Gue bukan tipikal orang yang gampang curhat sama orang lain, bahkan ke sahabat-sahabat Gue. Kesannya kaya membebani aja, dan Gue benci jadi beban. Biasanya mereka yang mengendus sendiri atau menatap gelagat aneh dari Gue, meskipun udah mati-matian tutupin.
Menikmati langit dari jendela kamar, Gue duduk di atas kasur sembari berbalut selimut. Enggan sekolah hari ini, smartphone sengaja di air plane mode dan pasword apartment udah Gue ganti, sekalian bilang ke resepsionis tadi kalau ada yang nanya bilang aja Gue pergi.
Gue cuman butuh sendiri aja, lebih baik. Dan yah, disini Gue sekarang. Di kamar nuansa hitam, serba hitam.
Gamang, entah siapa yang harus Gue percaya. Jujur aja untuk masalah Gani, gue memang kecewa. Gini loh, apa-apan maksudnya? Kemaren dengan kurang ajar nya nyium Gue gitu aja dan mengucapkan bualan. Dan besoknya? Jalan sama Salsa sambil tertawa lepas, bahkan kalo sama Gue tuh manusia gak pernah melempar tawa atau lelucon.
'Apa gue gak seberharga itu?' terlintas di benak, Miku mendekat dan duduk di pangkuan. Ah, tau aja kalau Gue lagi bad mood.
Kemarin semuanya berantakan hanya karan mood, melihat Oma dan Papa lalu Gani dan Salsa. Kalau kalian mau tanya, 'segitu besarkan pengaruh Gani di hidup Lo ndra?' jawabannya iya, meski lelaki cuek itu hanya hadir menyiapkan sarapan tiap pagi, meski hanya datang saat Gue rapuh. Meski orang-orang mengatakan hanya, bagi Gue. Hal ini, selama ini yang Gue cari.
Menghapus tetesan air mata yang mulai bocor dari kelenjar air mata, Miku mengeong lembut.
"Gue…, G-Gue lebai banget deh" masih menyeka air mata yang turun, isakan mulai menggema di kamar.
"Lemah banget, Akhhhhh, GUE BENCI! BENCI BANGET SAMA LO SETAN!!" Miku melompat dari pangkuan saat Gue mulai teriak, bodo amat apartment Gue di pojok.
"GUE BENCI, ANJING!!"
"KENAPA HARUS LO? GUE UDAH USAHA SUPAYA LO GAK MENDEKAT…"
"TAPI NYATANYA? GUE BENCI HARUS MENYUKAI YANG GAK BISA GUE MILIKI!"
"ORANG TOLOL YANG SOK JADI PAHLAWAN SIANG BOLONG" bahu Gue bergetar, Tremor.
"Gue benci…" merebahkan diri di kasur, mata Gue menutup karena lelah menangis.
💸💸💸
Membuka mata, semburat jingga matahari mulai merambat melalui jendela kamar. Seolah alergi sinar mahatahari, Gue bergerak menutup gorden besar dan menghidupkan seluruh lampu ruangan.
Berjalan menuju pantry, Gue meraih satu kantung besar permen jely. Emang ya, kalo galau nafsu makan bertambah. Kalo gak mengingat Rover kesayangan Gue vakum, udah di SI JOKO deh.
Bel apartment berdering menggila, menulikan telinga Gue memilih fokus menatap layar tv yang hitam, gak lupa asik dengan sekantung besar yuppi di tangan.
Gue tersentak saat badan Gue di putar paksa, Bibi Syavita dan Anggun CS menatap khawatir. Lebai deh...
"Bibi kira kamu pergi, di telfon gak aktif. Tapi mobil kamu masih anteng di parkiran" Gue mengabaikan omelan Bibi Syavita.
Anggun menepuk bahu Bibi, "biar kami yang bicara bi, Bibi bisa pulang"
"Tapi, ada--"
"Kalo ada sesuatu, kami kabarin kok bi" potong Novita cepat.
Bibi Syavita mengangguk setuju meski ragu, lalu menghilang di balik pintu. Untuk sesaat susana hening, tumben?
Yuppi Gue di ambil, bersamaan dengan Gue menoleh, bogem mentah melayang membuat Gue terlentang di atas sofa. Ada cairan hangat merembes melalui hidung, bangkit lalu menyeka dengan tangan. Lalu kembali duduk tanpa niat membalas, buang-buang waktu.
"LYDIA, LO GILA??" teriak Meka.
"Dia yang gila! Sandra gak cocok melo kaya gini, ayo bales Gue bangsat!!" Lydia kembali melayangkan bogem.
Berhasil mendarat di tulang pipi, tanpa niat membalas Gue kembali bangkit akibat terhuyung pukulan Lydia.
"BALES GUE BANGSAT!!" teriak Lydia mulai frustasi.
Masih gak menyerah, Lydia terus melancarkan serangan. Entahlah, Gue terlalu malas untuk membalas. Satu bogem terakhir mendarat di pelipis, cukup keras sampai membuat Gue limbung dan jatuh dari sofa.
"LYDIA, LO UDAH GILA?" Meka menerjang Gue, mendekap lalu mengelus punggung. Masih setia bungkam, Lydia merosot dengan nafas ngos-ngosan.
"Siapa?" Anggun menatap Gue kosong.
"Siapa yang udah bikin Lo kaya gini Ndra?"
"Ka, Lo obatin Sandra ke kamar" pinta Novita, Meka membawa Gue ke kamar.
Duduk di tengah kasur, Meka membuka jeroan P3K. Membersihkan luka-luka dengan alkohol, Gue menatap kosong lantai kamar.
Anggun masuk lalu duduk di samping Gue, bisa di tebak Novita sedang menenangkan Lydia di luar, terbukti dengan suara teriakan dan suara barang-barang yang jatuh ke lantai.
"Kasih tau Gue Ndra, jangan pikul beban sendiri" Gue masih diam.
Meka selesai menempelkan plester di pelipis kanan, lalu menggenggam tangan Gue. "Mending Lo tidur, kita bakal jagain Lo disini. Kalo ada apaapa bisa manggil Gue dan yang lainnya" Anggun bangkit berjalan menuju pintu.
"Gue takut tidur" akhirnya membuka suara, Meka dan Anggun kompak menoleh.
"Nanti mereka dateng" menjambak rambut, Gue memeluk lutut. "Nanti mereka siksa Gue lagi, nanti… nanti mereka jemput Gue lagi…, jadiin Gue boneka lagi" isak Gue sambil menjambaki rambut, Meka mencoba melepas jambakan, menarik Gue ke pelukan.
Suara pintu berdebam, Lydia dan Novita masuk menatap dengan sorot tajam. "Sudibyo lagi?"
"Gue udah bilang dari awal, kita bunuh aja!" Novita mengepalkan tangan.
"Dan berakhir di penjara? Sudibyo licik kalo lo lupa" tolak Anggun.
"Gue punya satu ide" perhatian terpusat ke Lydia.
"Gue gak tau ini bener atau gak, tapi patut di coba" sambungnya lagi.
"Ayo kita bawa Sandra kabur"
Jangan lupa main ke igeh @lapaknya_azka
Eh bentar, vote juga dong🌟🌟🌟🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGANI (TAMAT)
Ficção AdolescenteWARNING⚠ BERLOGO 18+ KARNA BANYAK KATA² KASAR! yang gak cukup umur, ganti cerita dulu🔞 Awalnya semua baik-baik saja, gue udah biasa menjalan kan aktifitas sebagai anggota Angkasa. Tapi semenjak hari itu, semua berubah, gedek? Pasti lah, gue jadi...