Cerita ini hanya fiksi belaka,
hanya karangan yang tercipta dari hayalan tinggi yang mengada-ngada. Harap bagi pembaca dapat mengerti dan memaklumi. Dan cerita ini hanya untuk manusia yang sudah seharusnya memiliki KTP.
...Sebuah lagu mengalun dengan lembut, lagu slow yang sedikit melow yang diputar random oleh radio setempat, yang mengiringi perjalanan Jun dan Anjeli kerumah ibunya. Riris Magdalena.
Anjeli menepuk-nepuk setir mobilnya mengikuti irama, sesekali dia mencuri pandang kekursi disebelahnya yang dihuni oleh kakaknya.
Dia ingin tau sebenernya apa yang terjadi pada kakaknya dan pria tertajir ahli waris satu-satunya adijaya company. Zefa Adijaya.
Kepalanya berpikir keras, apa kata-kata pembuka untuk meluapkan rasa kekepoannya.
Sekali lagi dia melirik kakaknya yang tampaknya sibuk dengan ponselnya.
lagi kepala Anjeli berfikir. Dua pertanyaan tiba-tiba hinggap di kepalanya. 'Apa ini alasan kakak cuti seminggu? dan apakah hal ini yang membuat kakaknya jadi lebih sensitif? '
"kak, lo gak ada yang mau diceritain ke gue?" tanyanya pada akhirnya.
Jun mengangkat kepalanya dari ponselnya, menatap adiknya yang menoleh kearahnya sebentar dan kembali fokus kejalan.
Jun menyandarkan posisi duduknya agar lebih nyaman, lalu ia pun memejamkan mata."emang kenapa? lo kepo ya?" Jun berusaha mengendalikan suaranya agar tidak terlihat menyedihkan.
"ya iyalah" Anjeli menatap kakaknya lagi sekilas. "gue ngeliat kakak gue berciuman" pekik Anjeli, tak bisa mengontrol rasa penasaranya. "kakak gue, Bulan Juni, berciuman dengan seorang pangeran...."
Jun memilih diam dan pura-pura tertidur, membiarkan Anjeli terus berkicau.
".... lo harus jelasin ke gue, ceritain semuanya" ucap Anjeli menggebu. Menyadari tidak ada jawaban, Anjeli menoleh kearah kakaknya dan melihat bahwa kakaknya telah masuk kealam bawah sadarnya.
Anjeli mendengus dan mencebik. "yah punya kakak kok pelor -nemPel moLor- banget sih"
Anjeli pun terpaksa kenyimpan kembali rasa penasarannya, dan berencana kembali meluapkannya nanti.
Jun membuka sedikit matanya untuk melihat adiknya, dia sangat bersyukur adiknya percaya dirinya telah tertidur.
Sebelum adiknya menyadari aktingnya ini, Jun kembali memejamkan mata berniat tidur sungguhan. Namun bukannya tidur, kejadiian tadi malah berputar kembali dibenaknya.
#
Semua berjalan lancar, diawali Jun yang berhasil mengendalikan keterkejutanya, lalu Jun dan Zefa berjabat tangan saling mengenalkan diri seolah-olah ini adalah pertemuan pertama mereka.
Jun sempat berfikir cowok yang ternyata bernama Zefa ini tidak mengenalinya. Mungkin efek dari style pakaiannya yang sedikit berbeda ulah adik kesayanganya, atau emang dia hanya seonggok manusia yang tak pernah ada arti dihidup Zefa.
Sedikit pedih memikirkan kemunginan yang terakhir, yang memang adalah faktanya, mengingat itu adalah yang pertama bagi Jun dan bagaimana kejadian itu sangat mempengaruhi kehidupanya, dan mengingat tabrakan yang baru kemarin terjadi tidak berefek apa-apa pada manusia itu. Sedangkan Jun, hanya dengan melihat wajah Zefa, pikirannya dan perasaannya kembali campur aduk.
Semuanya berjalan lancar, persentasi yang dilakukan oleh Anjeli, bernegosiasi, dan akhirnya mereka deal menjalin kerjasama.
Jun sebenernya tidak berharap Zefa menerima kerja sama ini, mengingat mereka akan sangat sering bertemu kedepannya. Namun yang terpenting adalah pekerjaannya dan itu harus dilakukan dengan profesional tanpa mencampur adukan masalah pribadi.
Dan semua yang berjalan normal itu berakhir bersamaan dengan rapat selesai.
Zefa berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekati Jun, dan tanpa aba-aba ia menarik wajah Jun mendekatinya. Cup. Bibir mereka pun bersentuhan didepan adik Jun dan sekertaris Zefa sendiri.
Jun yang tidak memperkirakan hal ini, gelagapan, dia berusaha mendorong tubuh kekar Zefa dengan tenaga yang nyaris menghilang. Tubuhnya serasa tak bertulang. Jun bersyukur dia sedang dalam posisi duduk, kalau tidak, kakinya tidak akan sanggup menopang tubuhnya.
Zefa melepaskan tautannya, lalu menoleh kearah dua orang yang terpaku menatap kelakuan gilanya. "Bisakah kalian memberi sedikit privasi?" tanyanya dengan sedikit penekanan.
Anjeli membuka mulutnya berniat menolak dan ingin menanyakan apa yang sedang terjadi sebenarnya, tapi kata-katanya tersumbat ditengorokannya, tidak bisa diluapkan.
Sekertaris Zefa. Tio. segera mengangguk patuh. Ia menarik Anjeli keluar dari ruangan bersamanya dan tanpa penolakan Anjeli ikut keluar.
Jun menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Dia berusaha mengembalikan kesadarannya. "Apa maksudnya yang tadi itu?" Jun meminta penjelasan.
Zefa menarik kursinya agar dia bisa duduk tepat dihadapan Jun. "agar mereka pergi" jawab Zefa dengan santai.
"terus mau lo apa?" tanya Jun mempertahankan nada tingginya. Tak ingin terlihat goyah sama sekali.
Zefa terdiam sebentar, ia memposisikan duduknya sedikit mencondong kearah Jun. "lo hamil?" tanyanya dengan sedikit berbisik.
Seketika itu, jantung Jun serasa berhenti, udara disekitarnya serasa menipis. Zefa mengingatnya, mengingat semuaya.
"gue bersedia tanggung jawab" ucap Zefa berusaha meyakinkan yang malah membuat Jun semakin tertekan.
Dengan cepat Jun menjawab. "lo gak perlu tanggung jawab, gue gak hamil."
"lo udah cek?" tanya Zefa tak puas mendengar jawaban Jun.
Jun tidak berniat menjawabnya. Dia belum memeriksanya, ini baru dua minggu setelah kejadian itu dan dia belum bisa tau dengan menghitung jadwal datang bulanya, dan dia juga belum berani untuk tau hasilnya.
Jun segera meraih dokumen yang ada dimeja, berniat keluar dari ruang rapat yang menyesakkan ini. Namun sebelum dia benar-benar keluar, Jun berkata. "tolong kedepannya lebih profesional, kita tidak ada urusan lain diluar pekerjaan."
Tidak ada langkah yang mengejar. Jun keluar dengan mata merah menahan tangis, dadanya tak bisa lagi menampung semua kejadian ini. Jun buru-buru melangkah memasuki toilet. Setelah dia berhasil masuk kesalah satu bilik, pertahanan matanya pun runtuh.
Jun menangis.
#

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomanceJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...