25

2.3K 124 3
                                    

Suara riuh dari ratusan orang bersorak-sorai memanggil nama idola mereka. Dereta orang-orang itu mayoritas laki-laki dan rentan usianya 17 tahun keatas.

"Mari kita sambut juara kita, Bagas"

Suara lantang yang bergemuruh itu membuat para penonton besorak lebih kencang.

Bagas pun keluar dengan wajah datarnya yang dingin. Dia tidak berpose seperti lawan nya, dia hanya diam sembari mengepalkan tangan.

Matanya menyisir kerumunan penonton, mencari sosok yang biasanya ada namun tidak dapat ia temukan. Baik di kursi yang sudah ia siapkan maupun di tempat lain.

Dia menarik nafas dalam, berusaha terlihat sebiasa mungkin, dan tidak membiarkan emosinya terlihat mencolok.

Dia berusaha fokus dengan lawannya yang kini melihatnya dengan cengiran yang merendahkan.

Namun dia tidak bisa menyinggirkan rasa khawatir yang menyerangnya sekarang. Dia inget banget kalau Jun tadi sudah mengatakan ia sudah OTW namun batang hidungnya tidak terlihat hingga sekarang. Padahal hanya butuh 30 menit untuk sampai ke tempatnya dengan jalanan yang macet. Banyak kemungkinan terjadi, tapi kebanyakan adalah hal buruk yang bisa ia pikirkan menimpa Jun.

Bagas tersadar dari lamunannya saat bunyi bel tanda mulai pertandingan berbunyi.

Yang dikepalanya hanyalah dia harus menyelesaikan ini dengan cepat. Apapun caranya.

Bagas melihat lawannya lagi. Ia sangat mengenal siapa lawannnya ini. Bramando, lawan yang sangat pantang menyerah walau sudah 5 kali kalah darinya dengan berakhir di rumah sakit karena cidera parah. Walau sudah susah untuk bangun, ia tetap berusaha melawan hingga dia benar-benar pingsan. Dengan lawan seperti ini, akan sangat lama untuk mengakhiri pertandingan.

Cara tercepat adalah, dia harus kalah.

#

Ada beberapa hal yang tak terduga dalam hidup yang membuat kita harus berbelok arah dari rencana yang sudah kita buat. Walau rencana itu sudah di janjikan atau sudah menjadi rutinitas. Walau kita sudah mengusahakan hal itu menjadi prioritas. Dan walau kita sudah nyaris melakukannya.

Seperti sekarang, Jun tidak pernah terbesit dikepalanya akan menemukan Zefa di depan pintu arpatemen lagi.

Walau kali ini tidak dalam kondisi pingsan ataupun mabuk.

tapi dalam keadaan berdiri sebari menunduk di depan pintunya dengan beberapa kantong belaja di sampingnya.

Zefa yang kaget pintu yang sedari tadi ia tatap terbuka, terjatuh teduduk di lantai. Rasa malu yang ia rasakan berhasil membuatnya merona.

Zefa buru-buru berdiri sembari menggosok-gosok tengkunya. "hai" ucapnya sebari melambaikan tangan dengan kikuk.

Jun yang sedari terpelongo melihat penampakan didepannya pun hanya tersenyum kikuk membalas sapaan Zefa.

"Aku hanya mampir, aku pikir hubungan kita sudah baik dan kita bisa menjadi teman, jadi aku membawa cemilan buat main monopoli bareng" ucap Zefa dengan senyumnya sembari mengakat kantong belajaannya.

Jun tidak habis fikir, main monopoli bukan sesuatu yang biasa untuk ditawarkan. Tapi menolak niat baik yang ingin berteman denganya adalah hal buruk. "apa ada eskrim?" tanya Jun.

Zefa tersenyum dan mengangguk. "Ada rasa coklat, stouberi, vanila dan durian"

Jun pun membuka pintunya dengan lebar "Okay, silahkan masuk."

Walau sedikit canggung menerima perubahan yang besar, Jun tetap berusaha menyeimbangi Zefa.

Dia tidak mengerti mengapa sekali pertemuan bisa merubah orang seperti ini. Maksudnya, mereka memang sering bertemu tapi tidak sampai mengobrol dengan baik seperti kemarin.

Jun memerhatikan gerak gerik Zefa yang  masuk ke arpatemennya, ia dengan sopan membuka sepatunya dan melangkah masuk ke dalam ruang tamu.

Tanpa menunggu Jun menyusul, Zefa membuka kantong belanja yang ia bawa dan mengeluarkan mainan monopolinya juga cemilan-cemilannya.

Ia menyusun uang-uang mainannya juga merapihkan tumpukan kartu-kartu yang ada lalu meletakan pada tempat yang seharusnya.

Jun mengambil minuman kaleng dari kulkasnya dan dua botol air mineral untuk disuguhkan. Lalu duduk bersilang di karpet ruang tamunya, memerhatikan gerak-gerik Zefa.

Zefa menatap Jun lalu menyodorkan dadu padanya, "mau sekarang? atau kamu mau makan eskrim dulu?"

"Gimana kalau keduanya?"

#

Bener kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Belum sayang tapi bikin nyaman.

Situasi diantara Jun dan Zefa yang semula canggung sirna sudah. Dan suara tawa mendominan di tengah-tengah permainan monopoli yang mereka lakukan.

"yey menang lagi" seru Jun melompat kegirangan. Dia berhasil menjadi miliarder dengan banyak bangunan dan tanah dimana-mana, berulang kali, yang berarti ia telah mengalahkan miliarder asli berulang kali pula.

Zefa tersenyum tipis. Sebenernya wajar saja dia kalah, dia tidak pernah bermain permainan ini sebelumnya. Jadi Zefa juga tidak berharap banyak dengan sebuah permainan seperti ini. Tapi ia sangat terhibur dengan ekspresi-ekspsi yang Jun perlihatkan. Ekspresi yang membuat Zefa semakin berfikir kalau wanita dihadapannya masih seorang bocah lugu yang lucu.

Zefa menyodorkan wajahnya mendekati Jun. Melihat tampang pasrah yang Zefa tunjukan, Jun mengambil lipstiknya dan mulai melukis pipi kanan Zefa yang kosong.

Kemenangan pertama Jun, Jun menggambar wajah Zefa dengan kaca mata.

Kemenangan Keduanya, ia menggambar  tanda panah kebawah pada dahi Zefa.

Kemenangan ketiga, ia menggambar bibir tersenyum lebar pada bagian bawah wajah Zefa.

dan kemenangan yang ke empat ia mengambar sebuah bintang pada pipi kiri Zefa.

Sekarang ia memutuskan menggambar hati pada pipi kanan Zefa.

Jun tersenyum puas dengan hasil karyanya. Mutasi antara Avatar dan joker dengan mata minus.

Tawa Jun pecah saat Zefa memajukan bibirnya. Zefa tampak lucu dan imut, 180 derajat berbeda dari yang biasanya.

Zefa tersenyum lagi dan lagi. Tanpa sadarnya, keserdehanaan ini, hanya dengan bermain monopoli sambil makan eskrim dan kalah dalam permainan, membuatnya bahagia.

#TBC

Not Out of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang