"Aku tidak tahu. Ya, lagi-lagi aku tidak tahu tentang perasaanku sendiri."
*****
Rani menunggu Irfan di depan rumahnya. Ia sudah menunggu selama sepuluh menit tetapi Irfan tidak kunjung datang. Rani sudah mengirimkan beberapa pesan namun Irfan tidak membalas pesan itu.
"Tumben teman kamu lama jemputnya?" tanya mama Rani yang tiba-tiba berada di belakang Rani.
"Iya nih, nggak tau. Ditelpon juga nggak diangkat," jawab Rani.
Suara deru motor mulai terdengar. Rani melihat Bian yang sedang melaju mendekat ke arah rumahnya. Ia menyiritkan dahinya. Mengapa Bian kemari?
"Ngapain kesini?" tanya Rani cuek.
"Rani, kamu nggak boleh gitu," ucap mama.
Bian tertawa kecil. "Gue sengaja mau jemput lo karena gue punya feeling kalau hari ini Irfan nggak jemput lo. Yuk naik, keburu telat," ajak Bian dengan semangat.
"Nggak, gue nggak mau."
"Udahlah, kamu naik aja. Nanti telat lho ke sekolahnya. Bian, tante titip Rani ya," ucap mama Rani lalu masuk ke dalam rumah.
Dengan sangat terpaksa, Rani harus menaiki motor Bian dan berboncengan dengan dia. Kalau bukan mamanya yang menyuruh, lebih baik Rani berjalan kaki daripada harus berboncengan dengan manusia super aneh ini.
Tangan Irfan mengepal lalu memukul setir mobilnya. Ia melihat semua kejadian itu. Rani dengan lempeng berjalan lalu duduk di boncengan Bian.
"Lo akan tahu akibatnya, Biantara!" ucap Irfan dengan penuh emosi.
Semua murid SMA Kertajaya menatap ke arah Rani yang sedang berboncengan dengan Bian. Mereka mendadak jadi pusat perhatian. Dengan cepat, Rani turun dari motor Bian lalu berjalan menuju kelasnya dengan wajah malu.
"Tunggu!" ucap Bian dengan memegang tangan Rani.
"Apaan lagi? Gue malu dilihat sama kakak kelas," jawab Rani.
Bian mengeluarkan sebatang cokelat dan bunga dari dalam tasnya lalu memberikan itu kepada Rani.
"Cie ciee...."
"Yah, potek banget hati gue."
"Gue nggak rela Bian punya pacar. Mana pacarnya cantik banget. Gue jadi insinyur."
"Insecrue, bego!"
Begitulah suara riuh gadis SMA Pelita yang melihat Bian memberikan cokelat kepada Rani. Sedangkan Rani, ia mematung dan menggigit bibir bawahnya. Ia sangat malu dengan semua ini. Rani langsung melangkahkan kaki tanpa mempedulikan Bian.
Sepanjang pelajaran, Rani tidak bisa fokus kepada materi yang diberikan guru. Pikirannya terus tertuju pada kejadian tadi pagi dan juga Irfan. Ya, Irfan. Bagaimana kabarnya hari ini?"
"Ngelamun aja!" seru Emil.
Rani mendongak menatap Emil. "Kok lo di bangku gue? Emangnya udah bel istirahat?"
Insha berjalan mendekat ke arah Rani dengan membawa sebuah makanan. "Udah dari tadi, lo aja yang asyik ngelamun sendiri."
"Ngelamunin apaan sih? Perasaan dari kemarin ngelamun terus," sahut Fina.
"Irfan. Dia nggak ada kabar sama sekali hari ini. Tadi pagi juga dia nggak jemput gue. Gue khawatir banget sama keadaan dia. Apa dia marah sama gue? Tapi apa kesalahan yang gue perbuat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANTARA [Completed] ✔
JugendliteraturBiantara Langit Angkasa adalah siswa SMA Kertajaya yang duduk di kelas 11. Bian sapaan akrabnya, suka bermain basket dan menjabat sebagai ketua tim basket SMA Kertajaya. Arani Sharilla Mahajaya adalah siswi yang duduk di kelas sepuluh, walaupun masi...