31. Itu Nggak Akan Terjadi

13 1 0
                                    

Malam semakin larut, Asya masih dengan pikiran yang berkecamuk di batinnya. Merasakan cinta yang begitu indahnya tapi kok gak sabaran jadinya.

Batinnya berkecamuk antara senang tapi bingung. Senang karena akhirnya Aryan memilihnya menjadi pasangannya. Bingung karena Asya gak mau meninggalkan adik-adiknya yang masih membutuhkan tambahan tenaga selain dari ayah dan ibunya.

Lama Asya memutar balikkan kejadian sampai akhirnya ia pun tertidur.

Baru saja rasanya Asya hilang kesadaran bunyi dering HP nya membangunkannya. Di layar HP itu tertulis nama Aryan. Segera dijawabnya.

"Hallo mas, ada apa malam-malam?"

"Sya maaf ya aku terpaksa membangunkanmu. Tadi aku ditelepon rumah sakit kalau ayahku kecelakaan bis. Sekarang ada di rumah sakit. Nama rumah sakitnya Sehat Merdeka Sya."

"Oh iya mas aku ikut ke rumah sakit, ntar aku pakai taksi saja."

"Eh nggak usah, aku sudah di depan rumahmu." Asya membuka korden kamarnya. Ya benar ada mobil di depan rumahnya.

"Owh iya udah Asya bilang ama Tio aja dulu biar dia yang mengunci lagi pintu rumahku." Asya segera mematikan HP nya.

Saat Asya mempersiapkan diri kedua ekor kucing si Jiro dan Loni juga ikut terbangun, tapi Asya menyuruhnya tidur lagi.

"Jiro Loni kalian tidur lagi ya kalau takut, tidur aja sama Tio. Aku masih ada tugas negara dulu." Asya mengelus kepala kedua ekor kucing itu dan seakan mengerti kedua ekor kucing itu memejamkan matanya dengan kepaksa. Asya tahu dari bayangan cermin mereka masih mengintip-ngintip Asya. Tapi saat Asya menengok, mereka pura-pura tidur lagi.

Saat Asya berjalan ke ruang tamu dilihatnya Tio sedang duduk dengan mata tertutup.

"Tio bangun, mbak keluar dulu kamu kunciin pintu ya bilang mbak ke rumah sakit bersama mas Aryan mau lihat ayahnya di rumah sakit Sehat Merdeka, beliau dapat kecelakaan bis tadi sore." Tio mengangguk, sepertinya dia mau bertanya lagi tapi Asya keburu keluar.

Di depan rumah, Aryan sudah menunggu di mobil, pas Asya masuk ternyata ada mbak Kinar juga.

Mereka segera pergi ditemani gelapnya malam. Sepanjang perjalanan mbak Kinar menangis. Hati Asya merasa pilu merasakan kesedihannya.

"Mbak sabarlah mbak, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit tempat ayah dirawat." Aryan pun merasakan kesedihan kakaknya.

Untuk sementara mbak Kinar menuruti kata adiknya. Dia diam sambil mengusap air matanya yang terus mengalir.

Sesampai di rumah sakit Mbak Kinar setengah berlari masuk ke UGD. Aryan dan Asya pun mengikuti di belakang.

Tampaknya korban kecelakaan banyak sekali tapi hanya luka ringan. Saat masuk ke ruang UGD Aryan bertemu dengan dokter Ridwan.

"Lho kok sampean disini, sopo sing sakit?" Tanya dokter Ridwan dengan bahasa jawa yang medok.

"Ayah saya dapat kecelakaan, katanya dirawat disini."

"Owh kecelakaan bis itu ya?" Aryan mengangguk.

"Owh itu sebelah sana dikumpulkan, rata-rata luka ringan kok."

"Owh iya pak dokter, saya mau jenguk dulu ayah saya pak dokter, permisi dulu." Kata Aryan sedikit panik. Sementara Asya tak berkata sedikit pun, ia hanya mengikuti kemana Aryan dan mbak Kinar berjalan.

"Owh iya monggo, semoga ayahnya lekas sehat ya?" Aryan mengangguk sambil mencakupkan tangan.

"Terimakasih pak dokter." Kali ini dokter Ridwan yang mengangguk.

Terpaksa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang