Claudy di kagetkan oleh seseorang yang membangunkannya dengan rusuh. Seseorang memaksanya bangun dengan mengoyang-goyangkan bahunya kencang, tidak butuh waktu lama untuk membuat dia bangun, apalagi dengan cara membangunkan yang tidak manusiawi seperti itu.
Claudy ingin menyemburkan amarahnya, namun dia menahan diri saat melihat wajah lebam dengan ekspresi panik menatap kearahnya seakan-akan hal besar telah terjadi.
"Jun mana? Jun dimana?" tanya Zefa tanpa menunggu Claudy sadar dengan sempurna.
Claudy menatap kerah kanan dan kiri, memerhatikan sekitarnya. Ia menyadari dirinya telah tertidur di bangku tunggu di depan ruang ICU. "Tadi dia duduk di sini sama gue. Mungkin dia lagi cari makan atau minum" Jawab Claudy ringan.
Jawaban Claudy tidak membuat Zefa puas. Wajah Zefa yang kaku semakin kaku saja. Claudy tak mengerti mengapa Zefa harus sekhawatir itu. Claudy sangat yakin Jun pasti hanya lagi ke toilet atau ke kantin rumah sakit.
Mata Claudy membelalak saat tak sengaja melihat pergelangan tangan Zefa yang berucuran darah, "Hay, lo gila ya? lo cabut asal jarum infus lo? lo pikir lo keren gitu?"
Zefa mengikuti arah mata Claudy, ia ikut memandang pergelangan tanganya. "Jun dimana?" Ulang Zefa tanpa mengambil pusing, Zefa menyusutkan darah yang ada di pergelangan tangannya ke bajunya.
Claudy menghela nafas. "Lo mending balik lagi ke ruangan lo, dan gue panggil dokter dan bilang lo udah siuman"
Zefa menggeleng kencang. "JUN DIMANA CLAUDY!" Teriak Zefa.
"Jun bukan anak kecil Zefa, lo lebay banget sih, lo mau ngekang sahabat gue dan buat dia di samping lo 24 jam hah?" Ketus Jun yang jadi kepancing emosi.
Zefa menggerang. Teriakan Zefa membuatnya jadi pusat perhatian, dokter dan suster mulai berlari kearah mereka.
Suster mulai menahan tubuh Zefa yang mulai memberotak, tubuh Zefa yang mulai sulit untuk di tahan membuat dokter pengambil pilihan untuk menyuntikkan obat penenang. Zefa pun jatuh terduduk dan suster membawanya kembali ke ruang ICU.
Kejadian itu begitu cepat, Claudy masih berdiri di posisinya, bingung dengan situasi apa yang sebenarnya terjadi. Wajah panik Zefa yang menurutnya berlebihan melekat kepada ingatanya, menimbulkan rasa takut memikirkan keadaan sahabatnya yang jauh dari kata aman.
Getaran pada sakunya menyadarkan Claudy pada lamunannya. Dengan tergesa Claudy mengeluarkan ponselnya, berharap panggilan itu dari sahabatnya. Namun ternyata bukan, panggilan itu dari suaminya, dengan berat hati ia mengangkat panggilan itu. Dan tidak sampai semenit, kepala Claudy diberikan beban tambahan. Dia mendapat kabar, adik suaminya meninggal. Tio meninggal.
#
Setiap keputusan memiliki hasil, mau itu baik atau pun buruk. Sepanjang hidupnya Jun selalu berada di garis lurus, walau kepalanya selalu memintanya belok, dia tetap berada di jalurnya. Sepanjang hidup Jun selalu dia habiskan untuk menjadi sosok yang orang lain harapkan. Dia selalu menjadi sosok baik di kehidupan orang di sekitarnya. Tapi kenapa hidupnya berubah begitu drastis sekarang? Apa yang sebenarnya ia perbuat sampai harus mendapatkan semua ini.
Jun menatap Zefa yang terbaring dia atas kasur, menatap Zefa dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Ia menarik nafas berat saat melihat tangan kanan Zefa yang di gips, dan banyak luka goresan pada tubuh Zefa.
Tapi ia sedikit bersyukur karena Zefa masih bisa bangun, bahkan membuat keributan di rumah sakit. Dokter yang merawat Zefa yang menceritakan hal itu langsung pada Jun.
"Jun.. Jun..."
Jun segera mengusap kedua pipinya yang terasa basah dan buru-buru menggenggam punggung tangan Zefa yang terlihat gelisah dalam tidurnya dengan memanggil nama Jun berulang-ulang.
Zefa seketika terbangun, dan menatap lengannya yang terasa hangat dalam genggaman Jun. "Jun?"
"Aku disini" jawab Jun lembut.
Mata Zefa terasa memanas, perasaan khawatir Zefa meluap dengan air mata yang membasahi pipinya. "Aku pikir kamu.."
Jun tersenyum, jari lentiknya mengusap kedua pipi Zefa lembut.
Zefa ikut tersenyum tipis sembari menahan pergelangan tangan Jun agar tetap berada di pipinya. Ia ingin merasakan kehangatan telapak tangan Jun lebih lama. "Kamu tadi dari mana?"
Jun terkekeh. "Kamu tadi buat keributan ya?"
Wajah Zefa bersemu merah. "Enggak kok"
"Gosipnya udah menyebar serumah sakit loh"
Zefa tersenyum kecut. "Abisnya kamu ilang. Kamu dari..."
Jun tertawa, memotong ucapan Zefa.
Zefa merasakan perasaan janggal. Tawa Jun terdengar berlebihan pada pendengaranya. Tingkah laku Jun tak biasa. Ia seakan tak ingin di tanya. "Jun" ucap Zefa dengan suara rendah.
"Kenapa?" Jun tersenyum lebar.
"Kamu dari man..."
Kedua Mata Zefa membelalak kaget, secara tiba-tiba Jun mengecup bibirnya.
Zefa tak mengerti mengapa Jun tiba-tiba melalukan itu terlebih lagi saat ia merasakan air mata Jun yang jatuh di pipinya. Zefa tau ada sesuatu yang Jun tutupi tapi Zefa tak ingin memikirkanya sekarang. Zefa ingin menikmatinya. Ia memejamkan matanya sembari menggerakkan tangannya kebelakang kepala Jun dan menahannya agar ciuman mereka semakin dalam.
#TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/88623468-288-k726491.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomansaJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...