Cerita ini hanya fiksi belaka, hanya karangan yang tercipta dari hayalan tinggi yang mengada-ngada. Harap bagi pembaca dapat mengerti dan memaklumi. Dan cerita ini hanya untuk manusia yang sudah seharusnya memiliki KTP....
Tidak seperti yang ditakuti oleh Jun, ibunya menyambutnya, memeluknya dengan hangat dan membuatkan masakam kesukaannya. Tidak ada adegan ibunya diam seribu bahasa atau ngerep pake bahasa yang Jun ragu itu bahasa yang dapat ia mengerti.
Ayahnya yang adalah ayah tirinya, yang sangat mencintai ibunya dan keluarganya juga menyambutnya hangat.
Tidak ada suasana mencekam yang Jun bayangkan.
Jun benar-benar merasakan kehangatan rumah yang ia rindukan.
Setelah bercerita panjang lebar dengan suasana hangat, Jun seketika melupakan bebannya, dirinya serasa ringan walau ada sedikit rasa yang mengganjal di dirinya karna menyembunyikan sesuatu dari ibunya.
Jun pun masuk kekamar masa kecilnya, merebahkan dirinya disana dan memejamkan matanya masih meresapi rasa hangat didadanya.
Tiba-tiba saja Anjeli masuk, dan ikut merebahkan diri dikasur. "gue bilang ke mamah, kantor benar-benar lagi sibuk. Lo pergi keluar kota seminggu untuk menyelesaikan pekerjaan dan lo sangat sibuk. Mamah percaya dan boom... mamah gak marah lagi sama lo" ucapnya tanpa menoleh pada Jun.
Jun membuka matanya tapi tidak mengatakan apapun.
"gue gak tau, masalah apa yang lagi lo tutupi dari gue, apa itu ada kaitanyanya dengan dia atau enggak, atau lo emang lagi capek aja" lanjut Anjeli masih tak melihat kakaknya.
Jun mengubah posisinya menjadi duduk. Jun tau benar 'dia' siapa yang adiknya maksud. Dia membuat ekspresi terharu lalu memeluk adiknya dengan erat. "lo perhatian banget sih sama gue" Jun mencium sekilas pipi adiknya. "gue cuma kangen rumah" lanjutnya dengan memasang senyum yang lebar untuk menutup kebenaran.
Anjeli hanya mendengus dan bergumam dalam hati, merutuki kakaknya yang masih juga tak ingin bercerita padanya. Namun yang Anjeli lakukan hanya berpura-pura menolak pelukan kakaknya dan mengelap pipinya dengan mimik wajah jijik.
Keduanya tertawa, mereka seakan ditarik kembali pada masa-masa remaja. Kembali merasakan kedekatan yang sangat dekat ini.
Walau mereka satu kantor dan satu atap arpatemen, mereka sangat jarang bertemu hanya untuk saling berpelukan, bertukar cerita, dan bercanda gurau dalam satu kamar menyambut malam selayaknya kakak beradik.
Jun menghela nafas lega, walau ada rasa takut dan bersalah akan dosa yang ia lakukan, setidaknya dia memiki jeda waktu sampai dia menceritakan yang sejujurnya pada ibunya.
#
Suara deringan yang kencang tiba-tiba memenuhi ruangan yang ditempati dua manusia yang sedang terlelap.
Jun menggeram dan menendang-nendang kaki Anjeli berusaha membangunkan adiknya untuk mematikan suara ponselnya yang sangat bising membangunkan tidurnya.
Jengah melihat Anjeli yang tak kunjung bangun. Jun pun terpaksa bangun, berniat mematikan suara ponsel adiknya itu.
Setelah mencari-cari arah suara, Jun pun menemukannya tepat di bawah bantal Anjeli. Rasanya ia ingin menjitak kepala adiknya yang bisa-bisanya tidak bangun dengan suara bising peonselnya sendiri.
Dahi Jun mengerut saat matanya melihat nama aneh dengan emot hati yang menelfon adiknya di jam 3 subuh begini.
Jun mengurungkan niatnya menggeser tombol merah. Ia menunduk, mengarahkan bibirnya pada telinga Anjeli lalu berbisik, "oit-oit nelfon" dan selayaknya mantra ajaib, mata adiknya langsung terbuka lebar.
#
Anjeli terpaku saat melihat sebuah mobil terparkir disebrang rumahnya, dengan langkah besar dia menghampiri mobil dan mengintip dari luar kaca kedalam mobil.
Anjeli buru-buru masuk kedalam mobil saat melihat orang yang ada didalamnya terlihat lemas dan tak berdaya menumpukan kepalanya pada setir mobil.
"kamu ngapain ke sini?" tanyanya setelah berhasil masuk dan duduk di jok sebelah pengemudi.
Tio mengangkat kepalanya dari setir mobil dan memasang wajah tersenyum masam.
"apa yang terjadi?"
Tio tersenyum tipis melihat mimik wajah Anjeli yang benar-benar khawatir. Dia merentangkan tanganya lebar-lebar, lalu menepuk-nepuk dadanya mengirim sinyal agar Anjeli memeluknya.
Melihat itu Anjeli segera menghambur ke pelukan Tio.
Tio merebahkan kepalannya pada bahu Anjeli dan mendekap Anjeli erat seolah-olah dia sedang mengecas dirinya agar kembali pulih.
Anjeli hanya bisa membalas dekapannya, dan mengelus-elus punggung Tio dengan lembut.
Keduanya terdiam dan menikmati dekapan hangat yang tercipta. Sampai akhirnya Anjeli mengangkat bicara. "Ada apa?" ulangnya.
Tio melepaskan dekapan mereka dan mencubit gemas pipi cabi Anjeli dengan senyum yang kembali ia kembangkan. "gak ada apa-apa kok, cuma kangen aja" jawabnya dengan wajah yang kembali hangat.
Anjeli gak habis fikir, kenapa semua orang yang disisinya memilih menyembunyikan kesedihan mereka darinya. Lebih memilih pura-pura tertawa dari pada menangis dipelukannya.
Anjeli memukul dengan kesal bahu Tio. "kamu juga gitu?"
Tio mengerutkan dahinya bingung. "kenapa sayang?"
Anjeli menghela nafas kesal semabari merebahkan dirinya pada sandaran jok yang ia duduki. "kenapa kalian gak mau cerita ke aku? kenapa kalian mendem sendiri? kalau emang sedih, bilang sedih. kalau emang ada apa-apa bilang ada apa-apa jangan ada apa-apa bilang gak papa. Apa sesusah itu untuk cerita?"
Tio yang melihat wajah kesal Anjeli malah tertawa dibuatnya. Dia mencubit lagi pipi Anjeli gemas dan menciumnya setelelah Anjeli mengaduh kesakitan.
"sakit tau" Anjeli menatap pasanganya itu dengan tanjam sembari mengelus-elus pipinya. Lalu ia tersenyum ceria "sekali lagi" lanjutnya dengan pipi yang ia sengaja kembungkan.
Tio tertawa kencang melihat wajah kekanak-kanakan pacarnya dan mencium sekali lagi pipi Anjeli sesuai permintaanya.
Dan mereka kembali berpelukan, seperti teletubis. "makasih Jeli, udah ada di sisi oit" ucapnya manja. Sisi baru yang Tio tunjukan hanya pada Anjeli.
Tio bersyukur kini dia memiliki tempat untuk berlari, dan tempat untuk bersandar. Dia bersyukur dia memiliki Anjeli.
Tio kembali memeluk Anjeli dengan erat. "walau terdengar klise, aku gak bisa hidup tanpa mu Jeli" bisiknya lembut.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomanceJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...