Cerita ini hanya fiksi belaka,
hanya karangan yang tercipta dari hayalan tinggi yang mengada-ngada. Harap bagi pembaca dapat mengerti dan memaklumi. Dan cerita ini hanya untuk manusia yang sudah seharusnya memiliki KTP.
...Akhirnya untuk sekian lama Jun bisa merasakan kenyamanan. Jun terbangun dari tidurnya yang terasa panjang.
Dia masih dalam posisi berbaring melihat langit-langit kamar yang terlihat putih bersih, matanya mengerjap-ngerjap masih setia melihat langit-langit kamar, menerka-nerka seperti ada yang hilang dari sana.
Tubuh Jun tersentak. Dia sepenuhnya sadar dari tidurnya saat sebuah tangan melingkar pada perut ratanya.
Dia dengan gerakan cepat menoleh kesampingnya. "gila" pekiknya dalam hati.
Seorang dewa yunani yang masih belum Jun ketahui namanya memeluk perutnya tanpa sungkan. Entah secara disadari atau tidak tapi Jun benar-benar merasa sesak didadanya, semacam tegang, gugup, marah, sedih, dan malu secara bersamaan.
Jun secara refleks menahan nafas sembari berusaha mengeser tangan kekar itu dari perutnya dengan sangat hati-hati, takut membangunkan sang empunya tangan.
Jun membuang nafasnya dan kembali bernafas normal setelah tangan itu berhasil lolos dari tubuhnya. Dengan perlahan Jun bangkit berdiri, tubuhnya terasa lemah dan pandanganya sedikit goyang. Dengan langkah kecil ia mulai mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai. Ada rasa perih dibagian selangkanganya, yang membuat Jun tanpa sadar mulai meneteskan air mata.
Tiba-tiba terdengan suara kasur yang berdecit, Jun refleks kembali melihat ke kasur. Untungnya pria itu tidak bangun. Jun buru-buru mengenakan pakaiannya dan membawa barang-barangnya lalu keluar dari kamar itu secepat yang ia bisa.
Kepalanya masih berusaha merangkai kejadian yang terjadi hingga kenapa ia bisa berakhir tidur dengan pria itu.
Dia sepertinya benar-benar sudah gila, sangat gila. Dia membutuhkan sandaran saat ini, seseorang untuk bercerita. Dia benar-benar kacau.
Dia benar-benar melakukannya.
#
Di sinilah dia, di depan rumah bercat hijau muda dengan banyak tumbuhan hijau didepannya, didepan rumah sahabatnya semasa kuliah hingga sekarang ini.
Jun mengetuk pintu rumah sahabatnya dengan berutal seperti kesetanan, tak sabar menunggu sang empunya rumah keluar.
Jun benar-benar merasa tak karuan, dia meyesal tapi tidak, dia seneng tapi tidak, dia sedih tapi tidak, dia masih tak tau apa sebenernya yang ia rasakan tapi rasanya benar-benar tak karuan.
Pintu terbuka, kekesalan tampak jelas diwajah sahabatnya. "lo apaan sih udah kaya renternir aja, rumah gue punya bell, gak usah gedor-gedor" omel sahabatnya. Claudy Prasasti.
Claudy yang ingin menyemprot Jun dengan omelan pedas level 10nya mengurungkan niatnya saat melihat wajah Jun yang tak karuan.
Jun juga hanya terdiam saat melihat wajah sahabatnya itu, dia benar-benar tak tau harus mulai dari mana.
Claudy membuka mulutnya lalu menuntupnya kembali, ia sungguh berusaha keras untuk tidak menyemprot Jun dengan rangkaian pertanyaan yang sudah diujung lidahnya saat melihat Jun dengan baju kekurangan bahan yang ditutup dengan jas cowok yang gak tau dari mana Jun dapatkan, rambut yang berantakan, dan Jun memakai Make Up yang juga sudah tidak berbentuk lagi.
Hanya satu kemungkinan yang ada, yang berusaha ia tepis dari kepalanya. Berharap bukan itu yang benar terjadi.
"gue lapar" Jun menerobos masuk tanpa pamit, dan segera berjalan kedapur dengan gontai.
Claudy si ibu dengan satu anak itu hanya membiarkan sahabatnya itu mengobrak abrik dapurnya mencari makanan.
Claudy menjatuhkan diri disofa, menunggu Jun menghampirinya dan bersiap-siap menodongnya dengan beribu pertanyaan.
Beberapa menit kemudian Jun datang hanya membawa secangkir air dingin. Jun langsung mengambil posisi berbaring dan menjatuhkan kepalanya tepat diatas paha sahabatnya. "gue gila" ucap Jun sebari tertawa. Tawa yang sangat berlebihan dengan sesuatu yang sama sekali tidak lucu.
Seketika itu pula Claudy tau kalau sahabatnya melakukannya. Satu kemungkinan yang ada dan itu yang benar terjadi.
Claudy mengangkat kepala Jun, memaksanya untuk duduk. "lo.." ucapan Claudy nyangkut hanya sampai di tengokanya saat melihat wajah mengenaskan Jun yang berusaha tetap tersenyum. Claudy tau benar Jun menyesalinya atau lebih tepatnya ketidak tauannya harus berbuat apa dan perasaan apa yang sedang ia rasakan.
"Please Jun, Lo gak perlu sok ceria di situasi sekarang" geram Claudy frustasi.
Jun tertawa lagi, "lah kenapa? gue kan emang harusnya seneng kan? ini mimpi gue. Ini keinginan gue sejak lama."
Walau sambil tertawa, Claudy bisa mendengar getaran dalam suara Jun. "lo gak baik-baik aja Jun. Gue tau lo sekarang kagi berusaha meyakinkan diri lo kalau lo baik-baik aja, lapi lo enggak. Enggak sama sekali."
Jun menatap Claudy dalem. "Lo gak membantu sama sekali Clau..." ucapnya lirih.
Keduanya pun membisu.
Claudy menatap Jun dengan tatapan iba. Ia berusaha berfikir keras untuk merangkai kata-kata yang menghibur sahabatnya ini. "Kalau nanti lo hamil..."
Jun mendesah menunduk "mama, pasti kecewa banget sama gue" potongnya dengan nada penyesalan.
"tapi sekali percobaan belum tentu langsung jadi kok" ucap Claudy berusaha optimis.
"kalau gitu percuma dong, gue udah gak pw lagi siapa yang mau sama gue sekarang"
Claudy menggerang, ia memukul bahu Jun lalu meremasnya sekuat tenaga. "Terus kenapa lo lakukan itu bego, kenapa hah? gue tau lo oneng tapi..." Claudy mendesah melihat wajah Jun yang masam yang hanya menunduk menatap kearah kedua kakinya dengan pandangan kosong. Claudy mengoyang-goyangkan bahu Jun dengan kesal. "Gue bingung harus ngehibur lo gimana. Lebih baik lo cerita dulu semua ke gue. Semuanya tanpa ada yang terlewat sama sekali"
Jun pun menghela nafasnya panjang, mempersiapkan dirinya untuk mengulang kejadian yang ingin dia lupakan.
#TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Out of Love
RomanceJun ingin menjadi seorang ibu, dia sangat ingin memiliki seorang anak yang lucu dan mengemaskan yang akan menjadi tujuan dari kehidupanya. Namun pemikiran salah yang selalu ia pikirkan adalah, bagaimana cara memiliki anak tanpa memiliki suami. Jadi...