Lanta bersin tepat ketika ia menaruh kotak P3K di atas meja. Dia kemudian mengusap hidungnya yang terasa gatal.
Pemuda tinggi yang hanya memakai celana panjang dan bertelanjang dada itu akan mengganti perban yang membaluti punggungnya.
Tadi malam ibunya pulang ke rumah, tetapi Lanta menyembunyikan semua luka yang ada di tubuhnya sehingga sang ibu tidak curiga. Lalu saat pukul empat pagi sang ibu sudah berangkat kembali ke rumah sakit, sehingga ibunya tidak tahu jika hari ini Lanta tidak masuk sekolah.
Sebenarnya Lanta ingin sekolah saja, ia tidak mau ketinggalan pelajaran. Tetapi lagi-lagi Abiana melarangnya, membuat Lanta mau tidak mau akhirnya tidak sekolah dan menetap di rumah.
Jam menunjukkan pukul lima sore ketika Lanta mendudukan bokongnya di sofa ruang tengah. Pemuda dengan rambut yang sedikit berantakan itu menatap kotak P3K yang ada di atas meja.
Rumahnya terasa sangat sepi, Lanta bahkan bisa mendengar detak jarum jam dengan sangat jelas.
Menghela napas, Lanta pun membuka kotak P3K kemudian mengeluarkan alat-alat yang dia perlukan, tepat ketika Lanta hendak membuka perban yang menutupi sebagian dada dan punggungnya, tiba-tiba saja bel rumah berbunyi membuat Lanta mengurungkan niatnya.
Lanta melirik pintu, menduga-duga siapa yang datang ke rumahnya. Jika Abiana, biasanya gadis itu langsung masuk tanpa menekan bel rumah.
Akhirnya Lanta meraih kaos hitam yang tersimpan di sandaran sofa, dia memakainya dengan cepat sambil bangkit berdiri. Lanta berjalan menuju pintu, membuka pintu utama tersebut yang sebenarnya tidak dia kunci.
Sesosok gadis berkepang dua muncul. Dia memakai seragam batik yang tidak terlalu asing di mata Lanta.
"Sore, Lanta."
Sapaan itu membuat Lanta menatap mata gadis di depannya, Lanta sempat tertegun ketika melihatnya, ia seakan tidak percaya dengan kehadiran seseorang yang saat ini berdiri di hadapannya.
Gadis berkepang dua yang ternyata Firsa itu tersenyum malu-malu, "sorry, gue tiba-tiba dateng ke rumah lo, gue kebetulan abis kerja kelompok di rumah temen gue sekitar sini, dan gue pengen mampir aja ke rumah lo." Cengirnya.
Lanta memberikan senyumannya, "kalau gitu, ayo masuk aja, Sa."
Akhirnya Firsa pun masuk ke dalam rumah Lanta. Lanta membawanya menuju sofa ruang tengah.
"Oh iya, ini buat lo." Firsa menyerahkan sebuah kantong belanjaan berisi buah-buahan.
"Ya ampun, Sa. Lo nggak perlu repot-repot. Kayak yang ke rumah siapa aja." Ujar Lanta, "tapi, makasih ya." Sambungnya sambil tersenyum.
"Nggak pa-pa. Gue ngerasa nggak enak kalau datang ke rumah lo tanpa bawa apa-apa. Mana gue datangnya tiba-tiba." Kekeh Firsa membuat Lanta mengulum senyum. "Sebenernya gue kangen sama lo, sih."
Lanta tertegun, dia yang sedang mengintip isi kantong yang Firsa berikan mendongak lalu menatapnya bingung, "padahal baru kemarin kita ketemu?" Balas Lanta seperti ragu.
Tawa Firsa mengudara, "aneh, ya. Meskipun kemarin ketemu, tapi gue kangen. Soalnya hari ini nggak ada les, jadi kita nggak bisa ketemu lagi. Makanya gue sengaja datang ke sini pas kebetulan ada kerja kelompak di rumah temen gue di daerah sini."
Lanta baru tahu jika ternyata Firsa bisa blak-blakan seperti ini. Akhirnya Lanta hanya menganggapinya dengan senyuman. Tidak dipungkiri jika sebenarnya Lanta pun senang dengan kehadiran Firsa di rumahnya.
"Lo selalu sendiri, Lan?"
"Iya. Ibu gue kerja, berangkat pagi pulang malam. Kadang nggak pulang juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...