13. Apa Adanya Bukan Ada Apanya

23 3 0
                                    

Pagi-pagi sekali Asya sudah bangun, ia mau menjemput Aulia sahabatnya. Tadi malam ia mengirim WA kalau hari ini akan masuk kuliah lagi.

Asya memanaskan motor matic milik ayah yang diibahkan untuknya. Suara motor itu membangunkan si Jiro dan Loni yang lagi tidur di bantal kursi di teras depan. Maklum saja kemarin tuan-tuan mereka ada kesibukan yang mengharuskan untuk di luar rumah. Dua ekor kucing itu malah pindah tidur di kursi ruang tamu Asya.

Heran, dua ekor kucing tetangga ini malah senang tidur di rumah Asya. Yang punya Jiro tante Tata dan yang punya Loni adalah om Barka. Beliau berdua begitu sibuk sampai gak sempat mengelus Jiro dan Loni. Sampai-sampai om Barka menitipkan makanannya ke rumah Asya, saat pulang kantor Loni ya ikut pulang kalau dipanggil tuannya. Kalau tante Tata agak pelit, dia malah gak pernah menitipkan makanan untuk si Jiro, cukup pulang kantor dipanggil aja dan si Jiro bagai kucing dicocok hidungnya nurut aja jalan di belakang tuannya ikut pulang tapi dengan ekornya yang dibawa ke bawah, kayak sedih  gitu.

Dan akhirnya kedua kucing ini malah betah di rumah keluarga Asya. Kalau dipanggil tuannya mereka datang tapi setelah itu datang lagi ke rumah Asya dan seperti biasa main petak umpet diantara bunga-bunga Vinca milik Asya. Hancur hati Asya! Namun Asya bukan marah tapi malah memeluk keduanya dan dua binatang diam saja digendong Asya, dengan senangnya Asya ajak ke kamar untuk tidur bareng. Kok ya nurut disuruh tidur sama Asya?!

Dan pagi ini Asya gak sempat memeluk dua ekor kucing nakal itu dia hanya sempat mengelus kepala keduanya.

"Jiro... Loni... Asya pergi dulu ya ke kampus? Kalian jangan nakal ya? Kalian tidur aja disini sampai tuan kalian menjemput. Itu Jiro makan aja sama Loni ya? Da da...." Seakan mengerti Jiro dan Loni hanya menggerakkan dengan mengibas-ngibaskan ekor mereka sebagai jawaban atas ucapan Asya. Tapi mata mereka masih terpejam.

Tapi setelah Asya naik motor, mereka bangun dan menatap Asya. Dari sorot mata mereka yang lucu berkata, "jangan pergi Asya kita bermain lagi."

Asya tetap saja pergi kuliah dengan motornya sambil melambaikan tangan pada kedua ekor kucing itu.

Tanpa sepengetahuan Asya keduanya turun dari kursi dan mengikutinya keluar. Asya mulai berlalu pelan-pelan dan sepintas Asya melihat dari spion motor dan melihat keduanya sudah masuk rumah, membuat hatinya lega.

Mereka keluar halaman sebentar dan masuk kembali. Asya langsung tancap gas menuju tempat kuliahnya.

Sampailah di rumah Aulia, ternyata sudah ditunggu. Semenjak jatuh di jalan kemarin untuk sementara Aulia tidak diijinkan naik motor ataupun menyetir mobil sendiri oleh tantenya.

Tadi malam tante Rena menelponnya dan minta tolong untuk menjemput Aulia.

"Hallo Asya?  Lagi apa nih?" tanya tante Rena dengan manisnya.

"Biasa tante ngerjakan tugas praktek, ada apa ya tante?"

"Ini tante mau minta tolong kalau gak merepotkan ya Sya, jemput Aulia dong besok. Katanya dia mau kuliah besok."

"Oh iya tante, besok Asya jemput ya tante?"

"Bener ya, maaf tante merepotkan Asya. Besok lusa pak Diran baru bisa nyopir lagi."

"Iya dah tante bener Asya akan mampir untuk jemput Lia."

"Tante berterimakasih sekali sama Asya."

"Iya sama-sama tante," kata Asya sambil menutup telponnya.

Sekarang Lia sudah di depannya dan siap untuk berangkat kuliah bersamanya. Selama dalam perjalanan Lia gak ada bicaranya. Dia diam saja.

Sampai di parkiran eh ada dokter Aryan. Asya jaga jarak gak enak kalau kelihatan terlalu akrab dan dilihat oleh Aulia.

Rupanya Aryan gak sendiri, dia bersama dokter Rudi temannya. Mereka berhenti di depan Asya dan Aulia.

"Hallo mahasiswi, selamat pagi? Apa kalian sudah siap melihat penderitaan pagi ini?" kata dokter Aryan yang terus melihat ke Asya.

"Selamat pagi juga pak dokter? Maaf kami masuk dulu." Aulia mengajak Asya untuk bergegas masuk ruang kuliah. Ia menengok ke arah dokter Aryan merasa gak enak aja. Tapi dokter Aryan malah kasih kode kepadanya mau nelpon Asya. Yaitu ujung jari kelingking dan jempol dibuat sejajar dan menyentuh kupingnya dokter Aryan.

"Silahkan...," kali ini dokter Rudi yang bicara. Matanya melirik Aulia yang terus menunduk.

Setelah Asya dan Aulia menghilang masuk ruangan dokter Rudi malah senyum-senyum. Hal itu membuat dokter Aryan jadi heran.

"Ah senyum-senyum, merasa dapat mangsa yah?" tanya sinis dokter Aryan.

"Tenang kawan, aku gak akan ganggu si Asya tapi aku senang dengan temannya. Siapa tadi namanya?"

"Aulia, terus si Wiwin kamu kemanain?"

"Lho aku belum cerita ya kalau aku udah putus sama dia?"

"Kenapa kamu putusin?"

"Yah aku merasa dia kurang cocok aja dari cara dia berpikir?"

"Ah sudahlah, aku sampai merasa kamu bukan Rudi yang dulu. Yang pernah kukenal adalah Rudi yang sederhana. Gak banyak mau, apa adanya bukan ada apanya."

"Tenang kawan,  aku lagi mencari sosok perempuan seperti ibuku. Itu aja kok."

"Yah sudahlah aku doakan semoga cepat menemukan apa yang kamu inginkan!"

"Thanks ya kawan, kamu memang selalu mengerti yang kumau."

"Ayo kita ke ruang rapat, dokter Ridwan mau membahas tentang penyakit menular dan penanganan medisnya." Rudi hanya mengangguk dan terus berjalan menuju ruang yang dimaksud.

Selama menuju ruang kuliah Aulia seperti menyeret-nyeret Asya, agar cepat sampai ke ruang kuliah mereka.

"Kamu kenapa Lia?" Yang ditanya hanya menggeleng dengan wajah cemberut. Asya gak berusaha bertanya lagi pada Aulia. Ia menurut saja diseret-seret sama Lia.

Akhirnya sampai juga ruang kuliah mereka. Walau Asya dan Aulia mengambil jurusan keperawatan yang berbeda tapi mereka masih saling tunggu dan mencari.

"Sya nanti aku pulang sendiri saja, aku mau ke toko buku dulu. Nanti kalau tanteku nelpon jangan bilang ya aku pulang sendiri." Aulia bicara sambil berbisik-bisik.

"Tapi kenapa Lia?" tanya Asya dengan berbisik pula.

"Pokoknya gitu aja Sya!" Asya cuma mengangguk. Dia meneruskan jalan sendiri ke ruang kuliahnya dengan penuh tanda tanya dengan sikap Aulia tadi.

Sebenarnya Aulia agak kesal melihat Aryan lebih sering melihat Asya dibanding dirinya. Padahal Aulia sudah senyum pada Aryan. Malah temannya yang bernama Rudi yang senyum-senyum melihat Aulia.

Aulia mencoba bertanya pada dirinya sendiri, "apakah ia cemburu pada Asya?"

Aneh sekali dirinya bisa terbakar rasa cemburu yang berlebihan. Padahal kalau dipikir si Aryan mungkin lebih senang atau suka dengan Asya dia bisa apa juga, ini kan masalah hati. Karena asiknya memikirkan sikapnya pada Asya dia sampai melamun dan itu membuat dosennya marah padanya.

"Tolong ya selama saya menjelaskan jangan ada yang gak fokus." Aulia merasa kena sindir. Dia diam dan menunduk.

Penjelasan demi penjelasan dosen bagi Lia masuk kiri keluar kanan, tak satu pun tulisan di buku catatannya. Mata dan wajah kelihatan serius tapi hatinya gak tenang.

Sepertinya hati kecilnya berkata kalau ia naksir berat sama Aryan. Namun di depan matanya orang yang dia taksir lebih suka dengan sahabatnya ketimbang dirinya. Dan itu sudah berkali-kali ia lihat kalau Aryan suka sekali dengan Asya. Melirik-lirik sahabatnya diam-diam. Aduh hancur hati Lia saat itu melihat kenyataan. Namun itu yang  harus diterimanya... Mau tak mau ia harus belajar mengikhlaskannya.

TBC
Votenya dong wankawan, dipojok kiri tuh. Aku maksa kali ini hehehe<3

Terpaksa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang