39

477 53 0
                                    

Pemandangan indah yang membentang luas dihadapan Bagas tidak terlihat dalam pandangannya. Pikirannya dipenuhi suara tangis dan wajah kelabu Jun yang ia yakini karena dirinya.

"Anjeli" gumam Bagas saat matanya menatap sosok Anjeli berjalan cepat kearahnya. Bagas dengan cepat berdiri ingin buru-buru menanyakan bagaimana keadaan Jun didalam sana. "Gimana.."

PLAK

Tamparan keras tepat mendarat pada pipi Bagas. "Maaf gue cuma kesal liat muka lo" ucap Anjeli enteng lalu ia menjatuhkan dirinya pada gezebo yang semula Bagas duduki.

"Alasan lo gak masuk akal, tapi gue emang pantas menerimanya" 

Anjeli mengangguk setuju. "emang semua ini gara-gara lo, tapi malah gue yang kena. Kenapa kalian yang berbuat tapi gue yang kena imbasnya?"

Bagas hanya diam. Bagas bisa menebak sendiri kalau keadaan didalam sana, keadaan Jun sangat buruk.

"Sebenarnya dari mana lo tau tempat ini? darimana lo tau keberadaan kakak gue? dan apa tujuan lo bawa gue dan keluarga gue kesini?"

"lo mau tau yang sebenarnya?" tanya Bagas tanpa menoleh. 

"iya" jawab Anjeli yakin.

Bagas mengehela nafas panjang, "semua bermula dari lo"

Anjeli menatap kearah Bagas yang juga sedang melihat kearahnya. "Gue?" tanyanya sembari menunjuk dirinya sendiri.

#

"Anak yang hilang telah kembali." 

Sambutan hangat, itu lah yang pertama kali Bagas dapatkan saat memasuki sebuah ruangan kerja milik seorang miliarder kaya, Pak Adijaya.

Bagas hanya diam menanggapi semua sambutan hangat itu, dan duduk pada sofa di tengah ruangan tersebut.

Pak Adijaya ikut duduk bersamanya, dengan senyum yang mengembang lebar. "Bagaimana? sekarang kamu tertarik mewarisi semua ini?"

"Dengan syarat saya harus menikah dan punya anak? Tidak, terima kasih, hidup saya sudah tercukupi." Jawab Bagas dengan lantang.

Pak Adijaya tertawa, "tidak ada yang namanya hidup tercukupi, pasti ada aja yang kurang. Lagian syarat itu bukan hal yang sulit buat kamu, kamu tinggal rebut kembali wanita mu."

Bagas menggeleng. "saya gak mau menyakitinya."

"Oh anak ku, saya dengar semua yang kamu bicarakan dengan adiknya. Bukankah bersamamu atau bersama pria lain sama saja? dia sama-sama tidak ingin sebuah hubungan. Dua-duanya membuatnya tersiksa. Terus mengapa kamu tidak menunjukan padanya kalau kamu pantas buat dia?"

Bagas mendongak. "Anda mendengarnya?"

"Oh ayolah, kenapa kamu terkejut? Kamu pikir papa gak tau keberadaan anaknya? mata dan telinga saya ada dimana-mana."

Bagas mengeleng tak percaya. "Anda memata-matai saya. Anda ingin saya dan Zefa bertarung lagi, untuk tau siapa yang lebih layak jadi penerus anda."

"Lagi?" Pak Adijaya kembali tertawa. "Kamu punya ingatan yang bagus Bagas. Ini..." Pak Adijaya meletakan sebuah amplop coklat dihadapannya. "Saya bantu kamu untuk menang"

#

"amplop ini berisi alamat ini?" tanya Anjeli memastikan.

Bagas mengangguk. "Gue awalnya gak berniat bawa keluarga lo kesini. Tapi saat gue nyampe ke arpatemen, orang tua lo ada di depan pintu arpatemen Jun. Dan lo keluar dari arpatemen Jun dengan ekspresi bingung. Gue hanya niat membantu"

"Dan sekarang apa lo pikir keputusan lo tepat? Jujur deh, Lo lebih tepatnya memanfaatkan keluarga gue buat bawa pulang kakak gue kan? itu niat lo sebenarnya kan?" 

Bagas tidak bisa menepis perkataan Anjeli, karena pada dasarnya ucapan Anjeli benar adanya. Karena baginya, mustahil untuk menari Jun sendiri untuk lepas.

Anjeli tertawa sarkas. "Apa lo mau manfaatin kakak gue buat dapet semua kekayaan itu?"

"Bukan, bukan itu. Gue sayang sama Jun, dan gue mau bantu dia biar dia enggak terikat oleh hubungan yang terpaksa"

Anjeli menggeleng. "Kakak gue tau apa yang dia lakukan, jangan jadikan kakak gue alasan. Lo ngelakuin semua ini buat lo bukan buat kakak gue. " ucap Anjeli penuh penekanan. "Dasar cowok egois gak tau malu."

#







Not Out of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang