Akhir pekan telah tiba, Rani membuka ponselnya dan mengecek konten pertama yang akan mereka buat. Ia tidak sabar untuk menjalani syuting dan popularitasnya akan meledak seantero SMA Kertajaya.
Rani menekan ikon instagram di layar ponselnya. Matanya tertuju pada sebuah nama yang asing baginya, Rani memencet akun orang itu. Ternyata itu adalah Irfan Galang Naufan, ketua tim basket SMA Raspati yang kemarin kalah oleh starlight. Irfan mengirimkan pesan lewat DM dan dijawab oleh Rani.
"Asik juga ini anak," ucap Rani dengan tersenyum.
"Rani? Kamu udah siap?" tanya mama dari luar kamar.
Rani melihat ke arah jam dinding, ternyata sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Rani menepuk dahinya, ia lupa jika harus syuting konten pertamanya.
"Duh, gara-gara Irfan gue jadi lupa semuanya," gerutu Rani lalu berjalan menuju kamar mandi.
Rani menuruni tangga dan ia sudah melihat teman-temannya duduk di ruang tamu. Rani langsung berjalan menuju ke tempat yang telah ditentukan.
Mereka menempuh perjalanan selama setengah jam, Rani yang memilih tempat ini. Tempatnya sangat asri dan jauh dari perkotaan, ia ingin memberikan yang terbaik untuk konten pertamanya.
"Bagus banget tempatnya," ucap Emil.
"Iya nih, bagus banget. Hebat lo survey tempatnya," sahut Fina sembari menatap pemandangan sekitar.
"Ya dong, urusan kayak gini serahin sama gue."
Syuting konten pertama ini memakan waktu selama tiga jam, Rani sangat bosan karena kelelahan. Tangan Rani menekan tombol on pada ponselnya, ia ingin melihat sosial medianya. Rani ingin mengecek pesan terakhir yang dikirimkan Irfan kepadanya.
"Hah? Dia ngajak ketemuan?" ucap Rani heboh.
"Siapa?" tanya Insha.
"Ini ada anak Raspati yang DM gue, eh terus ngajak ketemuan. Menurut lo gue terima tawaran itu nggak, ya?"
"Menurut gue sih, coba aja. Siapa tau bisa jadi pacar lo," sahut Emil.
"Iya nih, bener," ucap Fina.
Rani mengangguk paham lalu mengetikkan pesan balasan kepada Irfan. Entah mengapa Rani merasa sangat bahagia karena telah mengenal Irfan, walaupun belum pernah bertemu sekalipun.
Malam telah tiba, Rani sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan Irfan. Ia menunggu di depan rumahnya karena Irfan akan menjemputnya, entah mengapa perasaan Rani tidak karuan. Ia belum pernah merasakan ini sebelumnya.
"Yuk naik," ucap seseorang bersuara berat.
"Irfan, kan?" tanya Rani.
Irfan mengangguk kaku, lalu tersenyum. "Naik aja."
"Lo tahu gue darimana?" tanya Rani dengan canggung, tapi sebenarnya ia sangat penasaran dengan Irfan.
"Oh," ucap Irfan dengan sedikit tertawa. "Gue kapten tim basket Raspati, lo nggak lihat gue waktu pertandingan?"
Rani menggeleng kepalanya pelan, ia sama sekali tidak memperhatikan jalannya pertandingan itu. Rani tidak menyukai olahraga jenis apapun, ia hanya duduk untuk memenuhi janjinya dengan Bian. Itu saja sudah membuat banyak jerawat kecil bermunculan di kepalanya.
"Gue nggak lihat karena nggak suka olahraga."
"Lah, terus ngapain lihat?" tanya cowok itu.
"Dipaksa sama Bian, kalau nggak janji mah gue males banget nonton." Irfan tersenyum kecil. Rani sangat lucu baginya, ia tidak sabar untuk mengenal Rani lebih dalam lagi.
Rani dan Irfan sudah berada di dalam sebuah mal yang ada di Jakarta, mereka berjalan masuk memutar mal tanpa tujuan. Rani menatap toko Gucci yang indah itu, tetapi ia mengurungkan niatnya karena kemarin baru saja membeli kostum untuk keperluan syuting.
Irfan meraih tangan Rani dan menggandengnya. Awalnya Rani bingung dan ingin melepaskan tangannya dari tangan Irfan.
"Gini aja, jangan dilepas ya?" Rani hanya bisa tersenyum lalu mengangguk dan melanjutkan langkahnya.
Sementara itu, Bian sedang berada di mal bersama teman-temannya. Sebenarnya Bian sangat malas keluar, tapi karena paksaan ketiga sahabat membuatnya harus mengusir rasa malas itu.
Bian, Dafa, Gandi, dan Farel sedang berjalan memutar setiap toko, mereka sedang mencari sesuatu. Berbeda dengan tiga sahabatnya, Bian hanya diam dan menunggu diluar toko. Ia sangat malas untuk berbelanja.
Mata Bian tertuju pada seorang gadis yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Bian memicingkan matanya untuk memastikan siapa gadis yang familiar di memorinya itu.
"Rani?" gumam Bian. "Kenapa dia sama cowok lain? Emangnya itu pacarnya?" gerutu Bian.
Irfan melihat Bian, ia sengaja mendekat ke arah Bian dan membuatnya kesal karena Rani ada di tangannya.
"Duh, dunia sempit ya. Kemarin baru tanding sama lo, eh sekarang kita ketemu disini. Apa kabar?" ucap Irfan basa-basi.
"Nggak usah basa-basi," jawab Bian.
"Santai dong bro, gue kan cuma tanya. Lagipula kenalin, ini gebetan baru gue," kata Irfan sembari memeluk Rani dengan tersenyum licik.
"Nggak jelas!" Bian melangkahkan kaki menyusul sahabatnya lalu pergi menjauh dari Irfan dan Rani. Entah mengapa rasanya sangat sakit dan kesal, tetapi Bian tidak terlalu menghiraukan perasaan sakit dan kesal itu.
Bian berjalan menuju parkiran. Dafa, Gandi, dan Farel bingung dengan apa yang terjadi dengan Bian, dia tidak biasanya bersikap seperti ini.
"Lo kenapa sih?" tanya Gandi.
"Nggak, kita pulang sekarang."
"Kenapa? Emangnya tadi lo ketemu sama siapa? Setan?" sahut Dafa dengan menatap Bian yang sedang fokus menyetir mobil.
"Bisa diam nggak?" ucap Bian dengan nada tinggi yang membuat teman-temannya diam seketika.
Mereka tahu jika Bian sudah marah, pasti semuanya akan menjadi menakutkan. Daropada harus menerima resiko, lebih baik mereka diam dan tidak mengeluarkan suara apapun.
Sementara itu, Rani masih asyik memutari mal ini dengan Irfan. Menurutnya, Irfan adalah sosok yang menyenangkan dan seru ketika diajak berbicara. Rani belum pernah menemukan lelaki seperti Irfan.
"Pulang?" tanya Irfan.
"Terserah aja," jawab Rani.
"Besok-besok kalau lo mau berangkat ke sekolah, gue antar aja ya?"
Dahi Rani menyirit lalu kepalanya menggeleng pelan. "Nggak usah, lagipula sekolah kita nggak searah."
Irfan tersenyum, tangannya terulur meraih puncak kepala Rani. Telapak tangannya bergerak membelai rambut Rani. "Nggak apa."
"Beneran?"
"Iya, gue mau kok nganterin kemanapun lo pergi. Asalkan perginya sama gue." Ucapan Irfan berhasil membuat pipi Rani merah merona. Perasaannya campur aduk tidak karuan, rasanya ingin berteriak saja.
Setelah adegan itu, Rani dan Irfan hanya diam satu sama lain. Rani tersipu malu karena Irfan adalah laki-laki pertama yang memperlakukan dirinya seperti ini. Walaupun Rani sangat populer di SMP dulu, ia sama sekali belum pernah merasakan jatuh cinta dan pacaran.
"Makasih ya, Fan. Senang banget bisa kenal sama lo," ucap Rani dengan tersenyum lalu keluar dari mobil Irfan.
"Sama-sama, lain kali jangan kapok jalan sama gue ya. Gue balik dulu, Ran." Rani tersenyum lalu melambaikan tangannya ke arah mobil Irfan yang mulai menjauh.
Part 15 sudah selesai nih. Gimana tanggapannya dengan kehadiran Irfan? Gimana reaksi Bian selanjutnya? Pada kepo nggak?
Kalau kepo, jangan lupa vote, komen, dan share sebanyak-banyaknya ke teman-teman kalian supaya Bian dan Rani semakin banyak yang baca dan suka.
Bantu Bian dan Rani 200 orang pembaca ya? Thank you^^
--Happy Reading ❤--
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANTARA [Completed] ✔
Teen FictionBiantara Langit Angkasa adalah siswa SMA Kertajaya yang duduk di kelas 11. Bian sapaan akrabnya, suka bermain basket dan menjabat sebagai ketua tim basket SMA Kertajaya. Arani Sharilla Mahajaya adalah siswi yang duduk di kelas sepuluh, walaupun masi...