45

249 38 3
                                    

Kepala Jun tak henti memikirkan keadaan Zefa saat ini. Ia merasa keadaan di luar kamarnya terlalu sunyi, seakan tidak ada siapapun diluar sana.

Jun menarik nafas berat, rasanya dadanya ingin meledak karena rasa penasaran dan khawatir yang dia rasakan.

Yang Jun takutkan Zefa kembali menyakiti dirinya sendiri. Bisa saja Zefa menenggelamkan dirinya seperti waktu itu, dan naasnya ia kehabisan nafas dan kakinya kram.

Jun sangat ingin keluar dari kamarnya namun Claudy benar-benar menahanya, dekapan tangan Claudy di pinggangnya sanggat erat untuk seorang yang sudah terlelap.

Ya, Claudy ngotot mau bermalam di rumahnya untuk memastikan dirinya akan baik-baik saja.

Suara bantingan pintu mengaget kan Jun. Rumah yang terlalu hening membuat suara pintu itu terdengar sangat kencang.

Jun berusaha melepas dekapan Claudy dengan perlahan, dan menggantikan posisinya dengan guling, agar Claudy tidak terbangun.

Dengan perlahan Jun keluar dari kamarnya dan berjalan dengan sedikit berjinjit kearah pintu luar.

Jun dapat mencium bau amis yang sangat tajam. Ia terus berjalan hingga tubuh Jun mematung saat ia melihat Zefa berjalan gontai kearahnya dengan tubuh bercucuran darah.

"Ow hai Jun" sapa Zefa dengan terkekeh tepat saat ia berada di hadapan Jun.

Zefa meletakan jari telunjuknya di depan bibir Jun dan tersenyum lebar. "Ssstt... Aku baik-baik saja"

Jun tak mampu berkata-kata, ia hanya terdiam dengan air mata yang mulai menetes.

Zefa menggeleng sembari mengusap pipi Jun dengan lembut. "Kamu kenapa nangis. Ada yang sakit?"

"Ehh..." Zefa terdiam melihat pipi Jun yang kini terlihat berbercak darah. "Jun, kamu berdarah" ucap Zefa panik.

Seketika tangis Jun pecah, Jun menarik Zefa kedalam dekapanya. "Kamu gak baik-baik aja Zefa. Dan itu gak papa, kamu gak perlu terus bohong untuk menjadi baik-baik aja" ucap Jun dengan suara parau.

Zefa terkekeh sembari meringis kecil. "Maksud kamu apa Jun?"

Jun melepas dekapanya dan melihat Zefa dari atas kebawah. "Liat diri kamu? Apa yang terjadi?"

Zefa mengikuti arah pandang Jun. "Aku gak papa kok, aku tinggal mandi dan ganti baju"

"ZEFA PLEASE" erang Jun kecang dengan suara bergetar, frustasi.

Air mata Zefa pun ikut mengalir namun ia masih memaksan ujung bibirnya untuk tersenyum. "Aku hancur di sini" ucap Zefa berusaha menyentuh dadanya.

Jun semakin terisak. "Ayo kita kerumah sakit sekarang. Tangan kanan kamu.." Jun tak sanggup meneruskan ucapanya, ia ngeri melihat tangan Zefa seakan tak berfungsi dan hanya tergantung begitu saja.

Jun tak tau apa yang terjadi tapi sepertinya Zefa habis mengalami kecelakaan, kecelakaan yang sangat parah.

Zefa menatap Jun dalam dengan mata sayu yang berjuang untuk tetap terbuka. "Kenapa Jun?"

Jun tak mengubris ucapan Zefa, ia berusaha fokus, menghubungi ambulan.

"Jun apa kamu mencintai ku?" Tanya Zefa tanpa di duga.

Jun membalas tatapan Zefa, dalam. "Kamu.. kamu mencintai ku?" Jawab Jun dengan pertanyan yang sama.

Keduanya saling bertukar pandang dalam keheningan. Hingga tubuh Zefa ambruk, jatuh kedalam dekapan Jun.

#

"Lo marah ke gue?" Tanya Claudy kesekian kalinya kepada sahabatnya.

Sedari tadi Jun mengunci mulutnya rapat-rapat dan mengacuhkan Claudy yang kini terlihat jadi salah tingkah.

"Emang salah gue apa? Gue dateng ke sini kan buat lo juga" gerutu Claudy kesal sendiri.

Sejujurnya dihati kecil Claudy juga tersirat rasa bersalah. Apa lagi saat ia melihat tubuh Zefa yang terbaring tak sadarkan diri di atas kasur dengan selang oksigen menutupi bagian bawah wajahnya.

Jun dan Claudy sedang berada di rumah sakit. Tepatnya didepan ruangan ICU, dimana Zefa terbaring lemah di dalam sana sendirian.

Claudy masih mengingat saat ia mendapatkan sahabatnya berteriak kencang meminta tolong dengan Zefa yang berlumuran darah di pangkuannya. Sebenernya apa yang terjadi hingga Zefa bisa berlumuran darah seperti itu?

"Zefa sebenarnya orangnya sangat rapuh tidak seperti yang terlihat" Jun pada akhirnya membuka mulutnya dengan suara yang bergetar. "Dia suka menyakiti dirinya sendiri untuk meredakan rasa sakit yang ia rasakan di dalam dirinya. Seperti menutupi rasa sakit dengan rasa sakit lainnya" jelas Jun berusaha menahan tangis. Sungguh sulit menahan tangis saat berbicara.

Jun memusatkan pandanganya pada sahabatnya, Claudy dapat melihat kedua mata Jun yang memerah.

"Akuilah, ucapan lo yang kemarin gak manusiawi sama sekali" lanjut Jun.

"Maaf" gumam Claudy sembari menunduk.

"Minta maafnya jangan sama gue, tapi ke dia langsung. Semoga aja Zefa masih di kasih kesempatan hidup" dan tangisan Jun pun pecah kembali.

"Enggak Jun" Claudy segera mendekap tubuh rentat Jun. "dia pasti baik-baik aja" sambung Claudy berusaha menenangkan Jun.

Jun menggeleng. "Dia gak baik-baik aja Claudy. Dia... "

Claudy mempererat dekapanya. "Jun, ayo kita berfikir positif dulu. Dia gak mungkin sampai meninggal"

"CLAUDY!" Bentak Jun di sela tangisannya sembari mendorong tubuh sahabatnya itu menjauh.

"Maaf... maaf... gue gak maksud.."

Claudy tak tau harus bersikap seperti apa, dia tau dia salah tapi dia menepisnya dengan yakin kalau yang ia lakukan sudah benar, dan semua itu demi Jun.

#TBC

Not Out of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang