Lanta bersedia untuk bergabung dengan Algian, begitupula dengan Abiana. Tentu saja, gadis itu pasti akan mengikuti keputusan Lanta.
Mendapatkan dua orang pintar yang cukup berpengaruh di kalangan guru-guru SMA Yudistra, tentu saja membawa keuntungan bagi Algian. Mungkin berbicara dengan kepala sekolah akan lebih mudah jika dilakukan oleh mereka berdua. Tetapi sayangnya, ketika Algian dan Lanta mendatangi ruangan kepala sekolah dan memberitahu tujuan serta meminta persetujuan. Kepala sekolah pria paruh baya itu justru menolaknya.
"Tidak akan ada yang berubah meskipun osis diadakan lagi." Katanya.
Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh kepala sekolah, karena itu membuat Algian dan Lanta yang duduk berdampingan mengernyit heran sekaligus penasaran.
"Setidaknya kita harus berusaha. Tempat ini sekolahan, dan sudah banyak yang memberikan sekolah ini dengan julukan sarang preman. Murid-murid di sini banyak yang tidak menaati aturan, dan itu mengganggu kenyaman murid-murid yang lain." Lanta menjelaskan, berusaha untuk meyakinkan kepala sekolah yang saat ini duduk di balik mejanya. Di atas meja itu terdapat papan nama yang cukup mengkilap, tertulis nama Herman Elangga M.M.Pd.
"Memangnya ada apa dengan julukan itu? Itu memang kenyataannya. Tidak ada yang bisa merubah mereka, meskipun kami guru-guru sudah berusaha. Kami saja tidak bisa, apalagi kalian? Jangan membahayakan diri kalian sendiri, niat kalian memang bagus, tetapi hal itu bisa membawa kalian pada masalah."
Tangan Algian terasa gatal, rasanya dia ingin memukul meja dan berteriak di depan wajah kepala sekolah yang baru saja berkata dengan santai. Algian tidak tahu, mengapa Pak Herman seperti tidak mau osis di adakan lagi, padahal itu akan membawa dampak besar bagi ketentraman dan kenyamanan sekolah.
"Apakah bapak ingin SMA Yudistra terus seperti sekarang? Apa bapak tidak memedulikan keamanan dan kenyamanan murid-murid lain? Kasian murid yang sudah menjadi korban. Pembullyan, pemalakan, bahkan tak jarang ada kekerasan yang dilakukan murid yang lebih kuat kepada yang lebih lemah. Seharusnya ada tindakan lebih tegas yang dilakukan oleh pihak sekolah kepada mereka yang menjadi penindas. Sejauh ini saya tidak melihat adanya tindakan serius atau tanggapan yang serius dari pihak sekolah. Mereka seolah-olah menutup mata dengan berbagai kejadian yang ada di sini."
Algian terkejut, dia menoleh kepada Lanta yang duduk di sampingnya. Algian tidak menyangka jika Lanta akan menjelaskan secara gamblang, dia bahkan menyinggung kinerja pihak sekolah tanpa terlihat takut.
Kepala Algian menoleh kepada kepala sekolah, ingin melihat reaksinya. Dan ternyata Pak Herman hanya terdiam tanpa memperlihatkan ekspresi marah atau tidak suka. Dia terlihat biasa.
"Tolong setujui saja permintaan kami. Kami tidak akan menyusahkan bapak. Kami akan melakukannya dengan cara kami sendiri." Kata Lanta akhirnya, kali ini suaranya terdengar lebih melunak dan memelas.
Pak Herman masih diam, dia memandangi Lanta kemudian Algian. Setelah menghela napas panjang, Pak Herman pun akhirnya mengangguk, "baiklah. Lakukan saja sesuka kalian."
Saat itu juga Algian tersenyum tipis, di bawah meja, dia dan Lanta bertos ria. Akhirnya persetujuan sudah di dapatkan.
•••
"Ternyata lo berani juga, Lan."
Pembicaraan Lanta dan kepala sekolah membuat Algian terkesan. Di dalam ruangan kepala sekolah tadi yang berbicara hanya Lanta, dan di sana Algian hanya diam saja mendengarkan, dia hanya sesekali menimpali. Karena Algian sudah mempercayakan semuanya kepada Lanta. Sebelumnya mereka memang sudah berdiskusi jika yang berbicara nanti cukup satu orang saja, dan Algian setuju yang berbicara itu adalah Lanta.
Keputusan itu ternyata memang tepat. Karena Lanta berhasil membuat kepala sekolah setuju dengan didirikannya osis kembali.
"Itu karena gue udah nggak tahan. Meskipun sebenarnya gue awalnya ragu buat ngomong kaya gitu." Lanta membalas ucapan Algian.
Senyuman miring terpampang di wajah tampan Algian. Saat ini mereka berdua keluar dari ruangan kepala sekolah dan sedang berjalan di koridor.
"Berkat lo, kita udah dapat persetujuan. Thanks, Lan."
"Nggak masalah."
Koridor kelas saat ini tidak terlalu ramai, hanya ada sebagian murid yang berkeliaran. Beberapa dari mereka memandang ke arah Algian dan juga Lanta. Bertanya-tanya mengapa orang terpintar dan terkuat di SMA Yudistra bisa terlihat dekat dan akrab. Padahal awalnya mereka terlihat tidak saling mengenal.
Langkah Algian terhenti ketika di depan tangga yang menuju ke deretan kelas dua belas. Algian menoleh ke arah Lanta, "lo duluan aja, gue ada urusan." Katanya.
Kepala Lanta mengangguk, "oke."
Setelah itu mereka berdua pun berpisah. Lanta berjalan lurus, sedangkan Algian berbelok menaiki beberapa tangga.
Dia ingin menemui seseorang. Dan seseorang yang Algian maksud tepat sekali sedang berada di depan kelas sambil membaca sebuah buku. Melihatnya Algian terkekeh geli.
"Calon dokter emang beda, ya." Celetuk Algian membuat pemuda yang sedang membaca sambil bersandar ke tembok pembatas itu mendongak.
Jay terkekeh, "Aamiin." Balasnya, "ada apa?"
Algian ikut bersandar pada tembok, dia menunduk untuk menatap ke lapangan yang ada di bawah sana yang sepi.
"Osis mau di adain lagi." Kata Algian akhirnya.
Jay menutup bukunya, dia menatap Algian, "lo serius?"
Kepala Algian mengangguk. Jay pasti terkejut dengan perkataan Algian itu. Pasalnya Jay adalah orang yang berkuasa pada saat osis masih ada, tetapi pada saat itu juga osisnya di bubarkan begitu saja.
Algian juga sebelumnya tidak pernah memberitahukan rencananya itu kepada Jay. "Kepala sekolah juga udah setuju."
"Dulu 'kan osis di bubarin sama kepala sekolah juga."
"Emang. Tapi berkat Lanta, kepala sekolah berhasil buat diyakinin dan akhirnya setuju osis di adain lagi."
Jay terdiam, dia seolah sedang memikirkan beberapa hal. Mungkin juga perkataan Algian jadi mengingatkan Jay kepada kejadian yang menimpa pacarnya, Anis.
"Gue nggak bisa berkomentar apa-apa." Kata Jay, "gue yakin, lo pasti punya rencana. Dan rencana apapun itu, gue pasti dukung lo."
"Yang gue butuhin cuman dukungan lo itu."
Jay mengangguk, "kali ini gue serahin semuanya sama lo, Al. Gue harap di angkatan lo kali ini, SMA Yudistra berhasil berubah sepenuhnya. Gue nggak bisa bantu banyak, karena gue harus mulai fokus sama ujian. Tapi, kalau lo butuh bantuan, apapun itu, lo bilang aja ke gue."
"Oke. Gue juga berharap rencana kali ini bakalan berhasil."
"Semoga kali ini nggak akan ada korban."
"Gue juga berharap begitu."
"Oh ya," Algian menoleh, "yang harus lo waspadain itu Gentar." Kata Jay mengingatkan.
Algian menatap seniornya itu, dia kemudian mengangguk. Gentar, nama itu memang tidak asing bagi Algian. Gentar adalah senior Algian juga, dia satu angkatan dengan Jay, tetapi mereka beda jurusan.
Di angkatan Jay, hanya Gentar yang sering memberontak. Dia seseorang yang menentang adanya osis, dan sebenarnya Gentar adalah penggerak yang sering membawa murid-murid untuk melakukan hal keburukan, seperti tawuran.
"Oke, gue bakal inget itu." Balas Algian akhirnya.
•••
Jangan lupa vomment, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...