(EKSTRA PART) after E.N.D

63 1 0
                                    

Sebenarnya ini bener-bener endingnya gak sih? Menurut kalian gimana?

Silahkan komen mau berapa ekstra part!

Enjoy yaos!
*************
Menatap mentari terbenam, angin berhembus pelan seolah membawa pergi kenangan buruk yang harus nya tak pernah ada.

Manusia memang pada dasarnya hanya merencanakan, vonis finalnya masih di tangan tuhan. Tapi anehnya, manusia begitu marah dan terus mengumpati nasibnya bila hal yang diinginkan tak terjadi.

Menoleh ke belakang, lelaki berpredikat ayah dengan baju serba putih dan senyum teduh datang merentangkan tangan.

Gue berhambur dalam pelukan nya.

Pulang? Apa yang bisa lo bayangkan ketika mendengar kata pulang?

Bangunan kokoh sebagai tempat berlidung? Tempat menghabiskan waktu dengan orang-orang yang kalian cintai?

Tempat yang dirasa aman sebagai tempat berlindung?

Atau seseorang yang mau mengulurkan tangan, menepuk bahu lo mengingatkan dunia akan baik-baik saja?

Seseorang yang gak lelah mendengar keluh kesah, menemani ketika susah dan senang?
Menjadi tempat tumpuan, dan tujuan ketika dunia sedang gak baik-baik aja?

"Sandra, apapun yang terjadi kedepannya. Ingat bahwa kamu juga butuh istirahat, jangan berbohong lagi. Dunia gak akan ngerti kalo kamu gak berteriak, dunia gak akan paham kalo kamu hanya terdiam"

Gue memeluk papa erat, tempat pulang yang menjadi impian sudah kembali.

Dunia gak akan sekejam itu jika kita berbagi, benar kan? Gue rasa.

Papa melepas pelukan, mengelus puncak kepala gue lama.

"Pa, apa bener kalo seorang anak perempuan yang gak menemukan cinta pertama dari ayahnya, dia juga gak berhak mendapatkan cinta?"

Papa diam, meremas kedua bahu gue sambil menahan isak. "Maafin papa Ra, papa terlambat untuk mengerti semua ini"

"Tapi sekarang, papa yakin. Rara kecil, pasti bisa!" bersamaan dengan papa memeluk gue, tubuhnya menghilang.

"PAPA!!" gue berteriak memeluk tubuh papa yang sudah menghilang.

"Rara gak berhak, dan Rara gak sanggup" merosot ke lantai, dunia seakan berhenti berputar.

"Rara sayang papa" gumam gue lirih, terlalu pengecut dan malu untuk mengakui kalau gue sayang beliau.

Gue patah,tapi seolah-olah baik-baik saja.

💸💸💸

Memasuki area salah satu sekolah dasar favorit, gue memarkirkan mobil di tepi lapangan.
Kalau bukan karena rengekan Anggun dan memgingat dia hamil tua, gue ogah kesini.

Semenjak resmi dipersunting Farrel, Istilah cewek mandiri seolah punah dalam kamus hidup Anggun, lebih lagi saat sedang mengandung anak ke duanya.

Semua orang repot menjadi kesenangan cewek menara suntet itu, dengan entengnya Anggun memerintah dengan alasan bawaan bayi alias ngidam.

Mengabaikan jet lag dan sedikit lemas, gue berjalan ke sana-sini mencari Gafriel. Putra sulung sekaligus fotocopy seorang Farrel, kami sudah sering bertemu jadi gue gak terlalu kesulitan membedakan Gafriel yang mewarisi tinggi kedua orangtuanya.

Meneliti lapangan, si sulung putra Anggun menghampiri. Lengkap dengan jersey basketnya, gilaa sih! Gak nyangka anak SD kelas 4 ini udah menggilai basket.

ALGANI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang