29

1.4K 98 9
                                    

Lorong rumah sakit ini tampak lebih sepi pada saat malam hari, suasana nya pun hening dan dingin yang membuat Anjeli terhanyut dalam lamunannya. Dia bejalan dengan langkah gontai dan kepala menunduk. Semua yang terjadi pada hari ini berusaha ia cerna meski dirinya masih terlalu syok untuk itu.

Dia masih tidak menyangka kakaknya sedari pagi menjadi buronan wartawan, dia tidak menyangka sahabat kakaknya menuduh dirinya sebagai narasumber informasi kakaknya sendiri, dan pacarnya juga dituduh sebagai mata-mata, dan lagi kakaknya hamil? kakaknya? orang tersuci yang dia kenal, yang berbicara kasar aja kakaknya gak pernah.

Langkahnya terhenti, saat ia nyaris saja menabrak sebuah kursi roda di cabang ujung lorong rumah sakit. "maaf" ucap Anjeli cepat sembari mengangkat kepalanya.

Orang yang berada di atas kursi roda itu tampaknya sangat terkejut dengan keberadaannya. "ah aku pikir kamu hantu" ucap orang itu sembari mengelus dadanya.

Anjeli memerhatikan orang yang berada dihadapannya, wajah anggun dan kursi roda terasa tidak asing olehnya. "H.. arlen?" tanyanya sedikit hati-hati, takut salah menyebutkan nama. 

Orang itu melihat Anjeli dengan dahi berkerut. "Ahh, pelanggan ke 1000." Hanny pun tersenyum. "Hanny aja, yang gampang" lanjutnya, mengoreksi namanya yang Anjeli sebutkan.

Anjeli mengangguk paham, ia lalu menjulurkan tangannya, mengajak Hanny untuk berjabat tangan. "Gue Anjeli." Ia memperkenalkan diri.

Hanny menyambut uluran tangan Anjeli dengan senyum anggunnya. "Hanny" balasnya.

Keduanya pun tertawa, dengan kecanggungan yang mereka ciptakan.

"Kenapa lo sendirian?" tanya Anjeli melihat Hanny hanya sendiri dengan kursi rodanya di rumah sakit yang besar ini.

Hanny tertawa. "bukan berarti pakai kursi roda harus di temenin kemana-mana dong"

Anjeli menyengir, tidak enak hati, merasa dirinya sudah salah bertanya.

"Santai Anjeli, jangan canggung gitu. Aku sudah lama seperti ini, jadi udah bisa sendiri."

Anjeli mengangguk mengerti. 

Hanny tersenyum lagi. "Kamu mau kemana?"

"Gue mau keluar, cuma kayaknya gue dari tadi cuma muter-muter doang disini"

Hanny tertawa kecil. "Ya udah keluar bareng aku aja. Aku juga mau keluar"

Anjeli pun mengangguk, menyetujui ajakan Hanny. "mau gue dorongin gak?"

"yes please, tangan aku pegel banget dari tadi" jawab Hanny yang membuat keduanya tertawa bersama, memecah keheningan di lorong yang sunyi ini.

#

"duh maaf ya, aku jadi ngerepotin kamu"

Anjeli menggeleng kecil. "enggak kok, gue juga kebetulan mau kesana, pacar gue tinggal di apartemen itu juga"

Saat ini Hanny dan Anjeli sedang berada dimobil Anjeli yang sedang membelah jalan menuju apartemen suami Hanny yang kebetulan satu gedung dengan apartemen pacar Anjeli.

Suami Hanny yang tadinya mau menjemput Hanny dirumah sakit, tiba-tiba saja membatalkan janjinya secara mendadak, dan berniat meminta tolong orang lain menggantikannya menjemput, namun Anjeli menawarkan tumpangan saat ia mengetahui arah tujuan mereka sama.

"Gak biasanya suami aku kayak gini, apalagi tadi dia bilang posisinya udah deket rumah sakit" ucap Hanny tak enak hati.

"Mungkin dia ada keperluan yang mendesak banget dan mungkin juga lo emang ditakdirkan nemenin gue sekarang" Anjeli menoleh kearah Hanny dan tersenyum masam. "Gue lagi stres" lanjutnya sedikit berbisik.

"oh, makanya kamu nyamperin pacar kamu?"

Anjeli mengangguk sebagai jawaban. "Pacar gue pendengar yang baik, dan dia selalu tau cara menghibur gue. Tapi gue nyamperin dia karena juga mau memastikan sesuatu"

Hanny tersenyum masam. "kebalikan banget sama suami aku, yang waktunya lebih banyak dihabiskan buat kerja. Jangankan jadi pendengar, wujudnya aja jarang terlihat, dan dia lebih memilih istirahat di apartemennya dari pada pulang kerumah karena rumah kami jauh dari kantornya"

"oh, suami lo workaholic?"

"gak juga sih, cuma ya rumah aku aja yang jauh banget dari kantornya. Tapi aku kayaknya bakal tinggal di apartemen itu juga, soalnya lebih dekat dari cafe tempat aku kerja"

Obrolan mereka pun semakin panjang dan menjalar kemana-mana. Keduanya saling bertukar cerita tentang pasangan masing-masing, yang memiliki perbedaan yang sangat jauh, namun memiliki banyak kesamaan. Keduanya terlalu asik bercerita hingga akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan.

Keduanya secara bersamaan mengambil ponsel mereka dan menghubungi pasangan masing-masing, berniat memberi kabar bahwa mereka sudah sampai.

Sambungan pada panggilan Anjeli sudah terhubung namun sambungan panggilan Hanny hanya bersuara bahwa yang memiliki panggilan sedang sibuk.

"Gimana mau keatas bareng?" tanya Hanny setelah Anjeli menutup panggilannya.

"hmm, pacar gue nyuruh gue nunggu dia di cafe dekat sini sih, katanya dia lapar. Tapi gue bisa anterin lo ke atas dulu" 

Hanny menggeleng. "gak usah kali, aku bisa naik sendiri."

Anjeli ikut menggeleng, meniru gerakan Hanny. "tapi gue mau bantu lo"

Hanny terkekeh melihat tingkah laku Anjeli. "serius gak usah" 

"ya udah deh, tapi lo harus nelfon suami lo dulu dan pastiin dia jemput lo di sini. Baru gue pergi" ucap Anjeli tegas.

Hanny pun berusaha menghubungi suaminya lagi hingga akhirnya tersambung. Ia memencet tombol lockspeker, agar Anjeli bisa mendengar jawaban suaminya.

"yang, aku di bawah. Bisa jemput aku gak?" ucap Hanny ceria.

"maaf sayang, aku masih diluar. Aku minta tolong ke pak Toby aja ya."  jawab seseorang dari seberang sana.

"gak usah deh sayang, aku bisa sendiri kok" jawab Hanny cepat, sedikit kecewa dengan jawaban sang suami.

"Enggak sayang, aku minta tolong pak Toby aja. Bahaya kalau kamu sendiri, naik keatas"

Hanny tersenyum, walau sudah menikah cukup lama, perhatian kecil suaminya selalu berhasil membuat jantungnya berdegup kencang. Ia pun memutuskan sambungan telfonnya setelah menyetujui perkataan suaminya.

Senyum Hanny pun berhasil menular pada Anjeli. Anjeli juga merasakan getaran romatis dari kalimat kekhawatiran suami Hanny. "Gila suami lo so sweet banget. suaranya juga macho banget, persis banget kayak suara pacar gue. Gila kok bisa sama banget ya?"

#TBC


Not Out of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang