"Kita bertemu lagi"
Suara dingin yang berat itu menyelinap masuk pada headset yang Jun gunakan. Walau tanpa mendongak Jun tau siapa pemilik suara tersebut, namun Jun memilih mengabaikan dan pura-pura tidak mendengarnya dan ia tetap menunduk melakukan kegiatan mencorat-coret buku kesayanganya.
Tanpa meminta izin, Zefa duduk tepat didepan Jun. Ia meletakan tanganya diatas meja, lalu megeser tanganya hingga mengenai secangkir kopi milik Jun dan isinya pun tumpah.
Jun sepontan berdiri, menghindari cucuran kopi pekat yang menetes dari sisi meja. Ia berusaha sekeras mungkin menahan dirinya untuk tidak menoleh pada pelaku. Dia hanya mengambil tisu dan mengelap tumpahan kopi pada meja. Untungnya bukunya aman, kalau tidak ia pasti tidak akan bisa menahan dirinya untuk membunuh orang yang ada didepannya itu.
Zefa yang mengharapkan sebuah respon menarik, tidak mendapat hasil apapun. Akhirnya dia hanya mengangkat tanganya, memanggil witers untuk memberiskan kekacawan yang disengaja olehnya.
witers itu dengan sigap menghampirinya. "ada yang bisa saya bantu?" ucapnya dengan suara sedikit terbata, terpesona oleh ketampanan yang Zefa pancarkan.
"kamu gak bisa liat?" alih-alih meminta tolong, Zefa malah bersikap arogan menunjuk tumpahan kopi yang menggenang dilantai dengan mata tajamnya.
Mata yang semula terlihat menganggumi sosok Zefa berganti menjadi rasa takut. Witers itu menunduk patuh dan meminta maaf karna ketidak pekaanya.
Zefa menyeringai mengintimidasi. "lamban sekali" ucapnya dingin.
Jun sudah tak tahan dengan sikap arogan itu. Setelah Weters itu kembali kemejanya dengan membawa kain pel, Jun segera berdiri. "Fit, sini pelannya" pintanya pada witers yang sudah ia kenal dekat bernama Fitri mengingat hampir setiap hari ia datang ke cafe itu.
Fitri dengan engan memberikan pelan itu pada Jun.
Jun segera meraihnya dan menyodorkannya pada cowok menyebalkan dihadapanya. "bukanya minta tolong, lo malah memerintah seenak jidat menyuruhnya membersihkan kekacawan yang lo sengaja dengan cara merendahkan. Jadi lo bersihin ini sendiri" Jun menjatuhkan kain pel itu hingga membentur dada bidang Zefa.
Dengan respon yang tidak diduga oleh Jun, Zefa bangkit berdiri dan memegang kain pel itu. "karna kamu yang minta, akan aku lakukan. Asal kamu mau memaafkan ku"
Apa yang perlu Jun maafkan? Malam itu? atau kejadian di kantor waktu itu? atau tidakan menyebalkan Zefa yang sengaja menumpahkan kopinya tadi? Jun tidak yakin alasan Zefa meminta maaf, karena menurutnya dia juga salah. "okay"
Zefa tersenyum, kali ini tidak dengan menyeringai, walau tipis tetep terlihat jelas. "jadi sekarang kamu mau menikah dengan ku?"
"okay" Jun terteguh dengan jawabanya. Tunggu dia tidak menyangka pertanyaan itu akan dilontarkan untuknya. "TIDAK" ucap Jun sedikit berteriak, menghentikan orang-orang yang entah sejak kapan bersorak bahagia untuknya. Jun dengan cepat mengambil kain pel dari genggaman Zefa . "Biar gue aja yang bersihkan. Anda boleh pergi"
#
Tio langsung bisa merasakan hawa panas diruangan full AC dengan nuansa hitam berpintu tinggi berwarna marah dengan dinding luar ruangan berwarna hitam. Benar saja, saat Tio baru saja ingin meraih gagang pintu untuk membukanya, pintu itu sudah terbuka duluan, dan menampakan seorang wanita muda yang menangis. Wanita itu berusaha menahan isakannya dan menunduk untuk memberi hormat pada Tio dan segera berlari pergi.
Tio tersenyum tipis dan mendorong pintu agar ia bisa masuk. "sekarang lo mecat karyawan kita?" ucap Tio yang ditujukan untuk Zefa yang sedang mengusap wajahnya dengan gusar.
Zefa mengangkat wajahnya dan hanya diam melihat sekertarisnya itu meletakan beberapa dokumen diatas mejanya.
"Dalam satu hari ini, lo udah mebeli sebuah cafe, memecat salah satu dari karyawan cafe itu, dan memecat karyawan kita juga. Kalau ini semua karena satu orang, lo benar-benar keterlaluan"
Zefa memilih diam dan meraih dokumen yang tadi Tio
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomanceJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...