21. Bayang-bayang Kekecewaan

16 1 0
                                    

Malam semakim malam, Didi masih saja memikirkan Asya dan temannya itu. Untuk menghilangkan bayang-bayang kekecewaannya ia cepat merapikan tas nya, untuk segera pulang ke Solo, esok pagi.

Besok subuh ia akan berangkat dengan kereta api setelah kerumah sakit dulu menjenguk mas Karso serta menitipkan uang untuk pembayaran opname mas Karso pada Yanik.

Rencana setelah sampai di Solo dirinya mau mencoba perjodohan dirinya dan Nengsih Aruni. Ia ingin mengenal Nengsih lebih dekat lagi, dengan sedikit nakal pikirannya berkata "ada gadis cantik jangan disia-siakan". Ia jadi senyum-senyum sendiri dengan pikiran nakalnya. Tapi cepet dia sadar, dan senyum lagi. Untung gak ada yang lihat.

Selama ini Didi suka membantah apa yang dikatakan orang tuanya, sekarang hitung-hitung ia mau berbakti pada kedua orang tuanya.

***

Di kamar Asya senyum-senyum sendiri. Itu karena ibu sudah memberi lampu hijau pada Aryan untuk ke rumah Asya.

Cuman Asya adalah golongan kaum rebahan. Terkadang ia malas sekali main keluyuran tanpa alasan.

Ibu mau mengundang Aryan makan bersama di rumah. Ayah hanya manut saja apa keinginan ibu, gak pernah sekalipun ayah mau menyangkal atau membantah apa yang menjadi keputusan ibu.

Di balik itu semua Asya menjadi senang namun tertahan saja. Tertahan oleh sohibnya, Aulia.

Sementara sohibnya itu tidak mempermasalahkan kalau Asya menerima pernyataan sayang dan cintanya Aryan pada Asya. Tapi Asya merasa gak enakan saja.

Lelah melamun, Asya teringat akan teror penelpon gelap. Hampir seharian ini si peneror tidak melancarkan aksinya.

Asya mengambil HP nya lalu membukanya,setelah dilihat si penelpon gelap tidak menelpon lagi, Asya sedikit lega. Asya sedikit menguap. Mulai merebahkan dirinya di kasur.

Akhirnya si kantuk menghampirinya dan membawanya ke awan yang dipenuhi cinta. Disana sudah menunggu seorang pangeran tampan membelakanginya. Ketika ia dekati ternyata pangeran itu adalah Aryan?

Aryan tersenyum dan menggapai jemarinya dan menciumnya dengan lembut. Asya tampak malu-malu membalas tatapan sang pangeran di depannya. Namun sang pangeran mengangkat dagu Asya dengan lembutnya dan mengajaknya untuk berdansa.

Dalam pelukan sang pangeran Asya merasakan kehangatan dalam dada sang pangeran.

Sementara Asya dalam pelukan sang pangeran sekejab ia melihat ada sosok perempuan yang membelakanginya, dan ketika ia berbalik tampaklah wajah Aulia dengan bengis menatap wajahnya, sehingga Asya merasa ketakutan dan segera berbalik namun sang pangeran tak mau melepaskan pelukannya hingga Asya mengajaknya berlari sebisanya, berlari terus berdua sampai pada sebuah tempat Asya terjatuh.... Seketika Asya sadar dari mimpinya tetapi sudah di lantai kamarnya sambil memegang dan mengusap kepalanya yang terantuk dipan tempat tidurnya sendiri.

Asya tersenyum mengingat mimpinya, dilihat nya jam digital di meja belajarnya menunjukkan pukul dua pagi.

Dia berusaha bangun dan kembali meneruskan tidurnya. Masih dini hari Asya mau tidur lagi. Tapi sebentar kemudian ia terbangun dan kembali tersenyum mengingat mimpinya tadi.  Asya gak ingin melupakan mimpi itu.

***

Keesokan harinya Aulia sudah di depan rumahnya. Aulia terpaksa menelponnya karena beberapa kali ia mengebel klakson mobilnya Asya gak juga keluar.

"Hallo Sya, aku sudah di depan rumahmu. Kok belum siap-siap?"

"Siap-siap ngapain, sekarang kan hari minggu." Lia terdiam dan hanya mendengar Asya bicara.

"Lho memang kenapa kalau hari minggu Lia?" pertanyaan ulang Asya yang gak mengerti.

"Lho kok pikun, kan kita mau jenguk bibi Nur."

"Bibik Nur?"

"Ya ampun kan dirimu yang punya ide mau bantu bibi Nur bersihkan rumahnya."

