Selesai mandi membuat badan yang tadinya terasa lelah menjadi segar kembali. Begitulah yang Aryan rasakan.
Sambil menunggu malam, Aryan mengambil HP nya yang tergeletak di meja makan. Ia ingin menelpon ayahnya yang berada di luar kota. Ayahnya sebagai guru di kota kecil terpaksa hidup terpisah dengan ibunya karena eyang dari ayahnya sudah tua. Anak-anak eyang yang lain tinggal jauh di luar daerah. Jadi yang terdekat cuma ayah. Yah ibu lah yang mengurus eyang. Tapi sekarang eyang sudah tiada tapi ibu masih tak mau hidup bersama ayah, alasannya usaha yang dia kembangkan yaitu catering sudah maju.
Ayah hidup sendiri disana di sebuah kecamatan sementara anak dan istrinya disini, di Surabaya.
Walau terkadang bisa lewat videocall, tetapi masih belum puas saja. Namun ibu selalu menyempatkan diri mengunjungi ayah, ibu berkunjung bersama adiknya Tasya.
Aryan mencari nomer HP ayahnya, dan segera menghubunginya. Disana ada suara ayah yang selalu ia rindukan, padahal baru dua hari yang lalu ia ketemuan, di sebuah rumah makan.
"Hallo ayah apa kabar?"
"Hallo anakku, ada apa le?"
"Yah Aryan mau tunangan yah, kira-kira kapan ayah bisa ke Surabaya?"
"Tunangan, kok mendadak sih nak? Kan dokter PTT belum boleh menikah."
"Ayah, Aryan mau tunangan aja bukan mau menikah." Aryan sedikit emosi.
"Wah anak ayah udah besar ini, coba dipikir lagi le. Walau tunangan kalian harus yakin dulu apa benar itu pasangan yang diinginkan." Aryan kembali diam dan berpikir.
"Ayah kapan bisa pulang dalam minggu-minggu ini, soalnya Aryan lagi dua minggu mau tugas ke daerah. Aryan gak mau Asya hilang dari pandangan Aryan ayah, jadi yah sedikit mendesak agar ayah mau merestui tunangan Aryan." Terdengar ayah tertawa disana.
"Begini anakku, ayah bukan tidak setuju kalau dirimu mau menikah atau tunangan dengan siapa tapi dirimu harus yakin dulu akan pilihan semula. Jangan nanti di tengah jalan menyesal. Kan penyesalan selalu datang belakangan. Apalagi ada cerita ada orang sudah menikah malah cerai apalagi pacaran, itu kan ayah gak suka begitu le." Aryan mengangguk, mengerti maksud ayahnya.
"Jadi ayah setuju kalau Aryan sudah punya pilihan nih ya satu ini?" Terdengar lagi ayah tertawa disana.
"Iya sudah besok ayah sudah di rumah, tapi ayah mau kenal dulu dengan calonmu baru ayah pergi ke rumahnya untuk menjadi tunangan anak ayah yang ganteng. Tapi le omong-omong apa kamu sudah siap diatur-atur sama calon istrimu alias gak sebebas sekarang?" Aryan ketawa perlahan.
"Iya ayah gak apa-apa, Aryan ikhlas kok." Ayah ketawa.
"Iya sudah le besok ayah sudah di rumah."
"Oke ayah sampai besok, terimakasih ya ayah, hati-hati di jalan." Terdengar ayah menutup telepon disana.
Aryan kembali terdiam di pinggir tempat tidurnya, dalam hatinya ia membenarkan apa kata-kata ayah dan ibunya untuk tidak tergesa dalam mengambil keputusan. Kemarin saja dia bisa bersabar dalam melakukan sesuatu, tapi setelah bertemu Asya dirinya seperti menemukan permata yang indah yang nilainya begitu berharga seakan itu tidak bisa dilewatkan lagi. Harus!
Kembali diambilnya telepon genggam di meja setelah baru saja ia letakkan, sehabis menelpon ayahnya.
Aryan mau menelpon Asya untuk memberitahu kalau ia dan keluarganya belum bisa ke rumah Asya.
Ia mulai mencari nomer HP dan mulai menelponnya. Setelah berkali-kali yang terdengar hanya suara nada sambung dari suara penyanyi geisa yang berjudul 'kamulah yang pertama' agak lama, barulah diangkat sama Asya.
![](https://img.wattpad.com/cover/243167347-288-k757224.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Cinta
General FictionAsya seorang gadis yang cantik sedikit manis sedikit manja dan periang sampai akhirnya bertemu dengan Aryan, seorang pemuda yang tegas dan bertanggung jawab. Aryan merubah semua sifat bawaan Asya yang lembut dan sedikit keras kepala. Namun Asya mal...