Hari Minggu yang ceria, ya karena bunga-bunga Vinca Asya banyak menghasilkan biji-biji bunga dan itu menjadi bakal uang jajannya.
Setelah mengumpulkan biji-bijinya, Asya bersiap mengamplopkannya untuk segera dikirim ke pelanggannya. Banyak sekali orderan lewat online yang masuk, dan itu akan segera Asya kirim.
Tiba-tiba ibu memanggil, rupanya ibu mau menjalankan panggilan alamnya yang sudah gak bisa ditunda lagi. Mau tak mau Asya yang menjaga warungnya.
Baru sebentar duduk di meja warung ada pembeli yang datang, mau membeli rokok. Asya segera mengambilkan rokok yang diminta. Sang pembeli terus saja memperhatikan Asya, namun Asya tak jua memperhatikan atau pun membalas tatapan yang rupanya dari seorang cowok.
"Mbak itu rumah yang sebelah sana nomer berapa ya?" Rupanya ia menunjuk rumah nomer 12.
"Nomer 12, memangnya kenapa mas?" Si cowok itu pura-pura menghitung.
"Jadi warung ini nomer 15 ya mbak?" Asya hanya mengangguk tak mengerti maksud si cowok tanya-tanya seperti itu.
"Boleh pinjam koreknya mbak?" Asya memberikan koreknya.
"Saya tinggal di situ, yang nomer 13. Saya adiknya pak Karso. Baru datang dari Solo." Asya hanya manggut-manggut. Gak nanya juga!
Karena Asya gak ngomong juga, si cowok merasa "insecure" juga. Ia segera mohon diri. Kembali Asya mengangguk. Dia sebal karena itu cowok sudah tahu jawabannya sendiri tanpa perlu tanya lagi dengan Asya.
Asya merapikan uang dan korek tadi, ibu sudah ada di sampingnya. Asya jadi kaget.
"Lho kamu melamun ya, kok kaget begitu?""Ibu tahu adiknya pak Karso itu?"
"Tahu, si Didi kan? Kenapa dia? Dia ngebon?" tanya ibu bertubi-tubi.
"Nggak sih bu, tapi dia tuh banyak tanya-tanya gitu!" Ibu malah tertawa melihat ulah Asya.
"Dia naksir mungkin sama anak ibu," goda ibu yang membuat Asya tambah sebal. Asya langsung cemberut dan pergi meninggalkan ibu yang masih tertawa sambil menggeleng.
Asya masuk ke kamarnya dan meneruskan pekerjaannya membungkus pesanan biji bunga Vinca. Setelah selesai ia melihat ke teras, disana ada motor ayah yang bisa dia pinjam.
"Bu Asya mau pakai motor ayah, boleh ya bu?"
"Boleh, tapi jangan lama-lama. Sana pakai sudah, kebetulan ayah lagi olah raga sepeda sama Tio."
"Oke ibu, jam 9 Asya sudah selesai kok bu cuma dekat saja. Sekitaran Surabaya." Ibu mengangguk.
Asya mengambil helm pink, miliknya. Adiknya Nela yang lagi menonton film kartun 'power puff girl' jadi menoleh.
"Kakak belikan Nela pisang goreng pak Kumis di depan gang itu ya."
"Eh belum buka, Nel kamu beli aja sendiri."
"Mana uangnya kak?" Nela menengadahkan tangan meminta uang pada kakaknya. Asya memberikan adiknya uang sepuluh ribu.
"Kasih adik Dewi juga ya." Nela mengangguk tapi matanya tetap menonton tokoh kartun si Blossom beraksi. Itu juga kartun kesukaan Asya tapi tugas sudah menanti.
Sehabis jam sepuluh Asya baru datang dan ayahnya sudah duduk di teras sambil merapikan tanaman aglonema nya. Dia prihatin dengan Asya karena dia masih menyempatkan berjualan benih tanaman. Ayah mau kreditkan motor untuk Asya, biar dah lama yang penting Asya punya motor dulu sehingga dia bisa menjalankan usaha yang dirintisnya.
"Ayah melamun ya? Kok daun Aglonema nya mau dipotong?" ayah sampai kaget.
"Waduh kalau kepotong hilangkan uang ayah dua ratus ribu." Asya sampai sok menasehati ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Cinta
Художественная прозаAsya seorang gadis yang cantik sedikit manis sedikit manja dan periang sampai akhirnya bertemu dengan Aryan, seorang pemuda yang tegas dan bertanggung jawab. Aryan merubah semua sifat bawaan Asya yang lembut dan sedikit keras kepala. Namun Asya mal...