"Eh, tau enggak? Katanya tadi malam si Santo dihajar sama Algian, loh."
"Santo si ketua geng sama tukang palak itu bukan, sih?"
"Iyaaa! Ah, syukur deh kalau hari ini dia sampe enggak sekolah. Soalnya gue pernah di palak tuh sama dia. Uang jajan gue seratus ribu melayang gitu aja."
Percakapan dua orang gadis yang berjalan di depan Algian itu terus berlanjut sepanjang perjanan di koridor kelas. Mereka berdua tidak tahu, jika orang yang sedang dibicarakan itu sedang berjalan di belakang mereka.
Algian terlihat santai, tidak berniat untuk masuk ke dalam percakapan seru dua gadis yang ada di depannya, dia hanya diam dan mendengarkan.
Pemuda dengan plester luka di dahi itu mengeluarkan gagang permen dari dalam mulutnya, dia pun melemparkan gagang tanpa permen tersebut ke dalam tong sampah yang kebetulan ada di sana.
Dengan santai, Algian pun akhirnya berjalan melewati dua orang gadis yang sedang berbincang seru tersebut.
Hal itu membuat kedua gadis yang sedang mengobrol langsung mematung di tempatnya ketika melihat pemuda dengan seragam yang dikeluarkan itu berjalan melewati mereka begitu saja.
Mereka berdua mulai panik. Mereka tentu saja terkejut dengan kehadiran Algian yang secara tiba-tiba. Mereka mengira-ngira, apakah Algian mendengarkan percakapannya atau tidak.
Algian sendiri mengabaikan dua orang gadis yang sedang panik tersebut. Pemuda tinggi itu berbelok menuju tangga untuk naik ke kelasnya yang ada di lantai tiga.
Saat di belokan tangga pertama, Algian menemukan lima orang siswa yang sedang memalak satu orang pemuda.
Mendengus, Algian pun mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dari dalam saku seragamnya.
Pemuda tinggi itu melemparkan uang yang sudah diremas-remas tersebut ke arah kerumunan para pemalak, membuat mereka semua—termasuk sang korban pemalakan—menoleh ke arah Algian secara serentak.
"Beliin gue sprite sama permen milkita. Kembaliannya buat lo semua."
Setelah mengatakan hal itu, Algian melanjutkan perjalanannya menaiki tangga. Membuat lima orang pemalak itu langsung mengambil uang tersebut dan hendak menyuruh si korban palak untuk membelikannya.
Namun, Algian menghentikan langkahnya kembali. Dia menoleh ke belakang dengan ekspresi dinginnya.
"Lo, balik ke kelas."
Algian menunjuk si korban pemalakan, membuat pemuda yang merupakan adik kelasnya itu buru-buru mengambil tas yang tergeletak di lantai dan langsung berlari menuruni tangga untuk pergi menuju kelasnya.
Seolah tidak terjadi apa-apa, Algian pun melanjutkan perjalanannya.
"Sial! Si Algian bangsat itu, mentang-mentang dia penguasa, jadi seenak—"
BUKH!
Sebuah buku paket menghantam pemuda yang mengumpat tadi. Pelakunya tentu saja Algian.
Saat Jaja—pemuda yang terkena hantaman buku paket itu hendak protes, Algian menatapnya sambil menaikkan sebelah alisnya.
Terlihat biasa saja, tetapi hal itu memberikan efek yang menakutkan untuk mereka. Akhirnya dengan amarah yang tertahan, Jaja beserta kawan-kawan pun mulai pergi menuruni tangga.
Algian menoleh ke sampingnya, di sana berdiri seorang gadis yang sedang memegang tumpukan buku paket.
Ya, Algian mendapatkan buku paket tersebut dari gadis berkuncir kuda yang memiliki bulu mata lentik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOVEREIGN
Teen FictionIni adalah pertarungan antara si lemah dengan si kuat. Di sekolah ini terdapat persaingan yang sangat ketat. Mungkin untuk sebagian orang, menjadi pintar adalah kunci utama untuk meraih posisi pertama. Namun, hal itu tidak berlaku di SMA Yudistra...