6

5K 234 5
                                    

Cerita ini hanya fiksi belaka,
hanya karangan yang tercipta dari hayalan tinggi yang mengada-ngada. Harap bagi pembaca dapat mengerti dan memaklumi. Dan cerita ini hanya untuk manusia yang sudah seharusnya memiliki KTP.
...

"Dia tidak mengenali gue, dia lupain gue, wajah tampan gue ini, badan bagus gue ini, setelah apa yang terjadi antara gue dan dia, yang bener aja"

Zefa benar-benar tak bisa menerima hal itu. Di acuh kan dan tidak dikenal apalagi dilupakan. Seriusan? Zefa seorang pangeran bisnis, satu-satunya penerus bisnis-bisnis ayahnya yang gak akan habis mau tujuh turunan juga, dan pemilik club ternama yang udah memiliki cabang dimana-mana, juga tampang yang tampan tak ada duanya bak dewa yunani, badan yang hot abis. Siapa yang gak akan mengenalnya? di internet, di majalah, di tv, dimana-mana bisa ditemukan wajah tampannya.

Bahkan salah satu majalah mengatakan dia adalah peringkat terbesar pengusaha muda yang dicari namanya diinternet.

Dan cewek itu, seorang bocah ingusan yang pastinya sahabat akrab dengan internet, tidak mengenalnya. Bahkan setelah apa yang telah ia lakukan, mereka lakukan. Bener-bener gak masuk akal.

Zefa benar-benar kesal, egonya tak terima dengan hal itu. Terlebih lagi, Zefa sudah membuang waktunya memendam rasa bersalah yang terus menikam dadanya setelah insiden malam itu.

Zefa segera kembali memencet lift ke lantai lobi dan berlari berniat mengejar. Dia harus memastikannya sekali lagi, apa benar itu si bocah atau bukan.

Tapi langkahnya terhenti, dia berfikir sekali lagi. Bukan begini cara yang baik untuk mengetahuinya.

Zefa tidak mungkin berlari mengejar dan setelah itu menanyakan secara to the poin pada bocah itu atau malah mempermalukan dirinya dengan secara tidak langsung memperkenalkan diri dan menjelaskan reka kejadian tak disengaja itu.

Zefa menyeringai. "Salalu ada cara lain"

#

Dan disinilah dia.

Zefa mengambil aba-aba, kakinya siap menginjak pedal mobilnya, tanganya mencengkram erat stir mobilnya, matanya tajam fokus melihat keluar kaca film 80% yang terlihat gelap dari luar samping kirinya.

Sesekali dia menatap lampu rambu-rambu lalu lintas, menunggu warna merah berganti menjadi hijau.

5. 4. 3. 2. 1.

Hijau. Zefa langsung menginjak pedal lalu membanting setirnya kekiri menyalip mobil yang tadinya berada di samping kirinya. Saat dia sudah berada di depan mobil itu, dia segera menginjak rem dan..

brakkk....

mobil di belakangnya menabrak bemper belakang mobilnya dengan sempurna.

Zefa segera memasang lampu tangan ke kiri, menepih berniat memulai aksinya.

Pemilik mobil yang baru saja menabraknya ikut menepih, siap menyembur orang bego yang menyalip mobilnya dan berhenti tepat didepanya.

Keduanya keluar dari mobil masing-masing. Zefa bertolak pinggang sembari melihat bemper belakang mobilnya yang terlihat mengenaskan.

Jun berlari keluar mobil kesayangannya, melihat bemper mobil bagian depannya yang hancur. "ucull gue" erangnya tak tega melihat mobilnya yang dia namai ucull yang terlihat perlu oprasi bemper, yang memerlukan bemper pengganti.

Jun segera berbalik badan melihat tajam pelaku keji yang melukai si ucull yang selalu mulus dan bersih.

"kalau nyetir yang bener dong, main nabrak mobil orang aja, SIM lo tembak ya"

Baru juga dia ingin menyembur pelaku keji, sang pelaku keji malah memukulnya duluan.

"loh kok jadi salah gue?" Jun tak terima disalahkan, tapi sebenernya, dia juga ragu, apakah dia memang patut untuk disalahkan. Dia belakangan ini tidak fokus dalam segala hal termasuk menyetir, pikirannya sedang jauh berkelana. Jadi apa dia emang salah?

Zefa mengelus-elus bemper belakangnya yang nyaris lepas. "gak lo liat siapa yg nabrak hah?"

Jun mendesah, dia lalu memberi isyarat untuk tunggu sebentar dengan tanganya kepria itu, lalu Jun kembali masuk kedalam mobilnya memgambil tas ranselnya dari bangku belakang dan kembali keluar.

Jun segera mengeluarkan dompetnya dari sana dan menatap si pemilik mobil dengan lesu. "maaf, mungkin saya tadi tidak terlalu fokus. Saya akan bertanggung jawab"

Zefa tersenyum, senyum yang biasa iya gunakan untuk mengitintimidasi seseorang, membuat Jun semakin merasa bersalah dan mengutuki dirinya yang masih saja terhanyut dengan keadaan yang bahkan takkan bisa kembali seperti semula.

"bagus, tapi gue gak perlu uang nyokap bokap lo bocah"

Jun menjadi kesal, lagi-lagi dirinya dianggap bocah. Apa dia tidak terlihat dewasa sama sekali? Tentu saja tidak dengan perilaku dan cara berpakaian nya, juga wajahnya.

Jun terpaku saat menyadari dia pernah mendengar sebutan itu sebelumnya. Bocah. Kata yang sama, suara yang sama, cara penyebutan yang sama dan orang yang sama?

Jun seketika meneliti wajah cowok dihadapanya. Dia bukan pengingat orang yang baik, apalagi hanya bertemu sekali, dan dia tipe orang yang tak peduli sekitar, jadi seringkali dia tak memperhatikan siapa lawan bicaranya sehingga dia tak sadar gimana bentuk wajah lawan biacaranya.

Tapi kali ini dia meneliti dari ujung rambut sampai ujung kepala lawan bicaranya, ingin memastika apakah dia salah menduga atau benar bahwa pria ini adalah orang yang sama dengan pria beruntung yang menyebalkan waktu itu.

Jun berusaha bersikap senormal mungkin dan berusaha sebiasa mungkin. "Stay cool Jun, stay cool" ucapnya dalam hati menenangkan kegugupan yang tiba-tiba menyelimutinya.

"o...okay... jadi aman kan. Saya pergi sekarang, saya sibuk" Jun berdehem dan memalingkan tatapannya sembari menggigit bibirnya keras. "Dasar bodoh Jun, kenapa lo terbatah?" grutunya dalam hati.

Zefa tersenyum kemenangan "oh ya, silahkan..."

"okay" potong Jun cepat dan dengan segera ia masuk kemobilnya dan menginjak pedal mobilnya. Kabur.

Zefa pun merasa puas. Melihat perubahan sikap dan raut wajah bocah itu, dan melihat bocah itu pergi begitu saja. Zefa memang selalu punya banyak cara untuk mengorek sebuah fakta, dan kebanyakan caranya tidak terduga oleh siapapun.

Senyum kemenangan Zefa kembali sirna saat getaran terasa pada kantong celananya. Dia segera mengangkatnya dan diam mendengarkan.

"baik yah, saya kesana" Jawabnya dan panggilan pun terputus.

#

Not Out of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang