"Welcome nona Sandra Galuh Sudibjo, senang melihat Anda mau datang kemari! "
Sial nih, kenapa harus papasan sama orang gatel?
Gue mantap lelaki dengan setelan jas rapi itu malas, kalau bukan permintaan Bibi, Gue paling ogah datang ke sini.
"Sandra Galuh Maheswari, nama belakang Gue jangan di ubah-ubah!" lelaki berumur sekitar 25 tahun itu tersenyum sok manis sambil mengedipkan mata, idih gak usah tebar pesona, Gue gak minat cari suggar dady!
"Nona Sandra sudah di tunggu ibu, silahkan masuk!" setelah berterima kasih pada wanita yang menjabat sebagai sekretaris, Gue masuk ruangan dengan plang nama SYAVITA SUDIBJO.
"Sandra." Gue mencium punggung tangan Bibi, wanita baik yang udah membesarkan Gue dengan uang.
"Apa kabar?"
"Seperti yang Bibi lihat, ada perlu apa bi?" bukannya gak sopan, Gue gak mau terlalu bertele-tele dan lama-lama di sini.
Wanita yang cantiknya tak lekang oleh waktu, bukan ajaib. Uang, apasih yang gak bisa dilakukan uang?
Bibi Syavita- biasa gue singkat ATM lampir berjalan- menatap penuh harap, fix perasaan Gue gak enak."Sudah hampir 10 tahun kakak saya di penjara" Ia menarik nafas, kentara enggan untuk menyampaikan sesuatu.
"Saya tau, luka yang dia torehkan ke kamu masih belum sembuh, Masih membekas malah. Tapi…" penggantungan kalimat kaya gini nih, yang bikin Gue males luar biasa.
"Apa tak bisa Kamu menjenguk beliau? Sekali saja?" langsung mendongak, serius harus nih?
"Saya tau, keadaan kamu saat itu Sandra. Tapi sebagai Bibi, saya mohon." Bibi Syavita mendekat, duduk di sofa yang sama sambil menggenggam tangan gue.
"Temui beliau, dia ingin melihat Putri kecilnya"
"Apa dia masih pantas di panggil Papa?" melepaskan genggaman Bibi Syavita, kedua tangan Gue mengepal masih dengan nada suara santai.
"Apa masih pantes seorang yang hampir membunuh anaknya sendiri di panggil Papa?" raut wajah Bibi Syavita menyendu, beliau berusaha menangkup wajah Gue, tapi dengan cepat Gue bergeser mundur.
"BIBI TAU KAN? SANDRA HAMPIR MATI KARNA DI LEMPAR GUCI KESAYANGAN EYANG!!"
"Sand…"
"BIBI TAU? SANDRA HAMPIR MATI KARNA DI LEMPAR KE KOLAM RENANG?" Bibi Syavita menggeleng, berusaha mendekat, tapi Gue masih terus mundur ke ujung sofa.
"APA SALAH SANDRA BI? KALAU KELAHIRAN SANDRA BAKAL MENGAMBIL MAMA DARI KALIAN, SANDRA PILIH GAK HADIR DI ANTARA KALIAN!!"
Gue bangkit, mencoba meredam sesak. Bibi Syavita gak salah, tapi Gue gak bisa nahan emosi.
Berterima kasih pada ruangan Bibi yang kedap suara, perusahan yang sudah mengalirkan uang untuk kebutuhan hidup Gue.
Suara isakan bibi yang kini menghiasi ruangan, Gue menarik nafas panjang.
"Maafin Sandra Bi. Maaf karna Sandra bentak-bentak Bibi" Gue emang selabil itu, bipolar? Gak, Gue sehat meski gak 100%
"Gak Papa, mungkin permintaan Bibi terlalu cepat." menyeka air mata, Bibi Syavita mempersilahkan Gue pergi.
💸💸💸
"Tumben Lo ngajak Gue kemari? Ada masalah?" Anggun melirik pantulan bayangan Gue di cermin, saat ini Gue lagi di salah satu salon setelah puas nyeret Anggun keliling Mal.
"Gak papa, pengen potong rambut aja."
Anggun menatap penuh selidik, Gue memilih memperhatikan kedua petugas salon yang asik mengatur rambut."Mau di apain?"
"Di warnain seru kali."
Anggun langsung menoleh, "mau di tampol Bu Ajeng?" Gue terkekeh.
"Ya gak lah. Mbak, rambut saya di cat coklat terang aja ya!" Anggun menggeleng saat mendengar permintaan Gue ke salah satu hair stylish.
"Kenapa gak mau panjang hitam?"
Gue diam sebentar, melirik Anggun yang setia menanti jawaban. "Ogah mirip sama mama" hanya empat kata, dan Anggun langsung bungkam, gak protes ketika rambut sepunggung Gue mulai di potong.
"Kalo sekarang gak mau cerita gak papa." Anggun menyisir rambut coklat panjang yang baru selesai di blow hair stylish, menoleh sebentar dengan ekspresi serius. "Tapi diam juga gak menyelesaikan masalah."
Gue bungkam, bukannya gak mau berbagai. Selagi gak gede-gede amat masalahnya Gue gak perlu curhat panjang lebar, tunggu capek dulu.
Fyi, Gue dan Anggun udah saling kenal sejak SD. Udah hafal di luar kepala tuh anak busuk jeleknya tingkah Gue, sedangkan Lydia dan Novita, kami berteman semenjak satu kelas di SMP. Jangan tanya Meka, tunggu part dia sendiri!
Setelah menghabiskan waktu hingga menjelang tengah malam, Gue dan Anggun bergerak menuju salah satu bar. Mobil kesayangan Gue berjalan dengan kecepatan tinggi membelah jalan, membiarkan rambut kami beterbangan.
"Cuman ampe jam 11 ndra!" Anggun asik dengan smartphone sambil berjalan menuju pintu masuk.
"Ga asik lo!" kami masuk tanpa perlu repot menunjukan kartu anggota, say thanks to connection.
Anggun menarik bahu Gue agar berpaling menatap nya, "satu lagi! Lo mabuk ampe mampus, Gue tinggal! Bodo amat Lo dibungkus atau nama gue terpampang masuk DPO!"
"sans, 2 teguk kita balik!" Anggun menggeleng, masa bodoh lah! Gue mau seneng-seneng malam ini.
Revisi Part 4

KAMU SEDANG MEMBACA
ALGANI (TAMAT)
Ficção AdolescenteWARNING⚠ BERLOGO 18+ KARNA BANYAK KATA² KASAR! yang gak cukup umur, ganti cerita dulu🔞 Awalnya semua baik-baik saja, gue udah biasa menjalan kan aktifitas sebagai anggota Angkasa. Tapi semenjak hari itu, semua berubah, gedek? Pasti lah, gue jadi...