"Oh, jadi ini ketua angkatan kalian? Lo pada tau kan otak Dia tumpul?" Gadis dengan rambut sebahu warna hitam lengkap dengan kacamata di hidungnya berdiri menjulang, melihat tangan di depan dada menambah kesan angkuhnya.
"Harusnya kalian cari ketua yang punya otak cemerlang, lah dia--" belum selesai mulut manisnya berceloteh, Gue melayangkan tendangan tepat di dagu. Heh, ini udah bullying namanya!
"Lo ngomong apa barusan?" Gue menunduk menatap lawan yang sudah tersungkur, suasana di SIJOKO makin panas.
"Ndra udah ndra!" Anggun memegang bahu Gue, sedangkan Lydia menahan tangan Gue yang bersiap melanjutkan serangan.
"Heh bitch berwajah polos bangsat!" Meka berjongkok, mensejajarkan wajah nya.
Menarik dagu gadis salah satu anak Pancasila, Meka mencengkram dengan keras. "Selain otak, Angkasa punya kriteria tersendiri milih ketua" Meka menghempaskan wajah dalam cengkraman, lalu membawa gue kembali ke back stage bersama yang lain.
Saat ini beberapa anak Angkasa termasuk Gue memilih nongkrong di SIJOKO, bukan kami yang turun malam ini. Tepatnya, anak-anak KoLoS. Terlepas dari kedua ketua umum yang punya hubungan, KoLoS dan Angkasa memang punya kerjasama untuk memajukan Darmawangsa. Ibarat KoLoS tameng, maka Angkasa harus Jadi pedang.
Di garis start Anak-anak KoLoS berkumpul, hanya Farrel dan Rehan yang turun malam ini. Pertandingan kali ini bisa di tebak akan memanas, karna hasilnya akan menentukan kemenangan ajang tawuran kemarin. Gue memilih duduk di sofa singgel bawah tenda yang di sediakan, melirik layar smartphone yang bergetar. Ada pesan dari Bibi Syavita, ia meminta Gue untuk datang besok ke kantornya.
"Gue balik" Gue bangkit, menatap ke arena balap yang masih ramai.
"Loh kemana? Besok libur, biasanya jam segini belum balik juga Lo. Duduk nyante yuk!" Meka menyodorkan sekaleng Pepsi.
"Gue ada urusan" menerima sodoran Meka, Gue meneguk Pepsi.
"Bar?" Gue menggeleng menjawab pertanyaan Novita.
"Yaudah sana kalo bisa nambah uang jajan, mending Lo balik"
"Titip para kecebong, jangan ampe telat pulang!" menepuk bahu Anggun singkat, Gue melangkah ke parkiran.
Sosok dengan kaus putih dan kacamata bertengger di hidung membuat Gue mengerutkan kening, dengan santai ia menyulut sebatang rokok lalu menghembuskan ke udara.
"Minggir dari mobil Gue!" Ia menoleh, lalu bergerak menyingkir tanpa mengajak berdebat. Bagus, lagi lurus otaknya nih.
"Sandra Galuh Sudibyo" gerakan Gue terhenti saat membuka pintu, tatapan kami bertemu.
Jujur gue kaget, gak ada yang tau nama Sudibyo lekat di belakang nama Gue. Bahkan di sekolah, semua dokumen dan masalah administrasi atas nama Sandra Galuh Maheswari, sengaja pake nama belakang Nyokap.
"It's true?"
"Sok tau" Alex tertawa, lalu mengacak rambutnya frustasi. Heh? Gila dia?
"Kenapa?" Gue masih menatap Alex yang saat ini berjongkok sambil bersandar di ban mobil Gue, mabuk kali ya?
"Kenapa harus Lo Ndra? Kenapa?" membuang rokok yang masih menyisakan setengah batang, Alex mengusap wajahnya kasar.
"Apaan sih Lo? Gak jelas banget, gak lagi mabok kan?" Alex masih sibuk dengan pikirannya, kacamata sudah lepas dari hidung mancung cowok berkulit putih ini.
"Minggir, Gue mau cabut!!" Alex menahan tangan Gue saat akan meraih handel pintu.
"Kenapa gue harus jatuh cinta sama salah satu dari mereka yang membunuh kakak Gue?" Alex menatap Gue tajam, ini gila. Siapa saja yang sudah masuk daftar pembunuhan Oma?
💸💸💸
Gue memijat pangkal hidung dengan ibu jari dan telunjuk, atas permintaan Bibi Syavita di sini lah gue sekarang. Harusnya bisa leyeh-leyeh di kasur sampe siang kaya Anggun cs, mirisnya Gue malah berakhir di ruangan kerja saat bayak dari mereka libur weekend.
Menatap tumpukan dokumen di atas meja, pikiran Gue melayang mengingat kejadian malam tadi. Setelah ngomong ngawur, tuh anak pingsan karna kobam. Demen amat bikin Gue repot, jadi malam itu gue terpaksa menghubungi pak Dius -body guard yang dikirim oma buat bantu gue kalo ada masalah- untuk nanganin Alex.
Ketukan di pintu membuyarkan lamunan, sosok sekretaris yang di tunjuk Bibi datang. Khas pria tionghoa dengan badan tegap cukup berisi, bisa kalian tebak selisih umur kami yang tak terlalu jauh.
"Nona, ada meeting berikutnya 20 menit lagi" Gue menyugar rambut hitam yang sudah mulai panjang.
"Siapkan berkas, 2 menit lagi kita ketemu di lobby" ia mengangguk lalu pergi.
Gue bangkit, menatap pantulan bayangan dari mirror stand di pojok ruangan. Celana bahan sampai mata kaki tidak terlalu ketat tapi pas membentuk tubuh bawah Gue, di padu blazer warna hitam senada dengan celana. Penampilan gue cukup dewasa karna sedikit memamerkan belahan dada dan kalung emas berbandul bintang, sedikit merapikan rambut. Okay, i am ready!
Setelah meraih tas tangan warna merah, Gue menuju lift, berjalan di antara kubikel-kubikel kosong yang biasa di isi weekdays. Di sana, Reza berdiri dengan setelan rapi dan membukakan pintu pasengger seat.
Perjalanan gak berlangsung lama, langit senja sudah menghilang dan di gantikan bulan dan kawanan bintang. Memasuki restoran, sesuai kesepakatan, 3 orang laki-laki duduk di salah satu ruang VIP yang di batasi kaca transparan.
"Selamat datang nona Sudibyo" lelaki yang bisa Gue tebak tangan kanan 2 pria si depan Gue mempersilahkan duduk.
"Saya tidak menyangka kalau Syavita mengirim anda kemari" lelaki dengan mata hijau menatap Gue tajam, takut? Lo salah besar!
"Berarti nyonya Syavita percaya pada Saya, baiklah Tuan, bagaimana kesepakatan kita?" Gue menatap lelaki bermata hijau itu balik, seseorang yang lebih muda dari nya ikut menatap serius.
"Jangan terlalu formal nona Sandra" lelaki bermata hijau dan brewok tipis itu tertawa. "Bagaimana kita makan dulu? Makan malam? Ah, makan menuju malam lebih baik" Ia menggoyang gelas berisi bir warna keunguan.
Mengambil gelas lalu cess, see? Politik dan kekuasaan memang santapan orang-orang licik ini, tatapan Gue menatap lelaki bermata coklat tajam, melempar senyum formal Gue menyesal sedikit minuman. Hanya menghargai, jika lebih Gue bisa berakhir di atas ranjang bersama pria tua bangka bermata hijau ini.
"Oh, apa kalian tak saling mengenal?"
"Saya baru pertama kali bertemu dengan nona Sudibyo ini" suara bariton nya serak, oke lumayan.
"Apa perlu bantuan untuk berkenalan?"
"Tidak perlu" lelaki bermata coklat tajam ini mengacungkan tangan ke arah Gue. "Saya Bagas Atmanegara" Gue melempar senyum tipis dan membalas uluran tangannya, marga unik ini membangkitkan ingatan samar ke seseorang.
"Saya Sandra Galuh Sudibyo"
"Jadi bagaimana?"
"Kita lihat saja nanti" tertegun sebentar, Gue segera mengatur ekspresi. Bukan cuman mereka yang punya marga yang sama kan? Ada jutaan manusia di Indonesia ini, dan Gue gak mau terlibat dengan keluarga dari cowok yang kurang ajar nya mulai mengatur kehidupan Gue.
Triplet? Yeepsss
Stay save and jangan lupa tinggalin jejak🌟🌟

KAMU SEDANG MEMBACA
ALGANI (TAMAT)
Genç KurguWARNING⚠ BERLOGO 18+ KARNA BANYAK KATA² KASAR! yang gak cukup umur, ganti cerita dulu🔞 Awalnya semua baik-baik saja, gue udah biasa menjalan kan aktifitas sebagai anggota Angkasa. Tapi semenjak hari itu, semua berubah, gedek? Pasti lah, gue jadi...