9

229 5 0
                                    

"YANG BIBI KAMU MINTA ITU SEDERHANA, TAPI KENAPA MASIH BEBAL HAH?? MAU JADI PONAKAN GAK TAU DIRI??" satu tamparan melayang, membuat tubuh Gue limbung terjatuh ke lantai. Sial kan hari Gue?

"Udah, Steven!!" bibi Syavita berusaha menenangkan adiknya, pagi-pagi sebelum berangkat sekolah. Kedua kakak beradik ini datang, menarik Gue paksa- Paman Steven aja sih yang nyeret- kembali masuk apartment, dan sekarang Gue lagi di hakimin habis-habisan.

"KAKAK SAYA ITU MASIH PAPA KANDUNG KAMU, HARUSNYA KAMU BERTERIMA KASIH KAKAK SAYA MAU MENIKAH DENGAN MAMA KAMU!!" Paman menginjak lutut Gue, berdoa aja jangan sampe patah atau bisa-bisa pekan olahraga minggu depan Gue gak ikut mewakili Darmawangsa.

"BUKANNYA NURUT, MALAH JADI BADUNG SEKARANG HAH?? UDAH DI GEDEIN BUKANNYA MAKASIH!" Paman berjongkok, menarik dagu Gue untuk mendongak.

"Selain wajah, watak kamu sama aja!" bisiknya penuh penekanan, membuang wajah Gue, pria dengan setelan kerja rapi itu berdiri menatap bengis.

Seolah belum puas, lelaki yang menyandang gelar sebagai Paman itu menendang pinggang Gue, sakit? Ya sakit lah, tapi ini lebih lembut dari biasanya.

Gue bangkit, menatap lelaki di depan Gue tajam. Benci ketika tatapan kami berserobok, kalau gak mengingat dia sumber uang, udah Gue bunuh dan buang jasatnya ke sungai.

"Saya tau, Mama Saya tidak pernah diizinkan masuk dalam lingkaran keluarga kalian" menahan gemuruh dan sesak di dada, pengen ngumpat aja rasanya! Kenapa Mama ninggalin semua kesalahannya ke Gue?

"Hubungan saya dan tuan tak lebih dari benalu bukan? Tapi Saya berjanji, ketika kesepakatan yang di setujui Mama selesai. Saya akan pergi, dan tidak akan membebani keluarga kalian"

Paman Steven tertawa seolah baru menyaksikan stand up comedy, berjalan mendekat lalu menunduk menatap bengis. "Punya apa kamu sampai sepercaya diri itu ngomong? Kamu kira hidup tanpa uang itu mudah?"

Satu tamparan melayang lagi, tapi kali ini Gue gak gentar. Masih berdiri di tempat, paman Steven tersenyum miring. "Kuat juga nyali Kamu? Kita lihat sampai kapan keponakan kesayangan kakak bisa berdiri di tengah-tengah keluarga Kita" Paman Steven menatap Bibi Syavita remeh, lalu pergi berjalan keluar apartment.

"Bibi sudah hubungi dokter, jangan ke sekolah dulu hari ini" Bibi Syavita mengacak rambut Gue, lalu meraih tas tangan mahalnya di atas meja pantry. Melenggang pergi mengejar adiknya, Gue mendengus iba menatap pantulan wajah di lantai marmer, mengabaikan tetesan darah yang mengucur dari sudut bibir dan hidung.

"Gue menyedihkan banget deh" sambil terkekeh Gue mendongak menatap langit-langit.

Berjalan menuju saklar lampu, seluruh pencahayaan di matikan, berikut gorden-gorden yang menutup jendela besar. Gue butuh gelap, satu hal yang mengikuti dan melengkapi kisah Gue. Gak berharap datangnya cahaya, karna yang datang akan selalu pergi baik sengaja atau tidak.

Apartment benar-benar remang, beberapa botol kaca dengan minuman berwarna bening dan keruh yang pasti membakar tergorokan saat di minum. Ah, gak ketinggalan beberapa buah vape dengan berbagai Liquid. See? Gue gak butuh siapa pun untuk melepaskan rasa sakit.

"SIALAAN!!!" melempar botol kaca yang masih berisi penuh ketika bayangan orang-orang berseliweran menatap iba. Gue gak tau itu fantasi atau bukan, yang pasti sakitnya nyata dan Gue benci itu.

"Drama deh" sambil terkekeh Gue meraih pecahan kaya berserakan, meremasnya kuat-kuat mencoba melampiaskan sakit di tubuh dan hati yang makin mencabik.

"Gue capek" menghembuskan asap beraroma anggur, berharap Gue bebas layaknya asap-asap itu.

💸💸💸

Cahaya dari pintu apartemen yang terbuka diikuti langkah kaki sontak membuat Gue mendongak, siapa mereka? Sial nya, kepala gue berdenyut akibat terperangkap dalam ruangan dengan asap vape.

"Udah ngalahin kebakaran hutan di Pekanbaru aja, jangan mati sekarang ndra! Ntar repot Gue ngurusin Angkasa sendirian" suara Anggun, Gue gak tau gimana ekspresinya.

"Selain Goblok, ketua kita juga tolol ya!" ada suara gesekan kaca saat Novita berbicara, bisa di tebak. Gadis ini sedang mengambil beling dengan ceceran darah, dasar psikopat!

"Angkat Gan"

Eh? Sekali hentak, tubuh Gue melayang. Aroma ini? Biarlah, biar mereka berlaku sesuka hati sekarang. Nanti Gue interogasi dan bales sampe bengek!!

Gani, ketua kolos yang akhir-akhir ini muncul. Bertingkah bak superhero dadakan, tapi juga goblok secara bersamaan. Entahlah, boleh gak Gue menikmati detik ini? Terasa dilindungi aja ketika lengan cowo dengan hoodie hitam terselip di belakang lutut dan tengkuk gue.

"Gaya Lo sok kuat, di tiup angin sedikit aja langsung roboh" biarlah, ledekan nya untuk kali ini Gue maaf kan.

Gue digiring masuk dalam mobil Audie8 warna hitam, Anggun membuka pintu passenger set di tengah. Sudah ada Novita di sana, menyambut Gue dalam dekapannya.

"Ketua kalian tolol ya" ucapan Gani sebenernya pengen Gue bales dengan cekikan di leher, tapi hanya kali ini biarlah.

"Udah kentel, kaya susu kaleng" ujar Anggun sambil memasang sitbeld.

Jujur Gue gak tau mau di bawa kemana, kalo sampe ada anak-anak Casablanca atau Pancasila dan merah putih yang lihat, bisa di pastikan mereka bakal tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan betapa menyedihkan nya nasib Gue sekarang. Wajah lebam dengan sudut bibir yang robek, kedua tangan penuh luka sayatan dan robek di tambah Gue masih mabuk meski masih setengah sadar.

Memasuki area pelataran rumah sakit, dengan cepat Gani kembali menggendong dan meletakan Gue di atas bangkar, seorang dokter cantik ikut berdiri di dekat bangkar.

"Wah-wah, ada insiden apa nih?" Gue kenal dokter ini, dokter bedah yang dulunya menjabat menjadi ketua Angkasa pada masanya.

"Panjang, buruan tanganin!" bangkar berjalan cepat meninggalkan Anggun dan yang lainnya, yang terakhir Gue lihat senyuman dokter cantik dan lampu besar khas operasi.

"Kalo bisa, bunuh Gue sekarang ya kak" suara Gue lebih ke cicitan, tim medis sontak menghentikan aktifitas mereka dan langsung menjadikan Gue pusat perhatian. Ada yang salah?

Dia tersenyum, mengangkta pisau bedah khas dengan betuk segitiga. "Di zaman Gue, ketua Angkasa gak boleh kelihatan lemah" sambil tersenyum, ia mengenakan masker diikuti pandangan Gue yang mengabur.








Don't forget vote and comen😄

ALGANI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang