Suara hening sudah menyelimuti rumah besar itu sejak pemilik rumah kembali. Rumah yang terlalu hening untuk dihuni dua orang manusia yang saling mengurung diri di kamar.
Entah perlu di sesali atau tidak, lamaran tak terduga Zefa lah yang menyebabkan keheningan ini.
Jun tau ucapan Zefa memang realistis. Untuk situasi seorang perempuan yang di hamili tanpa menikah akan tidak menguntungkan baginya. Akan ada sangsi sosial yang sangat kejam yang harus ia hadapi, beda halnya jika berada di posisi cowok.
Iya, seharusnya dia bahagia jika cowok yang menghamilinya bertenggung jawab.
Tapi itu berlawanan dengan tujuan awalnya untuk memiliki anak tanpa suami.
Ponsel Jun tiba-tiba berdering. Membuatnya tersentak dalam lamunan. Nama sahabatnya tertera pada layar yang membuatnya buru-buru mengangkat telfon tersebut.
"Claudy" ucap Jun nyaris berteriak. Rasa ingin memuntahkan semua masalahnya.
"Aku di depan" ucap Claudy dari seberang sama.
#
Zefa jatuh terduduk saat Jun tiba-tiba membuka pintu kamarnya.
Zefa yang entah sudah berapa lama berdiri di depan pintu kamar Jun sama sekali tak menduga akan tertangkap basah seperti ini.
Jun juga tidak menduga kalau Zefa ada di depan kamarnya.
Zefa berdehem "Aku..."
"Astaga Zefa tangan kamu kan masih sakit" Jun buru-buru membantu Zefa berdiri.
Tanpa di minta ia memapah tubuh Zefa hingga ke sofa ruang tamu.
"Aku gak papa" ucap Zefa sembari menunduk, malu sendiri mengingat dirinya jatuh tersuduk di hadapan Jun tadi.
Jun tidak mengubris ucapan Zefa, ia sibuk memeriksa lengan Zefa dengan teliti.
Melihat hal itu Zefa pun tersenyum.
Iya merain lengan Jun dan meremasnya pelan. "Aku gak papa""Apa sih gak papa, gak papa mulu hah?. Gimana ceritanya kamu bisa jatuh gitu, kamu bukan anak kecil tapi kok jatuh tanpa sebab sih" omel Jun gemas.
Zefa meringis. "Aku kan kaget..."
"Kaget apa? Emang kamu pikir aku hantu apa, lagian ngapain sih berdiri di depan kamar aku? Kan bisa..."
Ting... nong...
Suara bel mengintrupsi omelan Jun yang membuat nya tersadar tujuan awal ia keluar dari kamarnya adalah untuk membuka pintu.
Zefa berdiri sigap. "Kamu tunggu di sini, biar aku yang buka pintu"
Jun menggeleng. "Itu bukan orang suruhan ayah mu, itu Claudy" jawab Jun cepat. Melihat raut wajah Zefa yang berubah kaku.
Alis Zefa tertaut bingung.
Jun mengangguk mengiyakan pertanyaan apapun yang ada di kepala Zefa. "Sahabat aku yang ngomelin kamu waktu itu"
Zefa beroh ria. "Kalau gitu ayo kita buka bersama"
#
"Lo belum ke dokter kan?"
Pertantaan itu yang pertama kali Claudy lontarkan sebagai sambutan saat sahabatnya membukakan dia pintu.
Walau Jun bingung dengan pertanyaan Claudy, ia mengangguk sebagai jawaban.
Claudy menghembuskan nafas lega. "Syukurlah ya Tuhan"
Zefa menatap ke kanan dan kekiri dengan was-was. "Mending lo masuk dulu deh" ucap Zefa dingin.
Jun menangguk setuju. Jun segera menarik lengan sahabatnya untuk masuk.
Walau tak suka dengan nada bicara Zefa yang tak bersahabat, Claudy terpaksa menuruti ucapannya dan ikut masuk ketempat dimana sahabatnya tinggal belakangan ini.
Claudy menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu, disusul dengan Jun yang langsung memeluknya dengan erat.
Tanpa basa basi Zefa menatap Claudy dengan tajam. "Dari mana lo tau tempat ini dan apa tujuan lo kesini?"
Sebelum Claudy melontarkan jawabanya, Jun menatap Zefa kesal. "Tentu saja dia kesini karena aku" celetuk Jun.
Claudy menangguk. "Pertama, gue tau tempat ini dari Anje, adiknya Jun. Kedua, gue kesini buat menyampaikan pesan"
Jun menegakan tubuhnya, menatap sahabatnya penuh tanya. Menunggu Claudy melanjutkan ucapanya.
Claudy menarik nafas dalam, ia menggengam tangan sahabatnya dengan erat. "Gue gak tau kenapa harus lo yang mendapatkan semua ini, padahal lo adalah orang baik"
Jun bisa menangkap suara Claudy yang bergetar.
Claudy menatapnya dalam dan berusaha meredam emosinya.
Untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu pada awal masa kuliah, Jun baru melihat Claudy begitu rapuh.
"Bisa gak jangan berbelit-belit" ketus Zefa.
Jun dengan gemas menendang tulang kering Zefa. "Kamu jangan nyebelin deh" gerutunya.
"Jangan pernah memeriksa kandungan Jun ke dokter manapun" ucap Claudy cepat.
Zefa dan Jun kembali memfokuskan pandangan pada Claudy.
"Gue gak tau lo emang gak tau atau pura-pura gak tau. Tapi gue gak mau nasip Jun sama seperti ibu lo"
Zefa seketika berdiri. "Maksud lo apa?"
Jun melepas gengaman Claudy pada gengamannya lalu ikut berdiri memeluk tubuh Zefa dengan cepat. Ia tau kini keadaan bukanlah keadaan yg baik untuk Zefa.
"Maaf sebelumnya, tapi ibu lo mati karena di bunuh manusia bejad itu karena mengandung anak perempuan. Dan gue gak mau sahabat gue nasipnya sama seperti ibu lo"
Zefa mendorong tubuh Jun hingga jatuh ke sofa. Lalu tanpa aba-aba melayangkan tanganya hingga mengenai pipi Claudy. "Gue gak peduli lo perempuan apa bukan, tapi jangan pernah membawa-bawa ibu gue"
Claudy memegangi pipinya yang terasa seakan terbakar. "Kalau lo memang mau marah, marah sama si pembunuh, gue hanya mau menjaga sahabat gue"
"Claudy udah" ucap Jun berusaha mengendalikan keadaan.
Zefa menggerang, "Enggak" ia menggeleng kencang. "Enggak mungkin, semua orang tau mama meninggal karena kecelakaan"
Jun berusaha mendekati Zefa namun Claudy menahan lengan Jun.
Jun menatap wajah sahabanya dan Zefa secara bergantian. Yang dikepalanya hanya ada satu pertanyaan, apa yang harus dia lakukan sekarang?
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomanceJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...