Bibi Syavita duduk di sofa yang membuat kami berhadapan, gue sengaja pulang cepet ketika Bibi Syavita menelfon dan bilang bakal mampir. Anggun CS paham kok, dan bilang bakal mampir kalo udah bosen di club, sumpah sesuatu yang impossible!
"Apa kabar Ndra? Gimana pelajaran Kamu?"
"Baik, seperti yang Bibi lihat. Rafor Sandra tetap stuck di situ"
Bibi Syavita menatap Gue dalam, kadang Gue suka heran sih. Kalo emang Mama gak di ingin kan dalam keluarga Sudibyo, kenapa Bibi Syavita menatap Gue penuh rasa, rindu mungkin? Entahlah.
"Sandra, sekali lagi. Bibi mohon sama kamu" kali ini Bibi Syavita duduk di samping Gue, menggenggam kedua tangan Gue dengan tatapan memohon.
"Temui Papa kamu sebelum semua nya terlambat"
Dan disinilah Gue sekarang, salah satu sel tahanan di Bandung. Lagian apa maksud dari Bibi sebelum semuanya terlambat?
Kunjungan Gue sudah di proses oleh Bibi, setelah masuk, Gue di giring menuju ruang besuk.Ruangan ini hanya di isi satu meja, dua kursi dan dengan kaca sebagai pembatas, ada dua pintu. Satu pintu Gue masuk dan satu lagi bagi pada tahanan. Seorang polwan menemani dan memilihi berdiri di depan pintu, di seberang sana, Papa di giring masuk oleh seorang polisi. Tangan Papa masih di borgol, banyak kerutan di wajah papa. Rambut hitam legam milik papa sudah di dominasi warna putih, papa sedikit tercenung saat melihat Gue duduk di meja seberang.
"Sandra? Ini beneran kamu?" Gue diam, gak tau harus berkata apa.
"Kenapa kamu cat rambut?" dari sekian banyak pertanyaan di kepala Gue tantang siapa yang mewariskan tingkah absurd yang Gue dapat, hari ini akhirnya terjawab. Papa yang menurunkan sifat ini, hal yang membuat gue makin takut, takut bakal ikut tempramen kaya Papa.
"Gak mau mirip Mama" Papa menghela nafas sebentar, matanya meneliti wajah Gue dengan seksama.
"Luka di pelipis kamu…"
"Karna Papa pukul Sandra pake gelas kaki tinggi kesukaan Mama" Gue tau itu gelas favorit Mama karna letak gelas yang berbeda dari yang lain, seluruh barang kesukaan dan kepunyaan Mama memang Papa kumpulkan dalam satu lemari kaca besar di rumah.
"Maaf" gumamnya pelan.
"Sandra, ada yang mau Papa omongin sama kamu" Papa menarik nafas, meski keliatananya Gue gak peduli. Jujur, pengen rasanya Gue peluk Papa sekarang juga, hal yang biasa di lakuin Anggun saat Papanya pulang kerja. Atau saat Novita ngamuk, Dady nya dengan sigap memeluk sambil menggumamkan kata pemenang.
"Putri kecil Papa udah besar sekarang ya?" Papa menerawang sebentar, matanya berkaca-kaca.
"Maafin Papa yang udah bikin masa kecil kamu gak indah, masa kecil terburuk yang para orangtua takuti. Maafin papa yang menyeret Mama masuk dalam kehidupan Papa yang penuh drama, tapi sayangnya. Maaf dari Papa gak akan bisa mengubah kenyataan, gak bisa ya Ndra?" memutus kontak mata dengan papa, Gue meremat kedua tangan dalam pangkuan. Gak, Gue gak boleh nagis!
"Papa mengidap gagal ginjal stadium akhir" Gue mendongak, tatapan kami bertemu. Air mata Papa menetes, tapi dengan cepat beliau seka.
"Tapi ini sepadan, Papa rasa ini hukuman setimpal dengan apa yang Papa lakuin ke kamu" pandangan Gue memburam, yakin deh mata gue udah berkaca-kaca, Gue benci harus mengetahui fakta ini.
"Jangan pernah salahin Mama, jangan pake nama belakang Mama untuk hal-hal buruk Ndra. Mama gak pernah niat meninggalkan masalah buat kamu, Mama mana yang mau anaknya menanggung semua kesalahan nya?"
"Sesekali, kunjungi makam Mama. Dia pasti senang, kalian juga sama-sama suka bunga yang sama. Bunga tulip putih, Mama meninggal bukan karna melahirkan kamu Ndra"
"Tapi Oma bilang…"
"Oma yang bunuh Mama, Oma sengaja membayar orang untuk membunuh Mama dan menculik kamu"
"PAPA BOHONG!" spontan gue menggebrak meja, tiga polisi yang memperhatikan tampak sudah bersiap.
Papa menarik nafas sebentar, membiarkan emosi Gue sedikit surut. "Saat Kamu berumur sebulan, Kamu dan Mama di culik. Mama di siksa sedangkan Kamu di buang"
"Untungnya Syavita mengikuti orang suruhan Oma yang membuang Kamu, dia menyelamatkan Kamu dan membawa Kamu pulang ke rumah."
"Mama sempat memiliki harapan hidup saat di rumah sakit, tapi Dia pergi saat sedang memeluk Kamu di atas bangkar rumah sakit"
"Mama akan selalu sayang kamu ndra" setetes air mata lolos, kenyataan yang selama ini tertutup hanya karna Papa suka main tangan.
"Pak, jam besuk sudah habis" seorang polisi mendekat, dan berdiri di samping Papa.
"Jaga kesehatan ya ndra, jangan lupa besuk Mama. Bilang maaf karna papa gagal jadi papa dan suami yang buruk buat kalian" Papa bangkit, tangan nya terulur di lubang tepat di hadapan Gue. Tangan yang biasanya memukul, melempar dan menampar untuk pertama kalinya mengusap kepala Gue lembut
"Ndra, besar nanti pergi ke Spanyol dan bangun rumah di sana. Itu impian terbesar Mama, jangan sampai lupa" ujar Papa tersenyum dan berlalu pergi di iringi polisi kembali menuju sel.
Gue keluar dari ruangan, berlari entah kemana. Sakit, sakit rasanya. Kenapa dunia dengan mudah membolak-balik fakta? Oma yang Gue kira adalah malaikat penyelamat gak lebih dari seorang pembunuh, apa salah mama?
Menyesal emang selalu datang di akhir, tapi masin belum terlalu terlambat. Mama mungkin udan pergi, masih ada Papa meskipun ada kenangan buruk antara Gue dan beliau.
Duduk di trotoar, Gue menelungkup kan kepala di antara lipatan tangan. Bodo amat tatapan orang-orangan yang menganggap Gue aneh, Gue gak peduli. Hanya hari ini, Gue pengen merutuki kebodohan dan ke keras kepalaan Gue yang mengundur waktu, membuat Gue makin lama sadar tentang fakta ini.
"Bodoh" mendongak, tatapan kami bertemu.
Gani dengan balutan kaus putih dan celana moka, menatap Gue kasihan. Gue benci di tatap begitu!
Bangkit, Gue berlalu pergi tanpa menghiraukan Gani. Belum tiga langkah, pinggang Gue di tarik, perbedaan tinggi yang cukup jauh membuat wajah Gue membentur dada bidang ketua kolos ini.
"Nangis yang kenceng, sebelum Gue berubah pikiran"
💸💸💸
Gue membuka pintu apartemen dengan malas, jam menunjukan pukul 5 pagi, masih terlalu pagi untuk sekedar bertamu. Mengabaikan rambut kusut dan muka bantal, Gue bergerak membuka pintu dengan malas.
"Duh, siapa sih?" masih setengah tersadar Gue bersandar ke pintu setelah membukanya. "Lo kalau bertemu pake adap kek!" ujar Gue sambil menguap.
Cowok gak punya sopan santun ini masuk dan mendorong Gue sampai terletang ke sofa, menutup pintu apartemen dengan sedikit menendang. Gue terlalu malas untuk sekedar membuka mata, lagian sejak kapan ada selimut di sini? Mending lanjut tidur ah, bodo amat mau maling. Toh, Gue juga gak punya banyak uang!
Entah jam berapa, Gue bangun sambil mengerjap. Mengucek mata, lalu bergerak ke dapur mengambil segelas air.
"Hati-hati, kejedot!"
"Hmm" gue meneguk air, ahh seger banget deh. Eh, tapi?
Gue menoleh, Gani dengan celmek warna hitam sedang sibuk berkutat di dapur. Ini benet Gani? Mimpi apa Gue? Demi memastikan nyata atau gak, beberapa kali Gue menampar wajah dan mencubit lengan.
"Bodoh" Gani berjalan mendekat, terlalu dekat. Gawat! Bisa-bisa nih cowok bakal kedengaran detak jantung Gue yang udah ngalahin bunyi band Rock.
Gani mencubit kedua pipi Gue pelan, "sana cuci muka, trus sikat gigi. Bentar lagi sarapan nya siap" yang di acak-acak rambut Gue, tapi kenapa yang berantakan hati gue sih???
Cuman sekali ini si Gani ama Sandra soo sweet an, aghu maksha😂
Maap telat up yee redersss, periapan ujian akhir ini membunuh ku😅
Stay save jangan lupa jejak yaos🌟🌟

KAMU SEDANG MEMBACA
ALGANI (TAMAT)
Teen FictionWARNING⚠ BERLOGO 18+ KARNA BANYAK KATA² KASAR! yang gak cukup umur, ganti cerita dulu🔞 Awalnya semua baik-baik saja, gue udah biasa menjalan kan aktifitas sebagai anggota Angkasa. Tapi semenjak hari itu, semua berubah, gedek? Pasti lah, gue jadi...