39. Kok Gitu Sih?

12 0 0
                                    

Pagi sekali Arif sudah balik bahkan Aryan belum bangun, tapi bangun hanya untuk mengunci pintu saja. Dan kembali tidur.

Baru saja kembali ke kamar ada orang berteriak memanggil. Aryan membuka pintu lagi. "Pak Dokter, tolong kami ada anak yang jatuh dari pohon kelapa dan pingsan. Kita takut dia kenapa-kenapa."

Aryan hanya memberi isyarat dengan memberi tanda seakan berkata mau cuci muka dulu.

Setelah selesai ke kamar mandi, Aryan hanya memakai kaos biasa dan membawa stetoskop. Selama dalam perjalanan menuju rumah penderita Aryan minta maaf karena dia belum bangun dikarenakan ada teman yang menginap. Jadi mereka berbincang-bincang sampai agak malam juga.

Setelah sampai ke rumah penderita, Aryan melihat seorang anak laki-laki yang sedang pingsan. Aryan memeriksa detak jantung, kaki atau tangan yang mungkin ada yang patah atau apa, dan bagian kepala juga mata yang masih mengalami trauma akibat jatuh dari ketinggian. Sungguh hebat anak ini dia hanya kaget saja kemungkinan dia terpeleset dan licin karena semalam ada hujan tiba-tiba dan sebentar tapi cukup membasahi halaman rumah.

Sebentar kemudian anak laki-laki ini terbangun dari pingsannya. Aryan kemudian mengajukan pertanyaan apakah ada yang sakit, anak itu hanya menggeleng, ada rasa mau muntah atau gimana? Kembali anak laki-laki itu menggeleng.

"Hebat kamu dik, biasanya orang jatuh dari pohon kelapa pasti ada yang patah." Anak laki-laki itu tersenyum saja, kayak Harun.

"Tadi ya pak dokter aku gak jatuh kayak kelapa, tapi aku pas naik itu kepeleset jadi masih pegangan dengan batangnya, tapi mungkin yang menemukan aku mengira aku jatuh kebetulan aku lagi pingsan."

Aryan mengangguk senang, hatinya tenang karena anak kecil itu baik-baik saja. "Besok kalau kenapa-kenapa datang aja ke balai pengobatan ya biar kita lihat perkembangan adik selama seminggu ini." Si anak kecil itu hanya mengangguk.

Setelah selesai, pas keluar kamar anak kecil itu di meja ruang tamu sudah ada sepiring pisang goreng dan segelas kopi. Segeeer. "Ayo Mas dokter, diminum dulu nggih?" Aryan hanya mengangguk hormat dan menyetujui, ia duduk di samping ayah anak kecil tadi.

Cerita terus cerita tak terasa sampai jam sembilan dan Aryan pun permisi pulang mau ke balai pengobatan.

"Eh iya mas dokter kan mau praktek wah nyuwun ngapuro nggih, wis kebablasan ngobrolle, bapak sama ibu mengucapkan banyak terimakasih nggih?" Aryan hanya mengangguk sambil tersenyum rupanya sang ibu membawakan rantang yang berisi makan siang.

"Tidak apa-apa pak, ini ibu terimakasih juga nggih." Aryan berkata sambil mengangkat rantang milik ibu itu.

Dalam perjalanan pulang Aryan papasan dengan Erika yang mengemudikan mobilnya.

"Yan, darimana sini kuantar pulang yuk?" Aryan hanya menggeleng dan terus berjalan menuju rumahnya. Si Harun sudah ada di sebelah Aryan menemani tapi belum disadari kehadirannya oleh Aryan. Tapi Erika lah yang melihat penampakan Harun jadi malah ngegas meluncur seakan jalan desa miliknya, ia jadi ngebut sampai entok-entok ribut mendengar suara mobil yang menderu kencang.

Aryan hanya menggeleng melihatnya, eh begitu menengok ke sebelah kanannya ternyata ada Harun sedang senyum cengengesan.

Akhirnya sampai juga mereka di kontrakan dan Aryan duduk kembali bersama Harun. Tiba-tiba ada telpon dari Asya. "Mas aku sudah masuk desa sumber waras ini, masih jauhkah ke rumah nya mas?"

"O iya sudah mau dekat, naik apa kesini?"

"Aku numpang sama Aulia, dia mau jenguk dokter Rudi di desa Kayu Putih."

"O gitu, berhati-hati lah ya sayang?"

"Okey mas." Terdengar Asya menutup telponnya.

Sambil menunggu kekasihnya Aryan mandi, semua terasa semangat sekali jika hati rindu datang menjelang bersama hadirmu.

Sebelum Aryan ke kamar mandi pamit dulu sama Harun dan Harun menjawab dengan mengangguk.

"Run aku mau mandi ya, kamu jangan ikut?"

***

Sementara di balai pengobatan sangatlah riuh karena banyak yang datang memeriksakan diri.

Dokter Erika sedikit gelisah karena banyaknya pasien hari ini, sementara Aryan belum juga datang sedangkan hari sudah mulai agak siang.

Hati Erika, terasa perih dari hari ke hari kenapa dengan teman yang dulu selalu bersama kini bicara saja tak mau.

Apa sekarang dia harus mulai buka hati pada pria lain? Ah kenapa soal mudah jadi sulit, semua jawaban ada pada dirinya, pada hatinya.

Ibu Sasih dan ibu Murni, melihat ke arah dokter Erika yang sedang melamun, mereka berdua saling senggol agar melihat ke arah dokter Erika.

Seperti dirasa Erika ada yang ngomongi, ia menoleh reflek ke arah ibu Sasih dan ibu Murni. Seketika mereka berdua salah tingkah dan pura-pura merapikan kertas laporan pasien.

Sebentar kemudian ada dokter Aryan datang bersama Asya. Aryan memperkenalkan Asya dan menjelaskan kalau Asya adalah tunangannya pada ibu Sasih dan ibu Murni.

Ibu Sasih dan ibu Murni saling senyum bahagia, karena mereka mengagumi keayuan Asya.

Tiba-tiba saja dokter Erika keluar sambil membawa tas nya menuju mobilnya.

"Bu Murni saya ijin dulu ya setengah hari ya, kan dokter Aryan sudah datang dan bisa menggantikan saya."

Ibu Murni hanya mengangguk lalu melihat bu Sasih yang sedang mengernyitkan dahi seakan berkata 'gak habis pikir kok gitu sih'.

Sementara banyak warga yang datang untuk berobat. Untunglah Asya ikut membantu ibu Sasih sebagai tenaga perawat.

Tampaknya ibu Sasih senang dengan kehadiran Asya, yang begitu teliti dalam menghadapi pasien, terutama anak-anak, jarang sekali menangis dibuatnya.

Baik dokter Aryan maupun mbak Asya gak pernah terdengar bicaranya bila menghadapi pasien, mereka begitu perhatian dengan orang-orang yang sakit. Sungguh pasangan yang cocok.

TBC
Hai semuanya! Jangan lupa tekan bintangnya ya!

Terpaksa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang