"Entah bagaimana kelanjutannya. Aku sangat lelah menghadapi semua kenyataan ini. Biarlah waktu menyembuhkan segalanya."
****
Rani duduk di pinggir kolam renang rumahnya. Sejak kemarin ia izin tidak masuk sekolah. Rani ingin menenangkan pikirannya dengan cara tidak bertemu dengan siapapun. Hatinya masih sakit ketika mengingat semua kejadian itu.
"Kenapa selalu terbayang sih?" ucap Rani dengan emosi.
Insha, Emil, dan Fina melihat Rani yang sedang uring-uringan sendiri. Mereka tidak berani menegur Rani karena mereka tahu Rani butuh waktu untuk sendiri.
"Tante nggak tahu lagi harus gimana. Kalian coba bujuk Rani, ya?" ucap mama Rani.
"Mungkin Rani sedang butuh waktu sendiri, tante. Sebaiknya jangan diganggu dulu," jawab Insha.
Mama Rani mengangguk lalu tersenyum paksa. Ia tidak bisa tenang melihat anaknya seperti ini.
****
Bian sedang duduk di bangkunya. Pikirannya sangat kacau hari ini. Ia sibuk memikirkan tentang keadaan Rani. Apakah saat ini dia sedang baik-baik saja? Atau malah sebaliknya? Ah, semua terasa membingungkan bagi Bian. Ia mengusap rambutnya gusar.
"Lo mikir positif aja, semoga Rani nggak kenapa-napa," ucap Gandi.
"Kenapa lo nggak coba ke rumah Rani aja? Coba ngebujuk dia dan lo harus bikin dia lupa sama kesedihannya," usul Dafa.
Tanpa menjawab ucapan Dafa, Bian langsung berlari keluar dari kelas. Ia sengaja meninggalkan tasnya di dalam kelas agar tidak ada guru yang curiga dengan dirinya.
"Mau kemana, lo?" tanya Farel.
"Cabut. Nanti kalau ada guru, bilang aja gue lagi di UKS."
Bian memanjat tembok yang ada di belakang gudang sekolahnya. Untung saja tembok ini tidak terlalu tinggi dan bisa untuk dipanjat.
Pandangan Bian menoleh ke arah kanan dan kiri. Ia sedang mencari angkutan umum karena sepeda motornya ditinggal di sekolah. Tak lama kemudian, ada sebua angkot berwarna biru dan Bian langsung masuk ke dalam angkot tersebut.
"Bang, cepetan ya. Ngebut kalau bisa," ucap Bian dengan tidak sabar.
"Siap mas," jawab supir angkot itu.
Bian sudah sampai di depan rumah Rani. Di depan rumah itu terlihat teman-teman Rani yang sedang mengobrol dengan mama Rani. Bian berusaha mendekat ke arah rumah Rani.
"Permisi, tante. Raninya ada?" tanya Bian.
Mama Rani mendekat ke arah Bian. "Ada. Dia lagi di dalam, tapi dia nggak mau diganggu dulu."
Senyuman Bian memudar. Hatinya sakit ketika mendengar Rani sedang ingin menenangkan diri. Andai saja kemarin tidak terjadi, mungkin semuanya tidak seperti ini.
"Barangkali kamu mau nitip apa gitu? Nanti biar tante sampaikan."
Bian menganggukkan kepala. "Ini tante, tolong kasih ke Rani ya. Bilang juga, Bian minta maaf atas kejadian kemarin," ucap Bian lalu menyodorkan sebuah kotak berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANTARA [Completed] ✔
Teen FictionBiantara Langit Angkasa adalah siswa SMA Kertajaya yang duduk di kelas 11. Bian sapaan akrabnya, suka bermain basket dan menjabat sebagai ketua tim basket SMA Kertajaya. Arani Sharilla Mahajaya adalah siswi yang duduk di kelas sepuluh, walaupun masi...