"Owh,  astaga kenapa aku sudah pikun ya? Mau tunggu aku sebentar? Aku cuci muka dulu, aku kesiangan Lia. Maaaf.?"

Lia mematikan HP nya. Dia geleng-geleng kepala dengan ulah temannya. Terpaksa ia hanya menunggu di dalam mobilnya.

Bik Nur tukang sapu rumah sakit yang ditemui Asya sedang demam ketika sedang bekerja.

Secara tidak sengaja Asya menyalami bik Nur dan merasakan kalau tangan bik Nur serasa panas. Asya memegang kepala bik Nur juga sama terasa panas.

"Bik, bibik lagi demam ya? Jangan masuk dulu kalau sakit. Bisa menular ke yang lain." Asya memeriksa panas badan bik Nur setelah ia mendapat pinjaman alat pengukur suhu tubuh pada perawat senior.

Panasnya sampai 38 derajat C, cepat ia menghubungi dokter jaga UGD agar segera memeriksa bik Nur.

Setelah diperiksa ternyata bik Nur terkena tipes yang parah. Bik Nur harus dirawat. Selama dirawat Asya membantu perawatan bik Nur. Karena bik Nur tidak memiliki keluarga, sedangkan anaknya masih di Malaysia menjadi TKI. Dan itu pun hanya seorang saja anak bik Nur. Namanya Surtiyah.

Selama seminggu bik Nur dirawat dan besok baru bisa pulang. Karena masih diobservasi lagi.

Kemungkinan tempat tinggalnya sangatlah berantakan, Asya berniat membersihkan dan merapikan rumah bik Nur sebelum tiba dari rumah sakit besok.

Mobil Aulia sudah berhenti di depan rumah bik Nur. Asya baru ingat untuk menghubungi Aryan dan Rudi, dia langsung mengirimkan WA.Lengkap dengan sharelock rumah bik Nur.

Tanpa memberitahu Aulia,  Asya mengajak serta Aryan dan Rudi. Harapan Asya biar Lia bisa dekat dengan Rudi, sebab Lia mematikan nomer HP yang biasa ditelepon Rudi untuk mengganggunya.

Setelah sampai di depan rumah bik Nur, Lia kaget kok ada dokter Aryan dan dokter Rudi? Tapi Lia bersikap biasa saja, namun Asya merasakan kekagetan Aulia saat kursi mobil bergetar.

Belum juga turun, Lia bertanya tentang kehadiran dua dokter itu. Asya hanya senyum simpul. Aulia belum mengerti dengan senyum Asya.

"Sya jelaskan ke aku, kenapa ada dokter-dokter itu?"

"Yah alasannya klasik aja Lia, biar cepet selesai kerjaan kita. Iya nggak?"

"Iya juga sih, aku juga masih capek tadi nyetir mobil ini. Aku gak tahu kenapa ya, setelah sakit kemarin itu aku bawaannya lemes aja." Asya mengusap-usap pundak Aulia.

"Ayo turun dong?" bisik Asya persis di kuping Lia. Lia jadi merasa geli dan beranjak turun.

Saat turun dari mobil keduanya jadi perhatian dua cowok dokter itu, terutama Aulia diperhatikan terus oleh dokter Rudi.

"Sya kok lama banget sih, kita sudah dapat nyapu halamannya ini." Dokter Rudi mulai cari muka di depan Lia. Tapi dokter Aryan malah nyibir karena sedari tadi Aryan lah yang bekerja. Asya senyum melihatnya.

"Kalau gitu sekarang kita bersihkan di dalam rumah." Dari dalam tas nya Asya mencari kunci rumah bik Nur yang ia dapat dari perawat senior. Pintu membuka, ternyata bersih sekali rumahnya dan rapi.

Melihat itu kemungkinan saja, Asya dan teman-teman cuma mengerjakan sedikit saja.

Mereka berempat saling berpandangan, menyaksikan isi rumah bik Nur. Masih rapi dan sangat bersih.

"Nggak nyangka aku ternyata bik Nur itu sangat disiplin dengan kebersihan." kata Asya mau duduk sambil membanting badannya di kursi sofa sederhana namun masih layak untuk diduduki. Karena permukaannya dijahit rapi dengan benang senada dengan warna sofanya. Yaitu hijau lumut. Ya ternyata sudah banyak berlubang. Entah pemberian siapa kalau dilihat ini seperti sofa mewah saja hanya berlubang dan kelihatan seperti tercabik-cabik kuku binatang sepertinya kucing. Lubangnya kecil-kecil.

TBC
Halo guys aku update lagi hehehe, jangan lupa votenya di pojok kiri ya!!!

Terpaksa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang