Seorang pemuda tinggi tak berisi sedang berdiri di depan sebuah cermin. Dia memandangi pantulan dirinya di sana, memperhatikan bentuk tubuh kurusnya yang terbalut seragam sekolah.
Lanta mengembuskan napasnya jengah, pemuda itupun akhirnya meraih tas sekolah yang tergeletak di atas kasur dan berjalan keluar dari dalam kamarnya.
"Papa ada tugas di Papua, enggak tau sampai kapan. Terus Mama mau ke Jakarta, ngurus rumah sakit yang ada di sana."
Lanta menoleh ke arah Sakura yang berjalan di sampingnya untuk menuruni tangga. Mendengar perkataannya hanya bisa membuat Lanta menganggukan kepala.
Sakura tersenyum, dia mengusap kepala sang putra dengan sayang. "Jangan sampai telat ibadah, makan, sama belajar, ya!" Pesannya.
Sekali lagi Lanta menganggukkan kepalanya patuh, dia pun menyalami tangan sang Mama. "Hati-hati di jalan, Lanta berangkat." Pamitnya.
"Enggak sarapan dulu?"
"Sarapan di sekolah aja."
Setelah itu Lanta pun berlalu pergi, meninggalkan Sakura yang hanya bisa memandangi punggung sang anak yang mulai menghilang di balik pintu utama.
Sebenarnya Lanta merasa tidak terima karena lagi-lagi dia tidak bisa berkumpul bersama dengan keluarganya dalam waktu yang lama. Namun mau bagaimana lagi, mereka sibuk bekerja pun untuk Lanta juga.
Lanta menghirup udara pagi yang segar ketika dia sudah berada di luar. Pemuda tinggi tak berisi itu berjalan menuju rumahnya Abiana. Untuk sampai ke rumah gadis itu, Lanta hanya perlu melewati lima rumah saja.
Padahal Lanta belum sampai ke rumah Abiana, tetapi dari kejauhan, irisnya sudah menangkap sosok Abiana yang berdiri di depan gerbang rumahnya.
Gadis yang saat ini menenteng skateboard berwarna hitam itu melambai-lambaikan tangannya dengan ceria.
"Ini masih pagi tapi muka lo udah minta di setrika." Celetuk Abiana saat Lanta sudah berada di dekatnya.
Kedua anak muda itu pun akhirnya berjalan bersama untuk menuju jalan raya. Mereka berdua selalu pergi ke sekolah menggunakan angkutan umum, dan sejak masuk ke SMA mereka selalu berangkat bersama.
"Bukan muka gue yang minta di setrika, tapi muka lo tuh, terlalu ceria." Balas Lanta membuat Abiana terkikik.
"Harusnya sekarang ini gue pasang ekspresi panik gak sih. Soalnya sekarang gue mau balikin ini barang!" Kata Abiana sambil mengangkat skateboard yang dia pegang. "Gue deg-degan banget gila, udah kayak mau ketemu malaikat maut aja hari ini, tuh." Sambungnya terlihat dramatis.
Tawa Lanta pun mengudara, "siapin mental ya, Bi. Kalau lo butuh bantuan, jangan panggil gue. Gue enggak bakal datang." Katanya sambil menahan tawa.
Abiana menimpuk lengan Lanta menggunakan skateboard dengan pelan. "Lo jahat banget! Harusnya kebalikannya, dong!
"Lo lebih jahat. Enggak bilang makasih padahal udah di tolongin." Sindir Lanta membuat Abiana berdecak.
"Hari ini mau bilang, sekalian ngasih ini barang. Sekalian juga gue mau ngambil ikan cupang punya gue yang kemarin dia bawa!" Kata Abiana dengan sewot.
Lanta yang mendengar dan melihat raut wajah Abiana yang terlihat kesal itu terkekeh, dia pun mengambil skateboard yang Abiana pegang untuk membawanya. "Biar gue aja yang bawa, berat. Nanti lo makin pendek." Ejeknya.
"HEH APA HUBUNGANNYA?!"
Lagi-lagi Lanta tertawa melihat ekspresinya Abiana.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...