2. Teringat Kembali

72 6 0
                                    

Asya bangun pagi sekali, padahal ia sudah tidak bersekolah lagi. Seperti ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, tapi apa ya?

Teman-temannya kah atau uang jajan dari ibunya? Atau apa ya? Lama ia termangu di pinggir tempat tidurnya. Terus mencari.

Ternyata suasana saat masih sekolah.Biasanya ia bangun pagi lalu mengerjakan tugas yang belum selesai ia kerjakan di malam hari atau sekedar membaca buku pelajaran yang akan diajarkan hari ini.

Biar nanti saat diajarkan oleh gurunya ia tidak kehilangan pengertian dari penjelasan gurunya.Tak heran Asya selalu mendapat peringkat tiga besar di kelas.

Asya mengambil HP setelah mendapat nada pesan WA tanda kalau ada yang mengirim. Disana ada WA dari Leni yang mengirim gambar akan kuliah di Surabaya dengan latar belakang gambar milik kakaknya yang sudah kuliah lebih dulu disana.

Grup WA kelas pun bersahutan dan Asya membacanya satu persatu berita dari teman-teman sekelasnya. Namun ia tak memberi komentar apapun.

Kembali ia teringat saat sekolah yang begitu ramai dan penuh dengan canda tawa yang gak akan habis sampai ada guru masuk untuk mengajar.

Asya duduk sebangku dengan Hana yang anaknya manis banget tapi cerewetnya minta ampun. Setiap hari ada saja yang dia gibah.

"Eh Sya kemarin heboh lho di arisan mamaku. Tahu gak bu Yenni mamanya si Tari itu nuduh mamaku curang." Hana ngomong sambil ngunyah snack. Auto serbuknya beterbangan karena ngomong terlalu bersemangat.

"Kok bisa Han?" Asya bertanya sambil tangannya sibuk membersihkan bekas snack di mejanya dengan kertas bekas yang diambil dari bawah mejanya.

"Gimana mamaku gak dapat terus, ikut arisan saja lima. Ya otomatis kan banyak peluang keluar lot nya. Eh bu Yenni bilang kalau isi kocokan itu nama mamaku saja gak ada nama peserta yang lain."

"Terus?" Asya penasaran kali ini.

"Ya mamaku panas dia langsung membuka semua lot arisan biar jelas!"

"Terus gimana bu Yenni?"

"Ya dia jadi malu setelah tahu kalau mamaku gak curang."

"Terus Han?" Kali ini Asya menggulung bekas kertas menjadi panjang eh di jadikan mik saat Hana bercerita. Seperti yang dilakukan wartawan saat bertanya pada nara sumbernya.

"Apaan sih Sya?" Tangan Hana menepis kertas tadi. Tapi Hana lalu tertawa geli dengan ulah Asya begitu juga Asya.

Tapi ada juga kebaikan Hana, yaitu saat guru menerangkan dia bisa juga tenang seolah bibirnya dijahit. Gak ada bicaranya.

Di depan Asya duduk si Amru orangnya resek suka cari alasan buat lihat hasil kerja Asya, terutama matematika. Walau berkali-kali dijelaskan oleh Asya gak juga ngerti, tanya lagi dan tanya lagi sampai Hana yang sewot.

"Usaha kek dikit, bisa nya ngerepotin aja." yang kena sindir malah mengepalkan tangan pada Hana. Hana membalasnya dengan mata melotot

Di samping Amru ada Bambang, teman Asya yang ini kebalikan Hana, diam saja. Tidak akan ngomong kalau gak perlu banget. Padahal dia anak orang kaya lho, tapi dia sederhana sekali.

"Bambang kok bajumu penuh keringat begitu, ih kamu ngapain saja," tanya Asya suatu ketika. Bambang hanya tersenyum.

"Aku ke sekolah kan naik sepeda gak naik mobil lagi."

"Lho mobilmu dijual ya, atau bapakmu ketauan korupsi terus di sita ya?" si ceriwis Hana mulai nyerocos tapi gak satu pun dijawab Bambang. Bahkan senyum pun tidak.

"Kenapa kamu naik sepeda Mbang?" kali ini Asya yang bertanya ulang.

"Aku dimarahin papi jadi anak manja, aku disuruh naik sepeda sambil olah raga walau gak sengaja." Asya manggut manggut mulai mengerti.Sedangkan Hana malah nyibir jengkel ke arah Bambang yang lagi menunduk. Asya ketawa tertahan.

Terpaksa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang