43: Jarak antara kita

170 13 0
                                    

"Mungkin lebih baik seperti ini, agar kita tahu kesalahan satu sama lain. Tenang saja, aku tidak akan kemana-mana."

***

Sejak kejadian itu, Rani dan Bian sudah tidak saling bicara. Mereka kembali asing seperti dulu pertama kali kenal. Setiap kali bertemu di kooridor, mereka selalu menciptakan jarak dan saling mengalihkan pandangan.

Hari ini adalah jadwal pembagian rapor kelas sepuluh dan sebelas. Rani datang dengan mamanya sejak sepuluh menit yang lalu. Ia juga tidak sengaja bertemu dengan Bian di kooridor. Bian tersenyum kepadanya, tapi tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Kamu lagi berantem sama Bian?" tanya Ratih.

Rani beralih menatap mamanya. "Nggak tau."

"Kok nggak tau, sih?"

"Jangan dibahas, ma. Yuk ke kelas aja, keburu telat nanti," jawab Rani lalu berjalan mendahului mamanya.

Ratih menggelengkan kepalanya dengan tersenyum. "Dasar anak muda."

***

Di dalam kelas, Bian sedang duduk menunggu orang tuanya datang. Khusus untuk kelas sebelas, orang tua mereka akan dikumpulkan dan diajak untuk berdiskusi karena hendak naik ke kelas dua belas. Bian duduk melamun dengan menatap taman.

"Kusut banget tuh muka," ucap Dafa.

"Iya nih. Lagi bertengkar hebat sama ibu negara," sahut Farel.

Bian tidak menghiraukan kedua temannya. "Gandi mana?" tanyanya untuk mengalihkan pembicaraan.

"Lagi di parkiran," jawab Dafa.

Bian tidak menjawab dan lebih memilih menyibukkan diri dengan ponselnya.

"Lo masih marahan sama Rani? Udah lebih dari seminggu lho, bahkan hampir dua minggu. Kata orang, marahan lebih dari tiga hari tuh nggak baik," ucap Farel.

Bian mendengus pelan. "Terus mau gimana? Dia aja nggak mau dengar penjelasan gue. Apa semua ini layak untuk dipertahanin? Gue capek ngertiin dia terus, sedangkan dia nggak pernah ngertiin gue. Lagipula kemarin Syifa yang pegang tangan gue duluan."

Farel menepuk pundak Bian lalu duduk mendekat ke arahnya. "Kita sebagai cowok, mungkin harus lebih ekstra untuk memahami perempuan. Menurut gue waktu dua minggu itu lama banget. Pada kenyataannya, lo tersiksa dan Rani tersiksa. Gue saranin, kalian coba ngomong baik-baik dan diskusi. Jangan saling diam kayak gini."

Gandi tersenyum mendengar ucapan Farel tadi. Pasalnya, ia sangat jarang melihat Farel ngomong seperti ini.

"Gila! Dokter cinta banget lo," ucap Gandi.

"Iya dong! Pakar cinta gue," jawab Farel dengan percaya diri.

Bian hanya menatap ketiga temannya tanpa menjawab apapun. Ia sangat bingung harus melakukan apa. Bian juga ingin dimengerti layaknya wanita. Namun, jarang sekali wanita yang bisa mengerti lelakinya. Kebanyakan wanita ingin menang sendiri dan selalu merasa tersakiti.

Rani dinyatakan naik ke kelas sebelas dan mendapatkan peringkat dua belas. Walaupun hanya peringkat dua belas, Rani sudah sangat bahagia karena hal ini jarang terjadi di dalam hidupnya.

BIANTARA [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang