Dalam benak bu bidan Murni selalu bertanya-tanya,"ada apa sebenarnya dengan dokter Aryan dan dokter Erika?"
Beberapa kali ia menangkap basah kalau dokter Aryan sama sekali tak pernah peduli dengan dokter Erika. Sedangkan dokter Erika suka melirik-melirik dokter Aryan. Namun dokter Erika agak gengsi juga menghadapi dokter Aryan. Seringkali dirinya dan bu Sasih menjadi perpanjangan tangan mereka berdua.
Karena bisa saja rekam medis pasien dari dokter Erika sekarang dipegang oleh dokter Aryan.
Untuk itulah bila dokter Aryan melihat bidan Murni dan perawatnya lagi tak ada kegiatan maka dimintai tolong untuk mengambilkannya karena posisinya masih di meja dokter Erika.
Mereka tak pernah sekalipun berbincang-bincang, yang seharusnya mereka banyak bekerja sama.
Dalam hati bidan Murni berharap rahasia mereka berdua akan terbuka dengan sendirinya. Apalagi mereka satu team di balai pengobatan ini.
Tiba-tiba ada dering HP nya dari dokter Arif dan ia pun mengangkat telpon tersebut.
"Hallo dengan ibu Murni ini? Saya dokter Arif, saya dapat nomernya dari bu Sasih."
"O iya pak dokter Arif, ada apa?"
"Eh bu Murni, ada dokter Aryan di dekat ibu?"
"Gak ada, beliau lagi memeriksa pasien di depan, ada apa dokter?" Bidan Murni agak penasaran juga dengan suara dokter Arif yang sedikit cemas ia dengar.
"Aduh bu, dokter Erika bener-bener kolaps, sebentar-sebentar dia pingsan dia membutuhkan donor darah segera. Sementara kami disini tak ada golongan darahnya yang cocok dengannya, aduh gimana ini?" Bu Murni sangat terkejut mendengar kalau dokter Erika sakit serius.
"Golongan darahnya apa?"
"A, bu Murni golongan darahnya apa?"
"Aduh sy B pak dokter, coba sy tanya pak dokter Aryan yah? Nanti saya hubungi pak dokter Arif lagi."
"Yah bu Murni, mudahan dokter Aryan bisa membantu."
"Semoga pak dokter." Bu Murni pun menutup telponnya.
Saat bu Murni selesai menutup telpon, dia berbalik dan terkejutnya dia kalau dokter Aryan sudah ada di belakangnya. Dan katanya mendengar semuanya.
"Saya mau menyumbangkan darah saya pada dokter Erika, tapi bu Murni jangan bilang sama siapa saja kalau saya lah yang memberikan donor darah pada dokter Erika. Sebentar sore saya akan ke rumah sakit dan memberikan darah saya." Bu Murni hanya mengangguk walau hatinya dipenuhi tanda tanya. Tapi lega juga karena nanti dokter Erika segera tertolong.
Sebentar kemudian telepon bu Murni berdering kembali. Rupanya dari dokter Arif lagi.
"Hallo dokter, maaf saya tadi masih ada pasien jadi belum sempat bertanya pada dokter Aryan. Sekarang beliau masih keluar mau lihat pasien lansia di desa sebelah." Begitu bidan Murni beralasan.
"Oh gtu yah bu, ibu tahu golongan darahnya dokter Aryan?" Terdengar suara kecemasan dari dokter Arif.
"Aduh maaf dokter saya belum tanya tapi beliau sudah pergi." Bidan Murni berbohong lagi.
"Oh okelah kalau begitu, terimakasih ya bu?"
"Yang sabar ya dokter, semoga ada yang berbaik hati mau menyumbangkan darahnya buat dokter Erika ya dokter?" terdengar suara dokter Arif menarik napas dalam-dalam.
"Iya bu, semoga saja." dokter Arif menutup teleponnya.
Setelah dokter Arif menelpon, bu Bidan Murni mencari dokter Aryan namun tak ia lihat, mungkin ia sudah berangkat ke rumah sakit tempat dokter Erika dirawat pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Cinta
General FictionAsya seorang gadis yang cantik sedikit manis sedikit manja dan periang sampai akhirnya bertemu dengan Aryan, seorang pemuda yang tegas dan bertanggung jawab. Aryan merubah semua sifat bawaan Asya yang lembut dan sedikit keras kepala. Namun Asya mal...