Lagi-lagi Tio harus mencari bosnya ke rumah besar milik bosnya, tempat dimana bosnya selalu kesana disaat dirinya ingin menyiksa dirinya sendiri.
Sudah lima hari bosnya tidak ke kantor, sejak berita tak terduga yang disiarkan di salah satu acara gosip, dan sekarang berita itu menjadi semakin hangat, hingga kantornya tidak henti-hentinya di serbu wartawan.
Hal yang pertama kali Tio lihat adalah Zefa terbaring tidak sadarkan diri di ruang bawah tanahnya dengan mesin pelontar masih menyala meski bola nya sudah habis di lontar kan.
Tio segera membaringkan tubuh bosnya itu pada salah satu kamar di rumah itu, memanggil dokter kenalannya, dan setelah dokter itu datang, dokter langsung memasang sebuah selang inpus pada lengan bosnya, lalu tak lama selang setelah dokter pergi Zefa pun bangun.
"kenapa lo datang?" ucap Zefa dengan suara serak akibat tenggorokan yang kering.
Tio menyodorkan segelas air kearah Zefa yang langsung bosnya genggam lalu meneguk nya sedikit. Tanpa menjawab pertanyaan dari atasannya itu.
"kenapa lo ke sini? setelah lima hari? kenapa lo gak nunggu gue mati aja?" tanya Zefa lagi, kini dengan suara yang lebih jernih namun dengan intonasi yang mulai meninggi.
"lo sendiri kenapa kesini? kenapa bukanya nyamperin itu cewek, lo malah kesini dan nyiksa diri lo sendiri?" bukanya menjawab Tio malah balik bertanya . "Dasar pengecut, lo harusnya berterima kasih gue datang sebelum lo mati" lanjutnya dengan intonasi tidak kalah tinggi.
Zefa menatap Tio dengan tatapan tidak percaya, dadanya serasa di cabik, Ia mengusap wajahnya lalu menunduk dalam. "karena gue tau ini ulah si tua bangka itu, dia akan semakin terluka kalau gue berada di sisinya"
Kini Zefa benar-benar terlihat frustrasi. Dia sadar dirinya pengecut namun dia tidak tau bagaimana cara menolong wanita itu selain menghindar.
Tio tidak menduga kalau bosnya benar-benar jatuh pada perangkap ayahnya sendiri, dia tidak menduga bosnya benar-benar menyukai wanita itu. Zefa tidak pernah menyiksa dirinya hanya karena seorang wanita, dan sekarang Zefa sudah melakukannya dua kali karena wanita yang sama.
Tio menjatuhkan tubuhnya ke lantai, dia menunduk dan bersujud di samping kasur dimana Zefa duduk menunduk tengelam dengan pikirannya. "maafkan gue" ucapnya sedikit berbisik.
Zefa menoleh kearah Tio dengan alis tertaut. Bingung, mengapaTio meminta maaf hingga bersujud seperti itu. Mata Zefa terbelalak tak percaya saat dirinya memikirkan satu alasan Tio seperti ini. "Jangan bilang lo yang jadi mata-mata gue selama ini?"
Tio tidak menjawab, dia hanya diam dan menuduk semakin dalam.
Diamnya Tio diartikan Iya oleh Zefa. Zefa mencabut selang infus pada tangannya dan berdiri dengan cepat. "katakan apa yang lo tau SEKARANG!!" bentak Zefa murka.
"gue gak ada pilihan" jawab Tio tanpa berani menatap bosnya.
"gue gak nanya alasan lo buat itu, bangsat, gue tanya apa yang lo tau" balas Zefa dengan suara rendah.
Tio mendongak sedikit, melirik kearah Zefa. "gue akan cerita apa yang gue tau, tapi tidak dengan situasi seperti ini"
#
"apa Bagas benar-benar mencintainya?"
Anjeli mengangkat kepalanya dari ponsel nya dan melirik kearah sahabat kakaknya yang berada tepat di hadapannya. Ia mengamati sahabat kakaknya itu yang terlihat resah dan frustrasi.
Kini Anjeli dan Claudy sedang duduk di kantin rumah sakit tempat kakaknya dirawat, mereka sengaja keluar dari ruangan Jun untuk memberi waktu kepada Bagas dan Jun agar dapat berbicara dengan leluasa.
Caludy menatap Anjeli yang hanya diam tidak merespon pertanyaannya. "Anje kalau di tanya orang tua itu jawab."
"Iya" jawab Anjeli singkat dan ia kembali menatap layar ponselnya.
Claudy masih menatap Anjeli, meminta jawaban yang lebih. Anjeli pun menghela nafas dan meletakkan ponsel nya diatas meja, memfokuskan dirinya pada topik yang diangkat sahabat kakaknya itu. "Dia bertetangga dengan kakak cukup lama, mereka sering menghabiskan waktu bersama juga, dia sering membantu kakak membereskan kamarnya dan mengisi kulkas kakak dengan banyak makanan, dan dia suka menemani kakak nonton drama korea. Awalnya gue pikir dia gay, tapi sepertinya dia terlalu menyukai kakak gue, tapi kita sama-sama tau kakak gue sayangnya cuma bisa memberi dia posisi.... brother" jelas Anjeli dengan memberi tanda kutip pada kata 'brother' dengan jarinya.
Caludy mengangguk paham. "sepertinya dia cocok jadi ayah dari anak itu" gumamnya lebih kepada dirinya sendiri.
Mata Anjeli terbelalak, kaget dengan apa yang baru saja ia dengar. "Kakak gak berhak untuk memutuskan hal itu."
"Tapi itu harus" tegas Claudy.
"Apa kakak sebenci itu sama si Zefa?"
Claudy menggeleng. "gue gak benci dia, gue cuma gak yakin dengan keluarganya. Kakak lo harus pergi sejauh mungkin, menghindari cowok itu, kalau tidak dia bisa aja mati"
"sumpah, kakak keterlaluan. Berhenti deh nonton fiksi." Anjeli menggeleng-geleng mendengar ucapan sadis sahabat kakaknya itu. "gak masuk akal tau gak" geram Anjeli tak habis pikir.
"lo gak tau apa-apa Anje, lo juga harus menjauh dari sekertaris dia, lo udah di manfaatin selama ini dan lo begonya gak sadar" Caludy menatap adik dari sahabatnya itu dengan tatapan tajam. "dan putus. Dia udah menikah. Gue tau lo gak mungkin ngomong segala hal ke dia kalau bukan lo punya hubungan khusus sama dia"
Anjeli terdiam, dia bingung dengan apa yang baru saja ia dengar. Dia tidak di manfaatkan oleh siapapun, dia sudah menanyakan langsung pada Tio. Dan dia percaya semua yang pacarnya katakan. Dan apa? menikah? sudah menikah? Tio? pacarnya?
Anjeli baru saja ingin membantah omongan Claudy, namun sahabat kakaknya itu dengan tergesa berdiri hingga kursi yang ia duduki jatuh.
"Cowok itu disini" ucap Claudy sebelum dia berlari pergi.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomanceJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...