Ini gue bawa makanan, tadi bunda yang masak. Terus gue juga beliin lo cemilan biar enggak bosen. Jadi lo enggak usah kemana-mana!" Larang Abiana seraya menarik lengan Lanta agar duduk di sofa ruang tengah.
"Abi, yang luka wajah gue, bukan kaki gue. Gue nggak lumpuh." Sahut Lanta membuat Abiana berkacak pinggang.
"Enggak mau tau, pokoknya lo harus istirahat! Jangan takut ketinggalan pelajaran, nanti gue minta materi ke anak kelas lo. Jadi lo tenang aja!"
Akhirnya Lanta hanya bisa menurut pagi itu. Mau tidak mau dia pun berdiam diri di dalam rumahnya sendirian, karena orangtuanya belum juga pulang.
Padahal nyatanya dia benar-benar ingin pergi ke sekolah. Meskipun tidak ada yang spesial, setidaknya jika di sekolah Lanta bisa lebih produktif.
Kegiatan Lanta di rumah hanyalah membaca berbagai buku pelajaran, sehingga saat ini di ruang tengah rumah pemuda itu dipenuhi oleh tumpukan buku dan beberapa kertas berisi coretan berbagai rumus.
Lanta memilih untuk diam di tengah rumah karena di sana dia dekat dengan dapur, lalu dia juga bisa melihat halaman depan yang cukup menyejukan. Lagipula berdiam diri terus di kamar membuat Lanta bosan.
Jam menunjukan pukul empat sore. Harusnya Abiana sudah pulang, namun sampai sekarang gadis itu belum terlihat batang hidungnya. Sebenarnya sore ini juga Lanta harus pergi untuk les, tetapi dia memilih untuk izin.
Lanta merasa bosan, dia merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil memandangi langit-langit ruangan dengan tatapan kosong. Rasanya sepi dan sunyi. Hanya terdengar suara air mancur yang ada di halaman depan rumahnya.
Lanta menarik napas dalam-dalam, dia benar-benar menikmati keheningan. Namun tak berselang lama, dia mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumahnya. Lalu tak lama dia mendengar suara bel rumahnya berbunyi.
Mau tidak mau Lanta bangkit, dia pun berjalan keluar rumah, berdiri di teras dan melihat ke arah gerbang rumahnya yang tertutup. Di balik gerbang tinggi itu berdiri seorang gadis yang menenteng satu buah plastik besar. Rambutnya terurai, dan dia memakai seragam batik sekolahan. Batiknya berbeda dengan batik sekolahan yang Lanta punya, sehingga Lanta yakin jika gadis itu bukanlah Abiana.
Lanta pun berjalan menghampiri gerbang, dia terkejut ketika melihat seorang gadis yang ada di balik gerbang itu ternyata Azriella Firsa yang merupakan teman satu lesnya.
"Hai, Lanta!" Sapa Firsa dengan ceria.
Lanta langsung membuka gerbang lalu membiarkan Firsa masuk ke dalam. "Firsa, kok lo bisa ada di sini?"
Firsa nyengir kuda.
"Gue mau jenguk lo. Katanya lo sakit, ya? Gue khawatir jadi gue ke sini. Ini buat lo." Lanta menerima satu plastik besar berisi makanan yang Firsa berikan.
"Makasih, Sa. Tapi, kok lo bisa tahu rumah gue?"
"Eumm... gue dapet alamat lo dari abang gue." Jawab Firsa membuat Lanta terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...