20. Naluri Seorang Ibu

20 2 0
                                    

Saat Didi pulang ke rumah mas Karso, masih saja ia ingat dan merasa iri akan pria tampan berpakaian dokter itu. Asya sepertinya suka pada pria itu dan sebaliknya dengan pria itu.

Didi merasa gerah, bukan karena suhu ruangan namun hatinya. Ia mulai goyah dan tak bernafsu lagi akan wanita bernama Asya. Bahkan untuk menelponnya lagi, walau itu hanya untuk mendengar suara Asya aja serasa malas.

Lama ia merenung di ruang tamu, ditemani kopi yang dia beli di Alfamart serta sebungkus nasi Padang. Dia cemburu sekali.

Asya memang menolaknya, dan hanya menganggap dirinya sebagai seorang teman. Hal itu juga ia terima dengan lapang dada tetapi kok masih punya rasa cemburu. Berbagai rasa berkecamuk dalam dirinya membuat ia merasa tertekan dan pada akhirnya mencoba untuk bisa kuat dan ikhlas menghadapinya.

Setelah menarik napas dalam-dalam ia mencoba merasakan tidak ada apa-apa karena menurutnya adalah suatu proses hidup.

Setelah makan dan minum kopinya yg mulai dingin, Didi mau ke warung ibunya Asya. Mau beli sebungkus rokok.

Saat ia berjalan menuju warung ibu nya Asya, ia melihat seorang cowok menelpon.  Dan betapa kagetnya Didi mendengar kalau cowok itu menyebut nama Asya.

Didi memperlambat jalannya demi bisa mendengar apa yang sedang dibicarakan cowok itu.

Rupanya cowok dalam mobil itu sadar kalau ada yang mau berusaha mendengar pembicaraannya di telepon.

Dia memperkecil suaranya apalagi dia sedang berada dalam mobil yang ia parkir di samping rumah Asya.

Dan benar saja Didi gak bisa mendengar dengan jelas lagi suara pembicaraan cowok itu.

Biar cowok itu gak curiga Didi tetap saja berjalan pelan dan santai.

Sesampainya di dekat warung Didi mendengar kalau Asya sedang bicara di telepon. Dia tidak segera masuk ke warung tapi malah duduk di depan pintu rumah Asya yang ada tempat duduk yang sengaja dibuat dari bahan semen dan bata. Didi mengeluarkan HP nya dan berpura-pura membukanya namun kupingnya dia pasang untuk mengetahui apa yang dibicarakan Asya.

"Eh mas kerasin dong ngomongnya Asya gak denger nih." Itu yang Didi dapat dengar.

"Ah mas Aryan gombal aja terus, Asya matiin nih telponnya."

"Masak beneran nih ada di dekat rumahku?"

"Iih bohong, kalo bener gak usahlah mas nanti ayah marah tahu."

"Iya Asya belum siap terima tamu cowok!"

"Udah dulu ya mas Asya mau turup warung nih. Ibu sakit soalnya."

"Gak usahlah mas, besok aja ibu sembuh dia kecapean." Bersamaan itu datanglah mobil yang dilihat Didi tepat di depan warung Asya  mobil itu berhenti. Keluarlah cowok yang pernah Didi lihat di kantin rumah sakit waktu itu.

Didi segera bangun dari duduknya. Ia tetap pada tujuan awal yaitu membeli rokok di warung nya Asya.

Cowok tadi memaksa Asya agar bisa melihat keadaan ibu Asya. Akhirnya Asya memanggil adiknya Tio agar membuka pintu ruang tamu.

Asya sedikit kaget dengan kehadiran Didi, "eh mas Didi ada apa nih?"

"Beli rokok satu bungkus Sya. Siapa itu tadi?" Asya berusaha tenang untuk menjawab pertanyaan Didi.

"Oh itu teman baik di rumah sakit Sehat Merdeka. Tadi siang kita dapat jenguk pak Karso lho, mas Didi kemana?" Sedikit gugup Didi mencoba membuka bungkus rokoknya. Rokok itu diketuk-ketuk pada telapak tangannya. Asya gak mengerti supaya kenapa itu rokok diketuk-ketuk.

Terpaksa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang