sanjuusan - 33

428 84 12
                                    

tok tok tok

subin dengan gusar mengetuk pintu rumah hayoung. setelah menunggu beberapa saat akhirnya pintu setinggi dua meter itu terbuka, menampilkan hayoung dengan baju rumahnya.

gadis itu tersenyum kecil, "lama banget."

"ya sori kali, lo pikir gue bisa teleportasi."

hayoung memutar bola matanya malas. cih, tidak tahu apa subin juga malas berhadapan dengannya?

gadis ini benar-benar cari ribut dengannya. tapi subin tahu jelas, ia harus bersabar untuk sementara.

kekerasan tidak selalu menyelesaikan masalah.

"cepet sana, bawa."

"tanpa lo suruh."

subin segera masuk dan menemukan sejun yang tertidur di sofa. mengabaikan baju suaminya yang berantakan entah diapakan oleh gadis ular di belakangnya, ia segera memapah sejun.

untung subin kuat.

tanpa bicara apa-apa lagi pemuda manis itu melangkah lebar keluar dengan sejun di rangkulannya. hayoung juga sepertinya tak menganggap keberadaan mereka, terbukti dari ia yang fokus dengan ponselnya.

akhirnya, subin berhasil membawa sejun keluar. sejenak ia mendudukkan sejun di kursi, "sekarang pertanyaannya gue pulang naik apa? kak sejun juga enggak bawa mobil."

ia mengerang, "terus mobilnya kemana astagaaaa capek banget gue."

"subin!"

pemuda manis itu menoleh, lantas memandang heran chan yang berdiri di pekarangan rumah hayoung. yang lebih tua mendekat, "ayo gue anter pulang."

"tapi kak."

"apa lagi? udah ayo masuk sana, gue yang bawa sejun."

"gapapa emang? kalau kak sejun bangun tiba-tiba gimana?"

"ya jelasin lah, bin. ayooo hurry up, gue ogah lama-lama di rumahnya setan."

"lo tau darimana gue disini?"

"gps."

subin akhirnya mengangguk pasrah, membiarkan chan membopong sejunnya masuk ke mobil.

si manis sementara duduk di jok tengah bersama sejun, menjaga yang lebih tua.

"kok bisa disini sih?"

"mana gue tau," lirih subin, "semalem enggak pulang."

"bangsat sejun," desis chan.

"gapapa, gue juga yang salah."

chan mendengus tanpa menoleh ke belakang, "gila lo, mana ada? darimananya lo salah? sumpah gue gak segan mukul dia kalau sampe bikin lo nangis lagi."

"jangan dong kak," rengek subin, "gue nggak mau kalian berantem."

"ya terus? gue harus diem aja gitu? sejun itu udah gede, gayanya masih kaya gini. gak inget apa udah nikah anjeng? ada masalah lari ke mantan, goblok banget sumpah pengen gue mutilasi."

subin meringis mendengar omelan chan. padahal disini ia yang paling merasa bersalah terhadap sepasang sahabat ini. ah, jadi dirinya harus bagaimana?

"semoga kak sejun nanti dirumah aja."

"ya kalau sampe enggak gue gebukin beneran."

subin paham, chan peduli padanya. ia mengerti disini tak sepenuhnya ia bersalah karena pada nyatanya ia dan chan hanya teman. tapi ia juga tidak ingin hubungan kedua pemuda yang lebih tua ini retak.

𝙊𝙝, 𝙎𝙪𝙗𝙞𝙣!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang