Tio dan Asya pamit sama ibu mau pergi daftar sekolah.
"Hati-hati ya nak?" kata ibu yang masih pucat tapi dia merasa lebih sehat dibandingkan kemarin.
"Iya ibu, nanti kalau pulang Asya ibu istirahat ya." Ibu hanya mengangguk sambil mengelus lengan Asya.
Melihat anak-anaknya pergi sambil berboncengan sepeda. Ada perasaan sedih dan bangga pada anak-anaknya.
Sedih karena jaman sudah maju semua anak sudah pakai motor ke sekolah. Sedangkan anak-anaknya hanya pakai sepeda peninggalan ayah suaminya.
Bangga kalau anak-anaknya masih mau prihatin dengan keadaan orang tuanya. Mereka gak mau meminta apa-apa yang melebihi kemampuan dia dan suaminya.
Sebagai seorang ibu ia hanya bisa mendoakan yang terbaik buat anak-anaknya.
Ketika ibu sedang memikirkan anak-anaknya, datang ayah dan Nela dari sekolah baru Nela. Mengingat Nela anak yang masih manja. Ibu memaksa ayah untuk mengantar Nela. Dia kurang mandiri.
Untuk itu ayah minta ijin langsung ke kepala kantornya untuk mengantar anaknya mendaftar masuk sekolah.
Asya gak sedikitpun merasa iri pada Nela. Bahkan ia bersyukur kalau ayahnya bisa mengantarnya masuk sekolah karena Nela anaknya kecil dan ringkih. Asya sedikit khawatir....
"Ibu kok sudah buka warung, istirahat saja dulu. Nanti ayah yang bantu jualin sepulang kerja."
Nela mendengar kata ayah langsung menjawab, "biar Nela saja yang jaga warungnya ayah?"
"Ya kalau Nela bisa ya sana jaga ya nak, biar ibu rebahan di kursi itu. Nanti Nela tanya ya sama ibu kalau gak tahu harganya. Sekarang ayah balik kantor lagi."
"Iya ayah, hati-hati." Ayah melambaikan tangan buat Nela dan ibu yang ditemani si bungsu Dewi.
Memang rejeki masing-masing anak sangat berbeda-beda hanya Tuhan yang tahu. Saat Nela yang berjualan barang-barang dapur atau pasar hari itu sangatlah laris. Hampir tidak berhenti orang datang untuk berbelanja. Ada saja yang mereka cari. Lumayan sekali hasil penjualan hari itu.
Nela senang sekali apalagi ibu sampai terasa lemasnya hilang mendengar Nela teriak senang. Ibu bersyukur sekali, warung kecilnya ramai oleh pembeli yang datang silih berganti.
Sampai di sekolah barunya Tio ternyata banyak juga yang mendaftar ke sekolah ini. Mereka terlihat dari kalangan orang berada, Asya takut kalau Tio dijadikan bahan bully-bully an oleh anak-anak kaya itu.
"Eh Tio kamu jadi sekolah disini?" bisik Asya pada Tio.
"Memang kenapa kak?" bisik Tio lagi.
"Aku takut eh lihat anak-anak itu, sepertinya mereka dari orang berada." Asya menunjuk anak-anak itu dengan lidah yang dikulum dalam mulut dan menunjuk ke arah anak-anak. Tio sampai senyum -senyum melihat kakaknya.
"Tenang saja kak, mudahan Tio bisa menghadapinya."
"Pindah aja yuk dek!"
"Sudah biar sudah disini mudahan Tio bisa menghadapinya. Jangan takut kakak."
"Yah terserah kamu saja Tio, kakak cuma khawatir."
"Beres kakak!" Tio nempelihatkan jempol pada kakaknya.
"Nah tuh namamu dipanggil, cepat sana aku tunggu disini." Tio lalu menuju tempat namanya dipanggil tapi baru mau dekat ada yang coba-coba mau ganggu dengan memasang kaki di jalannya Tio. Dengan sigap dia melompat.
- - -
Sesampainya di rumah ada mobil pengangkut barang sedang menurunkan barang jualan yang dipesan oleh ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Cinta
Fiksi UmumAsya seorang gadis yang cantik sedikit manis sedikit manja dan periang sampai akhirnya bertemu dengan Aryan, seorang pemuda yang tegas dan bertanggung jawab. Aryan merubah semua sifat bawaan Asya yang lembut dan sedikit keras kepala. Namun Asya mal...